Persoalan ujaran kebencian masih menjadi hal yang harus diselesaikan oleh kita semua. Setelah perhelatan politik, ternyata tetap saja tidak menyurutkan beredarnya ujaran kebencian di media sosial.Â
Ketika pilkada DKI Jakarta lalu pemilihan presiden, telah melahirkan berbagai macam kebencian di dunia maya. Banyak orang yang ditetapkan menjadi tersangka karena pencemaran nama baik.Â
Banyak orang saling berseteru karena terprovokasi oleh perbedaan politik. Banyak orang yang terdiskriminasi, karena menjadi minoritas dan berbeda pandangan politik. Â
Narasi radikalisme ini terus berkembang seperti jamur di musim hujan. Dalam kondisi apapun, selalu saja ada hoaks dan kebencian. Bahkan, ketika Indonesia sedang dilanda bencana alam, banjir atau yang lainnya, ada saja yang yang secara sengaja menyebarkan hoaks di masyarakat.Â
Di masa pandemi ini, juga masih saja ada oknum masyarakat yang ditangkap karena menyebarkan berita bohong. Pola-pola ini memang seringkali dilakukan oleh kelompok radikal. Tujuannya adalah untuk mendiskreditkan pemerintah.
Nah, di masa pandemi ini, narasi yang ditujukan untuk menyerang pemerintah masih saja sering muncul. Mulai pemerintah dianggap tidak bisa menangani covid, pemerintah tidak berpihak pada kaum muslim karena membatasi aktifitas di masjid.Â
Pemerintah dianggap tidak peduli, tidak ini, tidak itu, semuanya bernuansa negatif. Sebenarnya, kritikan itu bisa ditujukan kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Bahkan untuk pemerintah sekalipun.Â
Sepanjang kritikan tersebut membangun, dan berujuan baik untuk kepentingan masyarakat, dan dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan tentu tidak masalah. Yang menjadi persoalan adalah jika kritikan itu dilakukan dengan cara yang tidak benar, dan dilandaskan pada hoaks dan ujaran kebencian.
Media sosial semestinya memang digunakan untuk urusan yang baik. Di masa pandemi ini, media sosial akan jauh lebih bermanfaat untuk saling menggalang bantuan, menggalang donasi, saling menguatkan dan menebar bibit perdamaian.Â
Media sosial bisa digunakan untuk menyebarkan nilai-nilai kearifan lokal, agar bisa menjadi filter terhadap informasi yang menyesatkan. Media sosial juga bisa digunakan untuk menyebarkan informasi yang inspiratif, agar kita bisa survive di tengah pandemi ini.
Jika media sosial terus digunakan untuk menyebarkan hoaks, tentu sangat disayangkan. Mari kita tularkan kearifan lokal yang diadopsi dalam Pancasila. Mari tularkan nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai musyawarah dan nilai keadilan kepada siapa saja. Jika kita bisa mengimplementasikan sila pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima.Â