Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Rapat Para Babu (Bagian II)

3 April 2021   18:39 Diperbarui: 3 April 2021   19:37 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Si koki berteriak. Tukang kebun gusar. Secara spontan, ia memegang kedua tangan nyonya. Jari telunjuknya mencoba merasakan nadinya. Berharap masih ada denyutan. Setelah itu, ia mendekatkan telinga pada hidung dan mulut nyonya. Berharap masih mendengar desahan napas.

"Nyonya sudah tidak ada!" kata tukang kebun perlahan. Mendadak pengasuh bayi meraung-raung. Koki memeluknya bersama tangisan yang terus mengalir. Sang bayi masih merengek-rengek.

"Apa kita perlu lapor petugas?" tanya koki. Ia berusaha tenang, meskipun hatinya begitu hancur melihat nyonya yang selama ini sering baik padanya, meninggal dengan cara yang menyedihkan.

"Jangan! Kita tidak berhak. Lebih baik telepon tuan," jawab tukang kebun. Ia berlari menuju ruang tengah. Lantai putih di rumah itu berubah menjadi cokelat, kotor, tertempel tanah dari telapak kakinya. Ia mengangkat telepon dan menghubungi tuan.

Dari suatu tempat di jalan raya, seorang sopir menginjak gas dalam-dalam. Ia menyalip mobil di depannya begitu cepat. Beberapa lampu merah diterobos. Klakson dipencet berulang-ulang. Meskipun suaranya begitu kencang, tetapi tidak terdengar oleh pengemudi lain, karena tertelan hujan yang turun mendadak deras.

Di belakangnya, duduk seorang lelaki dengan wajah begitu cemas. Begitu gelisah. Ia berulang kali menelepon. Bicaranya terbata-bata, sesekali membentak. Tersirat ketakutan, tersirat pula kegeraman. Tangannya terus mengepal. 

"Cepat lapor petugas!" seru lelaki itu lewat telepon.

Tidak berapa lama, sopir bersama tuan sampai. Sopir memarkirkan mobilnya di depan rumah, karena garasi sudah penuh beberapa mobil putih hitam berjejer. Mereka turun dari mobil dan lekas masuk ke rumah.

Dalam rumah, sudah banyak orang berseragam. Ada yang menggeledah kamar. Ada yang memeriksa jenazah nyonya. Ada pula yang berdiri tegang, kemudian berjalan mondar-mandir, lalu memelototi beberapa orang yang sudah duduk dari tadi di sofa ruang tengah.

Koki tertunduk lesu. Pengasuh bayi terdiam dengan tatapan kosong. Tukang kebun merapal doa, berharap semua baik-baik saja. Ada seorang lelaki di dekat mereka. Tempat mereka rapat seperti biasa. Kali ini bukan rapat, tetapi sidang. Seorang petugas berbadan kekar duduk di depan mereka.

"Istriku, kenapa kau pergi?" pekik tuan di depan pintu kamar. Seorang petugas menahannya masuk. Proses pemeriksaan jenazah dan tempat kejadian perkara sedang berlangsung. Tidak ada seorang pun diperbolehkan mendekati jenazah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun