Mohon tunggu...
Pencari Kebenaran Agama
Pencari Kebenaran Agama Mohon Tunggu... -

saya menyukai paham zionis ttapi bukan berarti saya zionis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mukti Ali Membunuh Dewa Gilang Tanpa Sengaja

8 Juni 2012   13:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:14 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dewa Gilang pun hanya terdiam mendengar cerita ibunya. Air matanya menetes perlahan. Ia coba tahan tetapi ia menjadi sangat sedih ketika melihat wajah ayahnya yang dulunya ceria sekarang jadi pendiam. Ia merasa sangat bersalah atas perubahan ayahnya tersebut.

Karena tidak tahan mendengar cerita ibunya, Gilang pun pergi keluar rumah tanpa meminum teh yang telah disajikan ibunya.

Gilang pergi ke pasar tradisional tempat di mana ayahnya biasa berdagang. Ia melihat kalau tempat ayahnya berdagang telah diisi oleh orang lain. Dewa Gilang pun duduk di tempat tersebut yang telah menjadi kedai nasi sambil memperhatikan aktivitas orang-orang di pasar.

Terdengar piring pecah.

"Dasar anak kurang ajar, berani-beraninya kau lawan ayahmu", teriak seseorang.Teriakan tersebut rupanya berasal dari kedai nasi tempat dia duduk. Teriakan itu juga dibarengi dengan lemparan beberapa piring kaca dan ada seorang pemuda yang sebaya Dewa Gilang lari keluar kedai. Pemuda tersebut ternyata anak pemilik kedai yang sedang dimarahi ayahnya karena melawan ayahnya yang sudah tua. Tak jauh pemuda itu lari keluar kedai, ia kembali masuk ke dalam kedai dengan membawa sebuah potongan piring kaca yang dia kutip dekat kakinya. Ia pun melewati Dewa Gilang menuju ayahnya.

Dewa Gilang pun bingung dengan pikiran yang negatif. Ia takut kalau pemuda tersebut malah membunuh ayahnya karena si pemuda memegang sebuah pecahan kaca dengan geramnya.

"Jangan bro", teriak Dewa Gilang sembari mencoba mengejar pemuda tersebut untuk merangkulnya agar tidak mendekati ayahnya. Namun, tiba-tiba Dewa Gilang tersandung sebuah kayu kaki meja yang membuatnya jatuh mendekati pemuda tersebut. Dengan refleks pemuda tersebut pun berusaha menangkap Dewa Gilang. Akan tetapi Dewa Gilang lebih dahulu jatuh ke tanah dan lehernya tersayat pecahan piring yang dipegang pemuda tersebut. Dengan cepat, darah mengalir dari leher Dewa Gilang. Pemuda dan orang-orang di sekitar tersebut langsung membawanya ke rumah sakit. Terlihat di tanah telah ada tetesan-tetasan darah Dewa Gilang.

Sesampai di rumah sakit, Dewa Gilang telah kehabisan darah karena lukanya cukup lebar dan di bagian leher pula. Sebelum dokter datang Dewa Gilang telah meninggal. Kabar tersebut langsung menghebohkan keluarga Dewa Gilang yang dengan segera menuju rumah sakit tempat Dewa Gilang berada.

Rumah sakit pun penuh suara tangisan. Tangisan keluarga Dewa Gilang dan tangisan keluarga pemuda tersebut. Ayah pemuda itu menceritakan peristiwa tersebut kepada keluarga Dewa Gilang diiringi tangisan.

Setelah pemakaman Dewa Gilang, ayah Dewa Gilang memeriksa barang-barang Dewa Gilang yang masih dalam sebuah tas. Rupanya Dewa Gilang belum sempat memindahkan barang-barangnya ke dalam lemari. Dalam tas tersebut hanya ada beberapa helai pakaian Dewa Gilang dan terselip sebuah surat.

Surat buat ayahku, sumber hidup dan darahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun