Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Nyawa Hidup di Ujung Tanduk Kematian Memeluk

11 Februari 2023   07:27 Diperbarui: 11 Februari 2023   07:30 334 16
Nyawa Hidup di Ujung Tanduk Malaikat Kematian Memeluk

Seseorang seperti menanti ajal
duduk meringkuk
tak kuasa menopang
ringkih raganya

Hanya tulang dibungkus kulit
menunggu detik-detik
hela nafas penghabisan
menutup rapat pintu usia

Serta kelopak mata
tak lagi membuka.sebab
telah kenyang menjilat nestapa
merangkainya menjadi

Karangan bunga derita
dipancangkan di belahan dunia
di tanah papa di raga-raga yang erat
memeluk busung lapar

Dan tak jauh darinya
burung bangkai dengan
sorot mata liar dan nanar
seakan gusar dan tak sabar

Menanti pesta makan besar
di tanah yang orang-orangnya
berpakaian tak ubahnya perca
yang rintihnya sayup-sayup sampai

Di ujung gendang telinga dunia
tak sampai dalam merasuk
kian hari kian mempertontonkan
deret tulang iga bertonjolan

Seakan ingin berteriak
mengoyak dan merobek
lembar kenyataan terpampang
perihal kehidupan yang timpang

Sementara di sudut lain
sepasang mata lebih memilih
sibuk mengabadikan gambar
potret realita perihal

Sekerat pilu seiris ngilu
bukan meraih lengan
atas nama kemanusiaan
tapi malah menjajakan gambar mati

Nyawa hidup.yang di ujung tanduk
hingga malaikat kematian
datang memeluk tubuh meringkuk
dan ia pun dihantui bayang-bayang

Penyesalan seumur hidup
di sela liuk tarian debu
serta di antara kusut masai
wajah kusam papa

Maka berpesta-poralah
burung bangkai nan lapar
dan semua pun usai
disaksikan dua mata telanjang

Pengabadi gambar
yang nuraninya dirogoh
dan ditaruh di saku baju
ditimbun bisu sampai akhir waktu

H 3 R 4
Jakarta, 11/02/2023

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun