Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Rapat Para Babu (Bagian II)

3 April 2021   18:39 Diperbarui: 3 April 2021   19:37 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil investigasi terakhir, ditemukan ada sisa-sisa racun bening dan begitu mematikan, tipis melekat di jari-jari tangan nyonya, di potongan kue, di gunting taman, dan juga potongan lakban yang berserakan di lantai. Masih belum jelas, siapa pembunuhnya. Para babu, selingkuhan nyonya, dan tuan tidak diperbolehkan keluar kota. Mereka terus dipanggil secara rutin ke kantor petugas.

Walaupun otaknya masih penuh tanya, lusa tuan mau tidak mau ke kantor untuk mengurusi bisnis perikanannya. Tanpa dia duga, seorang wanita muda bersepatu merah muda berhak tinggi sudah duduk dalam ruangannya. Pada sekretaris tuan, ia mengaku sebagai seorang rekan kerja.

"Mengapa kau masih bersedih? Bukankah seharusnya kau senang, wanita tua itu meninggal?"

Tuan tidak menjawab. Ia tidak memandang sedikit pun wajah wanita itu. Benaknya terus bertanya-tanya. Apa tukang kebun? Apa si koki? Apa pengasuh bayi? Apa lelaki selingkuhan itu? Tidak mungkin pula bila si sopir pembunuhnya.

"Sudahlah. Tak perlu kau sedih. Justru kita semakin mudah bercinta. Tidak ada yang menghalangi lagi," kata wanita itu. Ia mendekati tuan. Tangannya menggelayuti pundak tuan. Darah tuan tiba-tiba berdesir.

"Belum ketemu pembunuhnya?" lanjut wanita itu.

Tuan menggelengkan kepala.

"Pastilah. Saya menyamarkan alamat pengirim di kotak itu."

Tuan memandang tajam wanita di depannya.

"Saya sengaja menaruh racun di lakbannya. Pasti, dia yang tergila-gila dengan pakaian itu, akan membukanya, lalu racun pada lakban itu menempel di jarinya, dan seketika bila ia makan dengan tangan, nyawanya menghilang."

"Jadi kau pembunuhnya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun