Malam itu, hujan turun deras di desa tempat Rania tinggal. Petir menyambar, menerangi langit yang gelap. Ia baru saja pindah ke rumah peninggalan keluarganya---rumah tua yang sudah lama tak berpenghuni. Semuanya tampak biasa, sampai ia mulai mendengar bisikan.
Bisikan itu terdengar setiap kali ia melewati cermin di ruang tamu. Awalnya, ia pikir itu hanya imajinasinya. Namun, semakin malam, suara itu semakin jelas.
"Rania..."
Ia terdiam. Suara itu begitu dekat, seakan seseorang berdiri di belakangnya. Dengan napas tertahan, ia menoleh. Tak ada siapa-siapa. Namun, ketika ia melihat ke dalam cermin, ada sesuatu yang membuat darahnya membeku.
Refleksinya tersenyum, meski wajahnya tetap datar.
Rania terhuyung mundur. Jantungnya berdebar kencang. "Aku pasti terlalu lelah," gumamnya, mencoba menenangkan diri. Ia memutuskan untuk tidur, berharap semua akan kembali normal esok hari.
Namun, malam itu, tidurnya terganggu.
Di antara suara hujan, ia kembali mendengar bisikan. Kali ini lebih jelas, lebih dekat.
"Tolong aku..."
Matanya terbuka lebar. Ia tidak sedang bermimpi. Suara itu nyata. Rania menoleh ke sekeliling kamar. Sepi. Tapi perasaannya mengatakan ada sesuatu di dalam kamar bersamanya.