Mohon tunggu...
Heni DwiUtami
Heni DwiUtami Mohon Tunggu... Guru & Waka di SD Mumtaz | Terapis Anak Inklusi Bersertifikat | Pengembang Kurikulum BK | Pegiat Literasi | Penulis | Pendongeng 🌱✍️

Saya adalah seorang pendidik yang terus belajar dan percaya bahwa setiap anak—termasuk anak dengan kebutuhan khusus—berhak mendapatkan ruang tumbuh yang adil, ramah, dan bermakna. Saat ini, saya mengabdi sebagai guru Bahasa Inggris sekaligus Wakil Kepala Sekolah di SD Mumtaz, Sidoarjo. Saya juga aktif sebagai pembina literasi dan tentor menulis kreatif bagi anak-anak usia sekolah dasar. Selain itu saya juga kerap diminta menjadi pemateri parenting untuk wali murid anak usia Paud, TK, SD, hingga remaja. Selain menjadi pendidik, saya adalah terapis anak inklusi bersertifikasi yang telah mendampingi anak-anak usia dini hingga remaja dalam pengembangan sosial, emosional, dan akademik mereka. Saya percaya bahwa pendekatan inklusif harus menjadi bagian utuh dari budaya sekolah, bukan sekadar program tambahan. 📌 Fokus utama: Pendidikan inklusi, bimbingan konseling, literasi anak, pengembangan kurikulum, dan penguatan budaya sekolah ramah anak, penguatan literasi, story teller. pareting motivator. 📚 Moto hidup: "Mendidik dengan hati, menulis dengan nurani, melayani dengan empati."

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mengenali dan Menghargai Potensi Anak: Bersama Tumbuh dalam Lingkungan Inklusif

24 Mei 2025   21:01 Diperbarui: 24 Mei 2025   21:01 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap anak terlahir unik. Mereka membawa dunia kecil di dalam dirinya---berisi keingintahuan, mimpi, serta potensi yang berbeda-beda. Sayangnya, tidak semua anak tumbuh dalam ruang yang memberikan mereka kebebasan untuk mengenali dan mengembangkan potensinya sendiri. Tak jarang, harapan orang tua yang tinggi justru berubah menjadi tekanan. Anak-anak dipaksa mengikuti jalan yang bukan milik mereka, hanya demi memenuhi standar keberhasilan yang tidak sesuai dengan jati dirinya. 

Di era pendidikan modern dan inklusif saat ini, sudah saatnya kita mengubah cara pandang terhadap anak. Tugas orang tua bukanlah membentuk anak sesuai keinginan, melainkan mendampingi mereka menemukan siapa diri mereka sebenarnya---apa yang disukai, apa yang membuat mereka bersinar, dan bagaimana mereka bisa tumbuh bahagia dengan potensinya masing-masing.

Menghargai Perbedaan Minat dan Bakat Anak

Ada anak yang gemar menggambar, ada pula yang suka berhitung. Sebagian anak cepat menghafal, sebagian lainnya lebih unggul dalam bergerak dan berinteraksi. Kita tidak bisa membandingkan ikan dengan burung dalam hal memanjat pohon. Anak bukan produk yang harus seragam; mereka adalah benih yang berbeda dan butuh pupuk sesuai jenisnya agar tumbuh optimal.

Memberikan ruang bagi anak untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya adalah bentuk kasih sayang yang paling hakiki. Bakat anak bukanlah salinan dari bakat orang tuanya. Maka, penting bagi kita untuk tidak memaksakan keinginan atau mimpi kita yang belum tercapai kepada mereka.

Sebaliknya, ajarkan anak untuk mengenali kekuatannya sendiri, dukung dengan fasilitas, dan dampingi dengan semangat. Ketika anak merasa dicintai dan dihargai apa adanya, mereka akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang sehat.

Toleransi dalam Lingkungan Sekolah Inklusi

Sekolah kita adalah sekolah inklusi. Ini berarti, di dalamnya terdapat anak-anak dengan kebutuhan yang berbeda, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Di sinilah kita, para orang tua dan guru, memiliki peran penting dalam membentuk lingkungan yang aman, ramah, dan menghargai perbedaan.

Anak-anak perlu belajar sejak dini bahwa setiap temannya adalah ciptaan Tuhan yang berharga, tak peduli bagaimana cara mereka belajar, berjalan, berbicara, atau bermain. Kita perlu menanamkan nilai toleransi, empati, dan kesetaraan dalam pergaulan sehari-hari mereka.

Sebagai orang tua, mari kita tidak hanya mendidik anak untuk cerdas, tapi juga untuk berhati luas. Ajarkan anak-anak kita bahwa berteman dengan siapa saja, tanpa membeda-bedakan, adalah kekuatan luar biasa yang akan mereka butuhkan dalam hidup bermasyarakat nanti.

Bersama Tumbuh dalam Harmoni

Kolaborasi antara sekolah dan orang tua adalah kunci untuk menciptakan iklim pendidikan yang sehat. Mari kita bangun budaya komunikasi yang terbuka, saling percaya, dan saling menguatkan. Saat orang tua dan guru seirama dalam menghargai potensi anak dan menciptakan ruang aman untuk tumbuh bersama, maka anak-anak akan menjadi generasi yang tangguh dan penuh kasih.

Inklusi bukan sekadar program---ia adalah nilai hidup. Dan mengenali potensi anak bukan sekadar tugas---ia adalah amanah. Mari bersama-sama merawatnya, agar anak-anak kita tumbuh dalam pelukan cinta, bukan tekanan. Dalam semangat kebersamaan, kita bisa membangun masa depan yang lebih baik---bukan hanya untuk anak-anak kita sendiri, tapi untuk semua anak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun