Nyawa Hidup di Ujung Tanduk Malaikat Kematian Memeluk
Seseorang seperti menanti ajal
duduk meringkuk
tak kuasa menopang
ringkih raganya
Hanya tulang dibungkus kulit
menunggu detik-detik
hela nafas penghabisan
menutup rapat pintu usia
Serta kelopak mata
tak lagi membuka.sebab
telah kenyang menjilat nestapa
merangkainya menjadi
Karangan bunga derita
dipancangkan di belahan dunia
di tanah papa di raga-raga yang erat
memeluk busung lapar
Dan tak jauh darinya
burung bangkai dengan
sorot mata liar dan nanar
seakan gusar dan tak sabar
Menanti pesta makan besar
di tanah yang orang-orangnya
berpakaian tak ubahnya perca
yang rintihnya sayup-sayup sampai
Di ujung gendang telinga dunia
tak sampai dalam merasuk
kian hari kian mempertontonkan
deret tulang iga bertonjolan
Seakan ingin berteriak
mengoyak dan merobek
lembar kenyataan terpampang
perihal kehidupan yang timpang
Sementara di sudut lain
sepasang mata lebih memilih
sibuk mengabadikan gambar
potret realita perihal
Sekerat pilu seiris ngilu
bukan meraih lengan
atas nama kemanusiaan
tapi malah menjajakan gambar mati