Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tukang Cukur

28 Januari 2021   10:06 Diperbarui: 28 Januari 2021   10:51 1520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari berganti hari, saya tumbuh besar. Di rumahnya, saya dilatih mencukur rambut. Bersama beberapa teman sebaya yang juga dipungut dari jalanan, lelaki gemulai yang lebih suka dipanggil Mbak itu sabar sekali melatih kami yang bebal-bebal ini.

"Kamu harus hati-hati ya ketika mencukur rambut. Ingat, kamu memegang kepala. Tidak semua orang suka dipegang kepalanya. Kepala adalah tanda kehormatan. Karena itu, perlahan dan harus perlakukan baik semua kepala yang kamu pegang!" katanya sembari tangannya bergerak lihai, menunjukkan cara memotong rambut sesuai model terlaris saat itu. Mendengar perkataan itu, saya sekilas teringat perlakuan Bapak.

Di rumahnya yang tidak terlalu luas, Mbak membuka usaha cukur rambut untuk pelanggan laki-laki dan perempuan. Di luar kami, pekerjanya tidak banyak. Beberapa sama gemulainya dengan Mbak, sama pula terampilnya. Jujur, saya agak risi, tetapi mengingat kebaikan Mbak yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya dari orang yang disebut keluarga, saya nyaman-nyamankan diri saya.

Setiap malam seusai bekerja, Mbak mengumpulkan kami semua. Di tengah pembagian upah mencukur rambut, kami makan malam dengan nasi dan lauk sederhana yang Mbak telah persiapkan pagi-pagi buta. Iya, kesibukan dan keramaian sepanjang hari di rumah itu membuat Mbak tidak sempat masak di siang hari.

Karena tidak enak terus-terusan merepotkan, dan semakin besar saya ternyata semakin risi, saya diam-diam meninggalkannya. Sebagai ucapan terima kasih, saya lampirkan surat di atas meja pangkas dengan selipan beberapa lembar uang yang saya kumpulkan dari upah memangkas.

"Terima kasih ya Mbak atas bantuan selama ini. Sepertinya, saya tidak berhak lagi mendapatkan kebaikan yang begitu luar biasa. Maafkan atas segala kesalahan saya dan sungguh merupakan sebuah kebahagiaan bisa bersama Mbak selama ini."

Entah, saya tidak tahu reaksi Mbak setelah itu. Apakah dibaca atau disobek surat saya, apakah saya dianggap anak durhaka tidak tahu berterima kasih, saya tetap mencatat Mbak sebagai salah satu orang baik dalam hidup saya.

Saya memutuskan kembali ke jalanan. Saya ingin berjuang dan tidak mengandalkan orang. Berbekal uang sisa tabungan dan ilmu cukur dari Mbak, saya memberanikan diri membuka usaha cukur rambut di tengah kota, tepatnya di bawah salah satu pohon rindang dan tua sebelah kuburan.

Saat itu, saya hanya perlu membeli cermin, beberapa gunting baik kecil maupun besar, handuk, bedak pembersih, selembar gambar berisi beragam contoh model rambut yang diperankan model yang masih misteri sampai sekarang siapa mereka, dan tidak lupa bangku bakso sebagai modal.

Untuk jasa pelayanan dengan fasilitas seadanya itu, tentu saya tidak mematok harga tinggi-tinggi. Tetapi jangan salah, itu tidak berlaku untuk kualitas rambut yang saya ciptakan. Terbukti, banyak pelanggan mengantre ketika siang hari, merelakan rambutnya dipotong di bawah kuasa tangan saya.

Mulai dari anak sekolah, pekerja lepas, hingga pejabat kota ternama, semua pernah menikmati jasa saya. Saya hanya tahu sebagian bahwa mereka suka dengan rambut barunya, karena mereka bicara dan sempat saya tanya. Selebihnya, mungkin sejuknya oksigen segar dan rimbunnya dedaunan pohon beringin beserta sesekali angin sepoi-sepoi yang terasa dingin, berhasil mempertahankan mereka tetap bercukur di tempat saya. Berulang kali minimal sebulan sekali, mereka mendatangi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun