Mohon tunggu...
Herman Efriyanto Tanouf
Herman Efriyanto Tanouf Mohon Tunggu... Penulis - Menulis puisi, esai, artikel lepas

Founder dan Koordinator Komunitas LEKO Kupang

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Musim-musim Air Mata

26 Januari 2019   15:01 Diperbarui: 26 Januari 2019   15:15 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Diolah dari Pixabay

Di mana-mana ada air mata. Menyata dalam aksara berwajah curah. Tiga belas jam lalu aku menjumpai orang-orang berkeluh. Ada juga kekasih-kekasihku, datang dalam genggam air mata. Sadis, terlampau. Suara dimusuhi. Hanya sayu dan isyarat di kelopak-kelopak basah. Kusambut dengan tanya dan tuah. Jawab mereka ialah sembap yang sama. Bulir-bulir itu makin tumpah. Tepat di dada, meresap ke rongga-rongga. Mengalir lalu mengubang di sukma. Ratap amat megah melebihi Romeo kepada Juliet, juga aku padamu. Perlu kau tahu, ada saat dimana cinta menjelma tinja. Nikmat hanyalah milik alfa, sedang omega dimangsa terenyuh.

Dan

Untuk kesekian kalinya amarah ialah sutera, mampu menghapus kuyup. Di kelopak, di dada, di sukma, di jiwa, di segala celah yang sempat disinggahi air mata. Kepada orang-orang dan kekasih-kekasihku, dikutuk. Bahwa esok dan mungkin selamanya cinta ditopang amarah. Hingga kelak musim-musim itu datang lagi, tak ada lemau. Wajah-wajah akan memerah setiap kali cinta disangkal. Juga bagi air mata, telah disediakan tempat paling nyaman. Ialah wadah di toilet para penyangkal, mereka yang senantiasa menyembur musim-musim air mata. Tiga belas jam setelahnya, ada amarah di mana-mana.

Insaka, 2018/2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun