Membaca Tren Pengangguran di Indonesia
Kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan sebuah negara, termasuk Indonesia. Peningkatan akses dan mutu pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi terus menjadi fokus dalam beberapa dekade terakhir. Seiring dengan itu, dinamika di pasar tenaga kerja juga menunjukkan perkembangan yang menarik untuk dicermati, salah satunya adalah fenomena pengangguran di kalangan individu berpendidikan. Memahami isu ini secara mendalam penting sebagai landasan untuk melihat tantangan sekaligus peluang ke depan.
Data terkini dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia per Februari 2025 menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) nasional berada pada angka 4,76 persen. Sebagaimana dijelaskan dalam laporan BPS tersebut, angka TPT ini dapat diartikan bahwa dari setiap 100 orang dalam angkatan kerja, terdapat sekitar lima orang yang tidak memiliki pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan.
Secara umum, terdapat kabar baik karena TPT nasional ini menunjukkan penurunan sebesar 0,69 persen poin jika dibandingkan dengan Februari 2023 yang angkanya 5,45 persen. Penurunan ini mengindikasikan adanya perbaikan dalam penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan di tingkat nasional selama dua tahun terakhir.
Namun, jika kita telaah lebih lanjut berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja, terdapat sebuah fenomena yang patut mendapat perhatian lebih. Data BPS Februari 2025 yang sama menunjukkan bahwa TPT untuk lulusan Diploma IV, S1, S2, S3 tercatat sebesar 6,23 persen. Angka ini ternyata lebih tinggi 0,71 persen poin dibandingkan kondisi Februari 2023 yang sebesar 5,52 persen. Sementara itu, TPT untuk lulusan Diploma I/II/III pada Februari 2025 berada di angka 4,84 persen, yang menunjukkan sedikit penurunan dari 5,91 persen pada Februari 2023.
Adanya tren di mana TPT untuk kelompok pendidikan sarjana dan pascasarjana justru menunjukkan kenaikan dalam dua tahun terakhir, di saat TPT nasional secara keseluruhan menurun, menjadi sebuah catatan penting. Hal ini mengisyaratkan adanya tantangan spesifik terkait keselarasan antara lulusan pendidikan tinggi dengan kebutuhan dan dinamika pasar kerja saat ini. Data dan fenomena ini menjadi landasan penting untuk diskusi dan pencarian solusi konstruktif ke depannya.
Â
Definisi Pengangguran Terdidik dalam Konteks Global
Untuk memahami isu ini dalam perspektif yang lebih luas, penting bagi kita untuk memiliki definisi yang seragam mengenai "pengangguran terdidik". Secara umum, istilah ini merujuk pada situasi di mana individu yang telah menyelesaikan pendidikan formal pada jenjang tertentu—lazimnya di atas pendidikan menengah—aktif mencari pekerjaan namun belum mendapatkannya. Komunitas internasional, melalui UNESCO, telah mengembangkan International Standard Classification of Education (ISCED) sebagai kerangka kerja untuk mengklasifikasikan tingkat pendidikan, sehingga memudahkan perbandingan dan analisis data antar negara.
Dalam konteks "terdidik", kita bisa merujuk pada individu dengan kualifikasi pendidikan mulai dari ISCED level 5 hingga level 8. ISCED Level 5 merujuk pada Pendidikan Tersier Siklus Pendek, seperti program diploma di Indonesia (D1, D2, D3) atau Associate's Degree di negara lain, yang biasanya berdurasi 2 hingga 3 tahun dan berorientasi pada kesiapan kerja. Selanjutnya, ISCED Level 6 adalah jenjang Sarjana atau setara (S1), yang memberikan landasan akademis dan profesional lebih mendalam. ISCED Level 7 mencakup jenjang Magister atau setara (S2), yang menawarkan pendalaman keahlian dan seringkali melibatkan komponen riset. Terakhir, ISCED Level 8 adalah jenjang Doktoral atau setara (S3), yang berfokus pada penelitian orisinal tingkat lanjut. Dengan demikian, ketika kita membahas pengangguran terdidik, kita berbicara tentang mereka yang telah berinvestasi dalam pendidikan di level-level ini namun belum terserap pasar kerja.
Â
Tinjauan Tingkat Pengangguran Total di Beberapa Negara G20
Berdasarkan kompilasi data dari berbagai sumber internasional seperti yang dirangkum oleh Trading Economics (per Mei 2025), beberapa negara anggota G20 menunjukkan tingkat pengangguran total yang relatif tinggi. Meskipun G20 terdiri dari 19 negara perekonomian besar ditambah Uni Eropa, untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam mengenai fenomena pengangguran terdidik dan implikasinya, artikel ini akan memfokuskan pembahasannya pada tiga negara anggota G20 yang menunjukkan angka pengangguran total signifikan, yaitu Afrika Selatan, Turki, dan India, sebagai studi kasus representatif.
Afrika Selatan mencatat tingkat pengangguran dengan angka sekitar 32,9% (Q1 2025). Kemudian Turki dengan sekitar 7,9% (data Maret 2025), dan India dengan tingkat pengangguran perkotaan yang juga berada di kisaran signifikan, sekitar 7,9% (data Februari 2025). Angka-angka ini tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan struktural di masing-masing negara. Penting untuk dicatat bahwa ini adalah angka pengangguran total, yang mencakup seluruh angkatan kerja dari berbagai latar belakang pendidikan.
Pengangguran Terdidik di India:Â India, sebagai negara dengan populasi muda yang sangat besar dan jumlah lulusan perguruan tinggi yang masif setiap tahunnya, menghadapi tantangan unik terkait penyerapan tenaga kerja terdidik. Data dari survei ketenagakerjaan nasional di India, seperti Periodic Labour Force Survey (PLFS), secara konsisten menunjukkan bahwa persentase pengangguran cenderung lebih tinggi pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, laporan PLFS untuk periode 2022-2023 mengindikasikan tingkat pengangguran di antara lulusan perguruan tinggi (usia 15 tahun ke atas) berada di kisaran 13,4%. Angka ini menyoroti adanya kebutuhan untuk terus memperkuat relevansi pendidikan dengan dunia kerja.
Pemerintah India telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk mengatasi hal ini. Program "Skill India Mission" bertujuan meningkatkan keterampilan vokasional jutaan pemuda. Kebijakan Pendidikan Nasional (NEP) 2020 juga dirancang untuk mereformasi sistem pendidikan, termasuk dengan mengintegrasikan pelatihan kejuruan dan magang ke dalam kurikulum pendidikan tinggi. Selain itu, berbagai skema seperti "Startup India" dan "Make in India" digulirkan untuk mendorong kewirausahaan dan penciptaan lapangan kerja di sektor manufaktur. Implikasi sosial dari pengangguran terdidik di India termanifestasi dalam berbagai bentuk, termasuk diskursus publik yang intens mengenai kualitas pendidikan dan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai, serta harapan besar dari para lulusan dan keluarga mereka.
Pengangguran Terdidik di Turki: Turki juga merupakan salah satu negara yang mencermati isu pengangguran di kalangan generasi muda dan lulusan pendidikan tinggi. Data dari Turkish Statistical Institute (TurkStat) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di antara mereka yang berpendidikan tinggi (ISCED 5-8) secara konsisten lebih tinggi dibandingkan beberapa kelompok pendidikan lainnya. Sebagai contoh, pada tahun 2023, tingkat pengangguran untuk lulusan pendidikan tinggi adalah sekitar 11,1%. Pemerintah Turki berupaya mengatasi tantangan ini melalui berbagai kebijakan. Lembaga Ketenagakerjaan Turki (İŞKUR) memainkan peran sentral dalam menyediakan layanan pencocokan kerja dan program pelatihan. Pemerintah juga kerap meluncurkan program insentif bagi perusahaan yang mempekerjakan lulusan muda, serta memberikan dukungan bagi pengembangan usaha kecil dan menengah melalui KOSGEB. Ada pula fokus untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan vokasi dan teknik. Di tengah masyarakat, isu "diplomalı işsizler" atau penganggur berdiploma menjadi topik diskusi yang cukup hangat, mencerminkan harapan masyarakat akan prospek kerja yang lebih baik bagi para lulusan.
