Maaf, aku terlalu egois untuk tidak berkata "aku mencintaimu". Aku yang selama ini terlalu takut untuk jatuh cinta, membuat logikaku mengingkari hatiku sendiri.
Maaf, aku terlalu pengecut untuk berjuang. Berulang kali perjuanganku kandas di tengah jalan, yang akhirnya membuatku benar-benar merasa ketakutan.
Aku melihatmu menerka. Aku merasakan kekuatanmu mengetuk pintu hatiku. Di setiap sorot matamu, aku merasakan hal yang berbeda, seolah ada sebuah tempat yang selama ini aku cari.
Maaf, mungkin tak terkira kecewamu kepadaku, hingga kau benar-benar marah dan memutuskan untuk mengusirku. Aku sendiri bertanya, kenapa aku bisa sekejam ini padamu.
Maaf, aku selalu melakukan pembenaran atas luapan protesmu. Ingin sekali aku berkata "tapi", namun aku sudah lupa, sudah berapa banyak aku berkata "tapi" untuk setiap pembenaran yang aku lakukan.
Dengarlah, sayangku. Di dalam hati kecil ini aku selalu menginginkanmu, mewujudkan mimpi yang pernah kita bicarakan, hidup bahagia bersama bayi-bayi mungil, anjing-anjing lucu, dan kucing-kucing yang menggemaskan.
Aku ingat, kau selalu berprasangka padaku. Mengira aku adalah lelaki brengsek, menerka bahwa aku tak layak mendapatkan ketulusanmu.
Benar, manisku. Aku terlalu brengsek karena rasa takutku. Aku terlalu brengsek karena keegoisanku. Aku terlalu brengsek untuk setiap rasa kecewamu.
Sampai detik ini aku masih ingat padamu, ingat tentang cerita tentang kita yang absurd nan lucu, masih ingat tentang bagaimana kamu memperlakukan aku layaknya seorang raja.
Hapuslah air matamu, kasihku. Ketahuilah, aku selalu mohon maaf di balik sikap introvertku.