Oiya, usaha kuliner somay mas Nur ini merupakan usaha keluarga dan turun-temurun dilakukan bersama-sama. Somay mas Nur ini juga gak buka cabang di tempat lain lho. Jadi kalo yang pingin nyicipin somay legend Cikini ya mau gak mau harus datang ke Cikini atau bisa juga pesan langsung melalui telepon.
Somay mas Nur ini menurut saya relatif terjangkau lho. Satu porsi yang berisi 5 potong aneka somay ini dibandrol harga hanya 15ribu aja. Kita bisa pilih sendiri jenis somay apa aja yang kita suka, ada somay ikan, pare, kol, kentang, otak-otak, tahu.Â
Satu porsi yang saya pesan berisi 3 buah somay ikan, 1 buah kol dan 1 buah pare dengan guyuran kuah kacang yang gak tanggung-tanggung. Beda lho dengan tukang somay kebanyakan yang ngasih kuah kacangnya kayak ragu-ragu gitu.
Kalau dari rasa, bolehlah diadu dengan somay lain dengan harga diatasnya. Rasa ikan yang ada di somaynya tuh berasa banget, kol dan parenya juga masih berasa renyah gak kelamaan dikukus dan parenya itu lho gak pait. Buat saya sih somay mas Nur ini rekomended, selain murah juga bikin kenyang, karena ukuran somaynya juga cukup besar.
Puas makan somay mas Nur, saya, mbak Diah dan mbak Yayat melipir lagi mencari jajanan lain. Targetnya sih empek-empek, tapi sayangnya kami gak beruntung. Gak kami temukan pedagang empek-empek di sana. Entah tidak berjualan karena libur atau memang tidak berjualan lagi karena pandemi.
Akhirnya kami melipir ke warung burcik (bubur ayam Cikini) yang kebetulan juga gak begitu jauh dari gerobak somay mas Nur. Pilihan saya jatuh ke martabak telor yang juga satu tempat dengan burcik.Â
Martabak dua telor saya pesan dengan harga 32ribu. Ternyata walaupun burcik ini cukup terkenal tapi justru awalnya tuh bapak H. Sulaeman ini berjualan bubur ayam dan berkembang berjualan martabak juga.