"Aduh kacau Dila, mereka datang. Harus bagaimana ini??"Â
"Katanya jam 10. Ini baru jam 9 malam. Duh lelaki sialan!!" geram Dila bercampur sewot.Â
Tanpa memikirkan ganti baju dan sekalian saja lebih terbuka, Dila menyongsong pintu atas persetujuan Zulaikha.
Pintu kamar berderit. Dua orang pria masuk. Cukup tua, satu pria menyongsong dengan senyum birahi dan mata menjilat.
Dila kerap tak menyukai ekspresi itu. Tapi keprofesionalannya menyemai ketidaksetujuan. Kesegaran atas semua kesenangan yang akan diraih itu telah membentuk candu nominal. Dila pun membalas senyum dan segera memegang lembut lengan seorang.
"Masuk, Om?"
Di atas kasur Zulaikha membalik badan agar tampak lebih anggun lalu menatap mesra dengan bibir merah delima terbuka. Mengamati sekilas. Satu pria setengah tua sudah jadi milik Dila. Pria di belakang yang mengenakan topi itu enggan masuk. Malu mungkin melandanya.
Paham dengan hal itu Zulaikha berdiri lalu melenggang seperti angsa. Mendekati pria bertopi dengan ekspresi merayu.
Dila cuek saja dengan itu. Toh para dara punya taktiknya masing-masing. Dila segera membawa satu pria dalam gandengannya ke pinggir kasur dekat dinding dan meja rias.Â
Zulaikha merapat ke pria satunya. Dia ulurkan tangan. Sang pria enggan menciumnya.
"Saya cuma mengantar kawan, Neng?"