Pengangguran Terdidik di Afrika Selatan:Â Afrika Selatan menghadapi tantangan pengangguran struktural yang sangat signifikan, yang juga berdampak pada kelompok terdidik. Meskipun lulusan perguruan tinggi di Afrika Selatan secara umum memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah, angkanya tetap tergolong tinggi menurut standar internasional. Data dari Statistics South Africa (Stats SA) melalui Quarterly Labour Force Survey (QLFS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di kalangan lulusan bisa mencapai angka belasan hingga dua puluhan persen. Pemerintah Afrika Selatan telah mengimplementasikan berbagai program untuk mengatasi krisis pengangguran ini, termasuk "Youth Employment Service (YES)" yang berkolaborasi dengan sektor swasta, serta berbagai intervensi ketenagakerjaan bagi kaum muda dan program pekerjaan umum. Isu pengangguran, termasuk di kalangan terdidik, menjadi perhatian utama dalam diskursus publik dan kebijakan di Afrika Selatan, mengingat implikasinya yang luas terhadap pembangunan sosial dan ekonomi.
Optimisme di Tengah Tantangan Global dan Agenda Bersama untuk Indonesia
Dinamika penyerapan tenaga kerja terdidik di Indonesia memang menyajikan perhatian tersendiri. Meskipun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara umum menunjukkan tren penurunan yang menggembirakan dari 5,45 persen pada Februari 2023 menjadi 4,76 persen pada Februari 2025, data juga menunjukkan adanya peningkatan TPT untuk lulusan Diploma IV, S1, S2, S3 dari 5,52 persen pada Februari 2023 menjadi 6,23 persen pada Februari 2025. Fenomena ini menandakan bahwa tantangan spesifik bagi lulusan pendidikan tinggi tetap ada dan perlu terus menjadi fokus kita bersama.
Namun demikian, penting untuk menempatkan tantangan ini dalam konteks yang lebih luas. Pengalaman di negara-negara G20 lain seperti India, Turki, dan Afrika Selatan, yang juga menghadapi kompleksitas serupa dalam isu penyerapan tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi, memberikan kita perspektif berharga. Upaya untuk terus meningkatkan keselarasan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan industri, serta menumbuhkan iklim kewirausahaan, merupakan agenda yang juga dijalankan di banyak belahan dunia. Oleh karena itu, sambil terus berinovasi dan mengoptimalkan berbagai kebijakan serta program di dalam negeri, kesadaran bahwa Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi tantangan ini dapat memberikan kita semangat tambahan untuk terus belajar dan berkolaborasi mencari solusi terbaik.
Â
Referensi
- Badan Pusat Statistik, 2025, Berita Resmi Statistik No. 44/05/Th. XXVIII: Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2025, Jakarta: Badan Pusat Statistik.
- UNESCO Institute for Statistics, 2012, International Standard Classification of Education (ISCED) 2011, Montreal: UNESCO-UIS.
- Trading Economics, 2025, Unemployment Rate - G20 Countries, Diakses dari https://tradingeconomics.com/country-list/unemployment-rate?continent=g20.
- International Labour Organization (ILO), 2025, ILOSTAT Database, Diakses dari https://ilostat.ilo.org/data/.
- Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), 2025, OECD Data: Unemployment rates by education level, Diakses dari https://data.oecd.org/unemp/unemployment-rates-by-education-level.htm.
- Ministry of Statistics and Programme Implementation, Government of India, 2023, Periodic Labour Force Survey (PLFS) – Annual Report 2022-2023, New Delhi: National Sample Survey Office.
- Centre for Monitoring Indian Economy (CMIE), 2025, Unemployment Data and Economic Outlook, Diakses dari https://www.cmie.com/.
- Turkish Statistical Institute (TurkStat), 2025, Labour Force Statistics, Diakses dari https://data.tuik.gov.tr/theme/labour-force?dil=en.
- Statistics South Africa (Stats SA), 2025, Quarterly Labour Force Survey (QLFS), Quarter 1: 2025, Pretoria: Stats SA.
- Ministry of Skill Development and Entrepreneurship, Government of India, 2025, Informasi mengenai Skill India Mission dan Program Lainnya, Diakses dari https://www.msde.gov.in/.
- Ministry of Labour and Social Security, Republic of Türkiye (Çalışma ve Sosyal Güvenlik Bakanlığı), 2025, Informasi Kebijakan Ketenagakerjaan dan Program İŞKUR, Diakses dari https://www.csgb.gov.tr/en/.
- Department of Employment and Labour, Republic of South Africa, 2025, Informasi Kebijakan dan Program Ketenagakerjaan, Diakses dari https://www.labour.gov.za/.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI