Gen Z Lebih Memilih Nikah Sederhana di KUA?
Generasi muda saat ini, khususnya Gen Z, memiliki cara pandang yang berbeda tentang pernikahan. Kalau dulu pesta megah dianggap harga mati, kini banyak Gen Z lebih memilih menikah sederhana, bahkan cukup di Kantor Urusan Agama (KUA).
Pilihan ini bukan berarti mereka tidak menghargai sakralnya pernikahan. Justru sebaliknya: mereka menyadari bahwa pernikahan adalah tentang perjalanan panjang setelah akad, bukan sekadar kemeriahan beberapa jam di pelaminan.
Namun, keinginan ini sering berbenturan dengan kenyataan, gengsi orang tua, adat istiadat setempat, hingga tekanan sosial yang masih menilai pernikahan sederhana sebagai sesuatu yang "memalukan." Padahal, pesta yang meriah bukan jaminan rumah tangga akan bahagia.
Bagi Gen Z, menyimpan uang untuk kebutuhan nyata setelah menikah jauh lebih penting daripada memuaskan pandangan orang lain.
Pesta Pernikahan: Sehari, Hidup Berumah Tangga: Seumur Hidup
Banyak pasangan masih terjebak pada ilusi bahwa pernikahan harus dirayakan dengan megah. Gedung mewah, dekorasi spektakuler, gaun glamor, hingga undangan ratusan atau ribuan orang. Tidak jarang, pesta ini menghabiskan tabungan bertahun-tahun, bahkan membuat pasangan atau keluarga terpaksa berutang.
Padahal, pesta hanya bertahan sehari. Setelah musik berhenti dan tamu pulang, pasangan tetap harus menghadapi realita rumah tangga: biaya hidup, cicilan, hingga kebutuhan anak di masa depan.
Gen Z mulai jenuh dengan siklus ini. Mereka tidak ingin bahagia sehari lalu pusing bertahun-tahun. Karena itu, menikah sederhana di KUA terasa lebih masuk akal, akad tetap sah, janji tetap terucap, tapi dompet tidak terkuras habis hanya untuk gengsi.
Gengsi Orang Tua dan Tekanan Adat: Hambatan yang Paling Berat
Sering kali, masalah bukan berasal dari pasangan itu sendiri, melainkan dari orang tua dan lingkungan.
Kalimat yang sering terdengar:
"Kalau cuma nikah di KUA, nanti dikira gak mampu."
"Apa kata tetangga kalau kita gak bikin resepsi?"
"Adat harus dijalankan, jangan sampai keluarga malu."
"Kamu itu anak pertama, perempuan lagi!."
Tekanan semacam ini membuat banyak Gen Z terpaksa mengikuti arus, meski hati kecil mereka lebih memilih sederhana. Ironisnya, yang menikah adalah pasangan muda itu sendiri, tapi yang lebih sibuk mempertahankan gengsi adalah orang-orang di sekitarnya.
After Wedding Lebih Menentukan daripada Before Wedding
Banyak keluarga masih menitikberatkan persiapan pada before wedding, gaun pengantin, dekorasi, foto prewedding, catering, hingga souvenir. Semua hal itu penting, tapi tidak ada yang menjamin keberlangsungan rumah tangga.
Kehidupan nyata justru dimulai setelah pesta selesai. Saat tamu sudah pulang dan lampu gedung dimatikan, pasangan baru itu akan berhadapan dengan hal-hal berikut:
- Tagihan listrik, air, dan kebutuhan harian.
- Biaya kontrakan atau cicilan rumah.
- Perabotan rumah tangga yang ternyata masih banyak kurang. Dana darurat untuk kesehatan atau kejadian tak terduga.
Gen Z cenderung lebih realistis, mereka memandang after wedding jauh lebih menentukan daripada before wedding. Karena itu, mereka lebih memilih menyimpan uang untuk kebutuhan nyata ketimbang habis di pesta.
Uang Lebih Berguna untuk Hal yang Berjangka Panjang
Banyak Gen Z berprinsip, lebih baik menginvestasikan uang ke hal yang punya dampak jangka panjang daripada pesta satu malam. Misalnya,
- Honeymoon sederhana tapi bermakna. Tidak harus ke luar negeri, bisa ke tempat yang benar-benar memberi pengalaman bersama.
- Tabungan rumah. Meski kecil, cicilan rumah atau kontrakan jelas lebih bermanfaat dibanding dekorasi bunga yang layu sehari setelah pesta.
- Perabotan dasar. Kasur, lemari, kompor, atau kulkas, barang-barang yang justru membuat hidup sehari-hari lebih nyaman.
- Dana darurat. Tidak ada yang bisa menebak masa depan. Memiliki cadangan dana akan membuat pasangan lebih tenang menghadapi kemungkinan buruk.
Dengan begitu, pernikahan bukan hanya perayaan cinta, tapi juga persiapan matang untuk hidup bersama.
Sederhana Bukan Malu
Salah satu stigma terbesar adalah menganggap menikah sederhana sebagai tanda "tidak mampu" atau "memalukan."
Berani menolak tekanan sosial dan fokus pada apa yang benar-benar penting bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan.
Gen Z ingin mengubah narasi ini, pernikahan sederhana bukan berarti cinta yang sederhana. Justru, cinta yang kuat tidak perlu pembuktian lewat pesta besar-besaran yang mewariskan hutang setelahnya.
Mereka paham bahwa rumah tangga bahagia tidak lahir dari sorotan lampu pesta, melainkan dari kerja sama, komunikasi, dan kesiapan menghadapi realita hidup.
Tradisi Bisa Dihormati Tanpa Harus Membebani
Banyak yang menganggap memilih menikah sederhana berarti menolak tradisi. Padahal, menghormati tradisi bisa dilakukan dengan cara lain.
Misalnya: tetap melakukan akad dengan khidmat, tetap melibatkan keluarga dalam prosesi penting, tetap menjaga nilai budaya, tapi tanpa harus membebani finansial pasangan.
Tradisi seharusnya membawa kebahagiaan, bukan utang. Bila adat membuat pasangan tercekik, bukankah sebaiknya adat itu ditinjau ulang? Gen Z berusaha menegaskan bahwa tradisi harus fleksibel mengikuti zaman, bukan sebaliknya.
Gen Z memilih menikah sederhana bukan karena pelit, bukan karena anti tradisi, melainkan karena mereka lebih realistis. Mereka tahu bahwa pesta hanya sehari, tapi rumah tangga adalah seumur hidup.
Mereka ingin menyimpan uang untuk rumah, kebutuhan pokok, hingga dana darurat, bukan untuk memuaskan gengsi tetangga. Mereka ingin menghargai tradisi, tapi tidak ingin jadi korban tradisi.
Kini saatnya orang tua dan masyarakat membuka mata bahwa pernikahan bukan tentang memamerkan kemewahan, melainkan tentang kesiapan membangun masa depan.
Karena sesungguhnya, menikah sederhana bukan tanda kekurangan, ia adalah tanda keberanian. Keberanian untuk berkata,
"Kebahagiaan kami tidak ditentukan oleh sorak sorai pesta, tapi oleh langkah kami menata hidup setelahnya."
Juga tentu saja, bukan berarti pesta pernikahan salah. Merayakan dengan meriah sah-sah saja, asalkan benar-benar mampu dan tetap mengutamakan persiapan setelahnya. Karena pesta hanyalah awal, sementara rumah tangga adalah perjalanan panjang yang butuh kesiapan lebih dari sekadar dekorasi dan undangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI