Hati Mang Oon semakin berdebar menunggu detik buka puasa.Â
Memangnya Mang Oon mau ngapain sih? bukber?.
 Atuh bukber aja pake deg-degan, biasa aja keles....
Eh pemirsa,Â
Ke Pasar Malam Naik Komidi Puter
Ini Bukan Sembarang Bukber
Buka bersama kali ini begitu istimewa bagi Mang Oon, karena hari ini pertama kalinya, Orin, sang pujaan hati mau diajak makan bersama. Sudah berbulan-bulan dia mengajaknya, namun selalu ditolak.Â
"Maaf, masih praktikum. Sori mas, ada rapat himpunan. Loh, minggu depan ada baksos di masjid Salman. Kapan-kapan aja ya?" begitu selalu jawaban Orin ketika diajak makan bersama, sebelum bulan puasa.Â
Sebenarnya mang Oon rada curiga juga. Ini beneran sibuk ataukah Orin menolakku secara halus? begitu suara bisikan hatinya.
Namun, bukan Mang Oon namanya kalau mudah menyerah.
 Walaupun hanya berbekal kartel gesek (kartu telepon) di telepon umum, dia rajin mengirimkan kabar dan mengajak Orin untuk kopdar. Dia sabar banget ketika pulsa kartelnya harus menipis karena Orin lama sekali datangnya ketika di telepon. Jaman tahun 1997-an belum ngehits itu namanya hape. Kalaupun ada ya, mahalnya minta ampun. Mang Oon menelepon dari telepon umum ke telepon rumahnya ibu kos dari Orin. Karena nelpon ke rumah  ibu kos, ya konsekuensinya tidak bisa langsung nyambung. Biarpun sudah terdengar suara mbok Nah berteriak memanggil, "mbak Oriin, telepooon!". Tetep aja kudu sabar nunggu telepon diangkat lagi sampai beberapa menit. Karena ruangan kos Orin ada di lantai atas. Belum kalau Orin lagi mandi, alamat wassalam deh kartel habis hanya untuk nunggu.Â
Sampai akhirnya, hari itu, Â Mang Oon girang bukan main ketika tawarannya untuk buka puasa bersama, diiyakan oleh Orin.Â
"Oke, aku jemput jam 4 sore ya," kata Mang Oon ketika mengakhiri pembicaraanya terakhir di telepon. Dan tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Dengan berpakaian senecis mungkin, Mang Oon menuju tempat kos Orin dengan gagah berani. Cekatan sekali dia melambaikan tangan kanannya, menghentikan angkot Cisitu Tegalega.Â
Tunggu.Â
Angkot?
Iya, angkot. Kenapa? ada masalah?
Ah tidak, lanjutkan deh.Â
Hampir 45 menit kemudian, angkot sudah berhenti di tepi jalan Taman Hewan Bandung. Walau lemas karena tadi nggak sempat sahur, Mang Oon tetap semangat berlari menapaki jalan yang menurun tajam menuju tempat kos Orin. Sebutlah ini namanya juga perjuangan mencari jodoh, ya kan.Â
Orin ternyata sudah siap menunggu di depan pintu ruangan kosnya, di lantai atas. Pas ketika Mang Oon ada di depan pagar, dia memberikan isyarat agar tidak usah memencet bel. Orin saja yang sigap menuruni pagar besi berputar dan keluar. Dia tidak mau, si Boy, anjing pudel milik tetangga ibu kos menyalak keras dan membuat keributan. Tuh pudel, sensitif banget dengan suara bel soalnya.
Sesaat kemudian, Orin dan Mang Oon berjalan beriringan, menapaki jalan yang menanjak naik dan curam menuju tepi jalan untuk menyetop angkot.
Loh, kok angkot lagi sih?Â
Aduh, sudah dong. Taksi nggak mudah di cari di Bandung waktu itu. Nggak bisa ditelepon. Kudu nyari dekat stasiun atau tempat umum lain. Untuk cerita ke depan, mohon lebih akrab dengan penggunaan angkot ya, sepakat?
