Mohon tunggu...
Ibnu Budiman
Ibnu Budiman Mohon Tunggu... Konsultan - Earts

Environment, sustainability, arts

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Harapan Baru Tata Kelola Lingkungan Hidup?

31 Desember 2019   10:18 Diperbarui: 31 Desember 2019   10:15 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu, Alue Dohong, Wakil Menteri LHK memimpin delegasi Indonesia di CoP 25 di Madrid dan mendiplomasikan sejumlah capaian Indonesia dalam aksi mitigasi perubahan iklim. Sejumlah pihak menaruh harapan atas perbaikan tata kelola kebijakan lingkungan dan iklim di Indonesia, bersama dengan Wakil Menteri baru ini, Alue Dohong.

Alue Dohong, sebelumnya adalah Deputi Bidang Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang kemudian resmi ditunjuk Presiden sebagai wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mendampingi Menteri petahana, Siti Nurbaya Bakar. Hal ini memberikan secercah harapan baru bagi perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia-terutama terkait restorasi ekosistem gambut, mengingat selama empat tahun terakhir hubungan antara KLHK dan BRG tidak berlangsung efektif dalam mendukung integrasi restorasi ekosistem gambut di Indonesia.

Alue Dohong berasal dari latar belakang professional yang sudah sekitar dua puluh tahun mendukung restorasi dan rehabilitasi ekosistem hutan, gambut, dan mangrove di Indonesia Bersama Wetlands Internasional dan Earth Innovation. Alue sudah menuntaskan sejumlah kegiatan restorasi di sejumlah wilayah di Indonesia dan bekerjasama dengan sejumlah institusi, baik swasta, NGO, dan pemerintah di tingkat nasional dan local.

Alue juga menjadi salah satu tokoh yang berhasil mendorong pemerintah untuk membentuk strategi nasional pengelolaan gambut berkelanjutan di tahun 2004, dan akhirnya menjadi PP 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, yang menjadi momentum penting perlindungan ekosistem gambut di Indonesia.

Tahun 2016, Alue akhirnya ditunjuk sebagai Deputi Bidang Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan di BRG yang baru berdiri. Alue mendapat mandat berat untuk melakukan kegiatan restorasi gambut di lebih dari 2 juta hektar lahan gambut di tujuh provinsi di Indonesia. Alue mengadopsi konsep pendekatan restorasi gambut berbasis masyarakat yang sebelumnya digunakan di Wetlands Internasional, menjadi pendekatan rewetting, revegetasi, dan revitalisasi mata pencarian penduduk- di BRG. Hingga tahun 2018, dengan bantuan sejumlah pihak, Alue telah berhasil memfasilitasi 8000 kegiatan rewetting, 19 revegetasi, dan 213 bantuan ekonomi untuk revitalisasi mata pencarian penduduk di sekitar lahan gambut.

Meski telah berhasil melaksanakan sejumlah kegiatan untuk restorasi gambut, sayangnya kebakaran masih banyak terjadi di lahan gambut di 2019. Namun menurut BRG, sebagian besar kebakaran ini terjadi di lahan konsesi yang merupakan tanggung jawab dari KLHK untuk memastikan perusahaan pemegang konsesi melakukan restorasi. Sementara itu, faktanya adalah salah satu dari tugas utama BRG juga adalah melakukan supervisi restorasi di lahan konsesi. Hal ini berarti diperlukan kordinasi dan kerjasama intensif antara BRG dan KLHK dalam mendorong restorasi gambut di lahan konsesi.

Sayangnya, kordinasi dan kerjasama tersebut tidak berhasil terselenggara dengan baik, 227 ribu hektar lahan gambut terbakar di 2019. Restorasi gambut masih diselenggarakan secara parsial dan terpisah oleh BRG dan KLHK, tanpa kordinasi yang mumpuni untuk mewujudkan kegiatan restorasi yang terintegrasi dalam tiap ekosistem gambut atau kesatuan hidrologis gambut (KHG). Hal ini membuat ekosistem gambut masih tetap rentan terhadap kebakaran.

BRG mengakui bahwa restorasi berbasis KHG belum berhasil dilaksanakan karena adanya ketidakpastian regulasi dan data yang menyebabkan praktek restorasi masih trial dan error. Selain itu juga sering ada konflik kepentingan antara masyarakat dan pemegang konsesi yang menyulitkan kerjasama antara mereka dalam melakukan restorasi terintegrasi dalam satu KHG. BRG bertekad di 2020 mereka akan coba mengatasi kendala-kendala tersebut dan focus untuk melakukan restorasi berbasis KHG.

Tekad tersebut seperti dijawab oleh Jokowi dengan menunjuk Alue Dohong sebagai wakil Menteri LHK. Posisi Alue sebagai wakil Menteri dan mantan Deputi di BRG akan memberikan peluang untuk memperbaiki kordinasi dan kerjasama yang efektif antara KLHK dan BRG dalam mewujudkan restorasi gambut berbasis ekosistem atau KHG. Alue harus bisa meyakinkan Siti Nurbaya dan memastikan Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut di KLHK untuk bekerjasama untuk mengintegrasikan kegiatan-kegiatan restorasi dari BRG dan KLHK di tiap KHG di Indonesia.

Posisi Alue saat ini juga menjadi penentu untuk kelanjutan BRG yang mandatnya habis di 2020. Akhir 2018, BRG mengklaim kegiatan mereka berpotensi merestorasi sekitar 700 ribu lahan gambut, dari target 2,6 juta hektar di 2020. Mengingat progres restorasi saat ini yang masih jauh dari target dan kebakaran yang menyebabkan rusaknya beberapa infrastruktur restorasi dan tertundanya implementasi di 2019, mandat BRG harus diperpanjang untuk mencegah kebakaran di masa mendatang.

Beberapa waktu lalu, Alue Dohong berpendapat BRG harus dirubah menjadi Badan Otoritas Gambut yang bertanggung jawab dalam pengelolaan ekosistem gambut yang berkelanjutan di Indonesia. Hal ini tidak hanya tentang restorasi, namun mencakup perlindungan dan pengelolaan secara menyeluruh dan ramah lingkungan. Setelah menjadi wakil Menteri, apakah rekomendasi Alue ini akan masih sama? Atau tupoksi restorasi gambut akan kembali mengecil jatuh ke Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut di bawah KLHK?

Kita semua tentu berharap Alue Dohong dan Siti Nurbaya bisa benar-benar memberikan harapan baru bagi perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang terintegrasi, berbasis KHG, untuk mencegah kebakaran dan asap di era perubahan iklim, dan lebih luasnya untuk tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih berkelanjutan. Semoga posisi wakil Menteri tidak hanya sebagai pelengkap Menteri, keduanya harus menjadi kesatuan tim yang mumpuni memimpin perubahan tata kelola lingkungan yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun