Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya dan menyalakan senter. Ia mengarahkan cahaya ke sekeliling ruangan---lemari, meja rias, jendela. Tak ada yang aneh.
Tapi saat cahaya senter mengenai cermin di sudut kamar, sesuatu membuatnya menjerit.
Sosoknya dalam cermin tidak bergerak seperti seharusnya. Ia melihat dirinya sendiri, berdiri di sana dengan mata kosong dan mulut bergerak, berbisik tanpa suara.
"Tolong aku..."
Rania meloncat dari tempat tidur. Ia ingin lari, tapi kakinya terasa lemas. Cermin itu tetap memantulkan dirinya---tetapi ada yang berbeda. Mulut di dalam pantulan terus bergerak, meski ia sendiri tidak berbicara.
Dengan napas terengah, ia meraih kain dan menutupi cermin itu. Ia tidak peduli lagi. Ia hanya ingin tidur dan melupakan semuanya.
Namun, kejadian itu tidak berakhir di sana.
Keesokan paginya, Rania berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua hanya halusinasi. Tapi pikirannya terus dihantui pertanyaan: siapa yang berbicara dalam cermin?
Ia mencoba mencari tahu tentang rumah itu. Ia menemukan buku harian tua di laci kamar, milik seorang perempuan bernama Aulia.
"Aku mendengar suara itu lagi. Ia terus memanggilku dari dalam cermin. Aku takut. Aku tidak bisa tidur. Aku merasa... seakan dia ingin keluar."
Rania merinding membaca tulisan itu. Ia membalik halaman demi halaman, menemukan lebih banyak catatan tentang bisikan dari cermin.