Di angkot, mereka tidak banyak bicara. Iya lah, namanya baru kenalan. Baru pedekate.Â
Mang Oon yang dasarnya pendiem, bingung mau ngomong apa. Sebenarnya banyak yang berkecamuk di dalam hatinya, namun itu prosesor pengolah kata di otaknya kurang cepat turun menjadi kalimat verbal. Jadinya pelampiasannya cuma sibuk dengan jari-jari tangannya sendiri. Sementara, Orin, yang duduk di bangku depannya belagak cuek dan asik membaca novel tebal yang sudah dibawa dari tadi. Orin pun tak bertanya akan diajak bukber dimana. Mang Oon mau bertanya saja, mulutnya buka nutup, buku nutup nggak jelas.Â
Akhirnya diam-diam dia memutuskan sendiri akan makan dimana. Dia yakin dengan pilihannya. Memilih tempat makan yang keren, supaya jadi kenangan bukber pertama tak terlupakan bagi Orin. Â
Sekitar jam 4 lebih, Mang Oon dan Orin sudah sampai di depan Hokben di daerah jalan Braga, Bandung.Â
Walau nervous luar biasa, Mang Oon berjuang sekuat tenaga menampilkan performa santai di depan Orin. Tak lupa dia mempraktekkan tips menghormati perempuan ala film bioskop, yaitu menarikkan kursi dan menyediakannya untuk sang perempuan.Â
Orin, dengan wajah lempeng saja, lalu duduk. Novelnya disimpan di dalam tas ranselnya, yang mirip tas ransel anak SD. Wajahnya sibuk menatap ke depan. Membaca banner bertuliskan deretan menu yang tersaji di Hokben. Sesama anak kos akan tahu apa yang terbesit di hati Orin. "Makan apa ya enaknya? hmm itu? itu? yang mana ya? itu kayaknya enak deh. Mumpung dibayarin nih. Tapi masak iya mesen dua menu. Keliatan rakusnya dong." ituu aja yang berputar-putar sendiri di hati Orin. Sampai akhirnya Mang Oon bertanya,Â

Mang Oon yakin pilihannya tepat. Isi paket Omiyage ini lengkap juga.
 Omiyage ber-4 terdiri dari 4 Ebi Fried, 6 Egg Chicken Roll, 1 Chicken Katsu, 1 Porsi Beef Yakiniku/Teriyaki, 4 nasi, 4 acar, 4 mayonaise, saus sambal dan Edamame. Sementara Omiyage ber-6 terdiri dari menu yang sama, hanya jumlah per item makanannya lebih banyak seperti yang tampak di foto.Â
Sambil menunggu buka puasa, Mang Oon mencoba membuka obrolan. Namun ya gitu lagi, saking gugupnya dia bukannya ngomong, malahan iseng mainin sumpit yang sudah disediakan di meja Hokben. Klek!! sebuah sumpit malah patah jadi dua. Mang Oon makin nervous.Â
Bukan, bukan nervous mikirin harga paket Omiyage yang dipesannya tadi. Kalau itu dia sudah tahu detil harganya. Dan total pembeliannya masih bisa menyelamatkan hajat hidup dompetnya sampai sebulan kedepan. Dia sudah menabung jauh-jauh hari, bahkan sejak kuliah. Menabung demi bisa menraktir calon jodohnya sampai berhasil menikahinya kelak dengan hal yang paling keren di muka bumi ini.
Orin rupanya tanggap dengan ke-nervous-an Mang Oon ini.Â
Mendadak ada perasaan adem menyelinap di hatinya.
 "Nih cowok pasti bukan playboy. Pengen ngomong aja bikin sumpit patah. Nggak mungkin dia mainin wanita, banyak nggombal dan bikin hati patah.". Â
Demi juga sebagai rasa terima kasih karena diundang makan gratisan di Hokben, tempat yang dia sendiri belum pernah datangi waktu di Surabaya, maka Orin mengajukan diri sebagai penceria suasana. Dengan ringan dia bercerita pengalaman lucunya waktu Ospek di kampus yang ada di jalan Ganesha. Bagaimana dia harus lari setiap pagi, menerjang jalanan Taman Hewan menuju jalan Ganesha yang baunya pesing karena banyak air kencing kuda. Kuda yang selalu ada dan berkeliaran di sepanjang jalan Ganesha. Kuda wisata, kuda yang disewakan kepada anak-anak kecil yang mengunjungi Taman Hewan atau Kebun Binatang Bandung yang ada di dekat kampus ITB, jalan Ganesha.Â
Mang Oon manggut-manggut dan tersenyum menanggapi cerita Orin. Hatinya lega, insiden sumpit patah nggak bikin si Orin jadi illfeel padanya. Sampai akhirnya beduk Maghrib terdengar. Selesai membatalkan puasa, lanjut sholat dulu di musholla, mereka pun menikmati paket Omiyage dengan gembira.Â
Entah karena rasa makanan di menu Omiyage Hokben yang terlalu enak untuk anak kos-kosan, Orin merasakan hatinya jadi melayang-layang.Â
"Kebayang kalau bisa diajak makan beginian tiap hari ya? enak kali ya?. Eh, makan tiap hari? emang pengen ditraktir setiap hari? aduh, emang kamu apaan sih, Rin?. Loh, gimana? kamu mau makan enak tiap hari? ya pilihannya cuma dua. Lu, kerja keras dulu atau lu kawin sekarang. Hah?kawin? maksudnya?" suara-suara berisik di hati Orin saling bersahutan seperti suara artis Sinetron yang lagi di zoom wajahnya dengan peran antagonis, dan alis naik turun.
Sampai akhirnya tiba-tiba Mang Oon mengatakan sesuatu yang membuat Orin kaget bukan kepalang.Â
"mm.. Orin, aku mau bilang sesuatu, kamu mau nggak jadi istriku? maukah menikah denganku?"
jeder... Orin keselek nggak karuan demi mendengar kalimat mang Oon barusan.Â
Aku...aku...lagi dilamar?
Ini..ini nggak ada kamera tersembunyi kan? bukan acara reality show di  televisi "Melamar" itu kan?
Kok,kok, aku dilamar di hari pertama diajak makan-makan?
Kok, dia tahu suara hatiku tadi.Â

"Loh, mama ketiduran ya? udah jam berapa? mama kok nggak dibangunin sih dek. Mama kan belum masak buat buka puasa. Loh, ini sudah 15 menit lagi buka puasanya, aduh gimana ini," tanpa babibu lagi Aku langsung bangkit dari kursi jati panjang tempatku ketiduran setelah seharian mengedit code HTML website yang sedang dibuat.Â
"mamaa!!! "
"Bapak sudah bawa makanan nih," kata Aldo dan Aji hampir bersamaan.Â
Kulihat sekotak Omiyage dan dua kotak Bento Ramadhan dari Hokben di atas meja makan.Â
"Yang Omiyage dimakan buat bukber. Yang bento buat nanti sahur lagi. Tadi, anak-anak nelpon kalau mama kecapekan nggak bisa masak. Jadi aku pesen tadi pas pulang dari kantor," kata suamiku.
"Ya ampuun...aku tadi mimpi Hokben juga. Mimpi diajak kamu ke Hokben dulu, pertama kali waktu kita di Bandung. Tapi kok, menunya udah paket Omiyage ya?. Padahal kita dulu tahun 1997-an makannya di Hokben menu apa aku juga lupa. Mimpi kok bisa kombinasi ya..pakai adaa acara televisi segala," aku nyerocos sendiri panjang lebar, sambil menyiapkan minuman untuk buka puasa. Tidak menyangka makanan di dalam mimpi, kok terwujud nyata. Gara-gara seharian lihat iklan Omiyage Hokben di internet kali ya, bikin ngiler tadi.
"ngomong apa sih ma?"tiba-tiba suamiku nyeletuk dari belakang telinga.
"eh, itu, aku mimpi saat ke Hokben sama kamu pertama kalinya itu loh, di Bandung. Waktu aku masih kuliah semester satu itu?", aku berbalik pada suamiku dengan senyuman semanis gula penyebab diabetes.
Dia pun ikutan tersenyum dan dengan lempengnya menjawab, "Oh ya? kapan sih? aku lupa!"
#glodak!!!
------------------
*ini kisah nyata pertemuanku dengan lelaki yang akhirnya menjadi suamiku (dengan sedikit modifikasi). Sewaktu aku tinggal di asrama putri ITB, aku dipanggil Orin dan suamiku itu dipanggil Mang Oon. Mengikuti nama peran yang kugunakan ketika membuat drama perkenalan di depan senior asrama.Â
- maaf jika nama jalan tempat Hokben dan nama  angkotnya keliru, kami benar-benar lupa ,  hahaha-
-----------------
Di Hokben lah (waktu itu masih bernama Hoka Hoka Bento), aku pertama kalinya berbagi kehangatan dan menemukan cinta :)
Terima kasih kekasihku, sudah mengajakku ke Hokben waktu itu. Terima kasih sudah jadi suami yang baik dan bapak yang baik bagi anak-anak kita.Â
Happy Father Day juga ya..
Semoga menghangatkan,
- Heni Prasetyorini-Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI