Mohon tunggu...
Hendra Purnama
Hendra Purnama Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman yang diakui negara

Penulis yang tidak idealis, hobi menyikat gigi dan bernapas, pendukung tim sepakbola gurem

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Surat Untuk Lee

20 November 2022   05:16 Diperbarui: 20 November 2022   18:59 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku selalu merasa bahwa andai aku ikut mencari jalur atau ikut berkeliling ke gua-gua hari itu maka pekerjaanku tidak akan rampung. Aku selalu merasa bahwa yang perlu kulakukan adalah melaksanakan tugasku saja, tidak kurang, tidak lebih. Aku selalu merasa... yah, sekedar perasaan, bahwa aku hanya berguna bila melakukan hal-hal kecil seperti itu sebab hal-hal besar selalu di luar jangkauan nalarku. Aku tidak paham perasaan-perasaan itu, tapi Lee... ada saatnya kita tidak harus mengerti, kita hanya harus tahu.

Jadi begitulah, faktanya mataku tidak pernah bertemu dengan dinding-dinding gua itu, aku tidak pernah tahu padang rumput mana yang dipakai beristirahat oleh teman-temanku, aku tidak tahu sejauh mana perjalanan mereka hari itu. Sepanjang hari dalam kesendirian aku hanya menjanjikan pada diri sendiri bahwa aku akan kembali ke sini, aku kunikmati semua sepuas-puasnya, mungkin bersamamu, mungkin tidak, mungkin bersama kekasihku, mungkin juga tidak. Lee, hidup barangkali hanya berupa giliran, dan kali ini bukan giliranku.

Hari itu aku sempat menghabiskan waktu di pantai yang bercahaya putih, sendiri. Semuanya begitu bebas, begitu bersih, begitu biru, begitu asin, begitu luas, begitu berangin, begitu sepi... Sepi, dan aku sadar kesepian inilah yang kucari-cari. Maka siang itu aku menendangi pasir yang menggunduk, membuat jejak kaki di pasir, menikmati pantai yang seolah menyapaku, aku meneriakkan nama kekasihku tanpa ada yang tahu, dan aku (sedikit) teringat padamu.

Entahlah, mungkin pantai begitu indah untuk dinikmati hingga untuk menampung setiap definisinya pun kita harus berbagi. Saat itulah kuingin menulis surat untukmu, surat yang ini. Semampuku aku menjelaskan pantai itu meski---sudah kubilang---aku bukan penulis yang baik, mungkin banyak detil yang luput, aku mohon maaf, aku sudah berusaha semampuku.

Namun Lee, setidaknya surat ini menjadikan sebuah jejak, catatan kehidupan yang renik, yang terlalu kecil tapi mungkin saja menjadi sejarah. Andai aku mati, aku ingin kamu menyimpan dan mengenang bahwa di sebuah pantai aku pernah mengingatmu. Aku masih mengingat salah satu nasihatmu yang mungkin kau sudah lupa: harus ada yang melakukannya, siapapun...

Juga mengingat wajahmu... yang jelek itu... []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun