Mohon tunggu...
Khofifah Novianti
Khofifah Novianti Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

writing is a therapy.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Uluran untuk Berjuta Senyuman

17 Maret 2024   22:06 Diperbarui: 17 Maret 2024   22:07 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

      Di tengah hiruk-pikuk kota, bisingnya kendaraan, serta mendungnya langit sore ini, terlihat ratusan ribu raga manusia dengan kesibukan dunia yang fana, membuktikan bahwa kota seberisik itu. Di sini, hiduplah dua raga dengan kehidupannya yang bahkan menyentuh kata “cukup” saja tidak bisa. Mereka hanya terus berusaha dan berharap belas kasih Tuhan.

      Nala, gadis kecil yang istimewa, merasakan dunia dengan hati dan suara yang didengarnya, menganggap bahwa dunia itu indah, seperti indahnya lantunan puisi yang dibacakan oleh ibunda dahulu kala. Bagi Nala, keluarga itu adalah bunda, abang, serta Nala. Sosok ayah baginya hanyalah status sosial yang nyatanya ia tidak pernah merasakan perannya. Waktunya dengan Sang Ibunda hanya sebentar, sepuluh tahun. Selanjutnya, ia hanya melanjutkan hidup bersama pahlawan keduanya, Abang Daru. Abang Daru, lelaki berkacamata yang selalu ingin tahu, namun tidak ingin adiknya tahu kalau ia kehilangan arah hidup yang tentu. Keseharian mereka hanyalah berjualan koran dan terkadang membantu para pedagang di pasar untuk mengantar kue. 

      Seperti anak seusianya, mereka juga punya mimpi. Namun, dunia punya kenyataan yang sulit untuk dihindari. Tak peduli betapa dinginnya udara sore ini, mereka tetap berdiri teguh berjualan koran. Banyak cemoohan, perlakuan kasar, dan tolakan yang mereka dapatkan. Namun, itu semua tidak membuat mereka menyerah. Karena, jikalau mereka menyerah, mereka bisa mati di tangan sendiri.

       "Uhuk! Uhuk!"Tenggorokan kering Nala pun berbunyi, membuat Daru menoleh khawatir.

      "Kamu sudah lelah, dik. Ayo, kita istirahat di depan warung sana,"ajak Daru sembari menuntun adik kesayangannya menuju sebuah warung makan di seberang kanan perempatan lampu merah.

      Dengan terseok-seok mereka berjalan, terburu-buru oleh suara klakson mobil para penggila harta. Hingga tibalah mereka di sebuah warung makan bernama "Harapan ibu".

      "Nala, abang punya uang dua ribu rupiah. Abang ingin membeli air minum sebentar di warung kecil di sebelah kiri sana. Kamu tolong tetap di sini dan pegang koran ini, ya. Seperti biasa, kamu menunduk saja, seolah sedang membaca koran-koran ini. Pahamkah, adikku?"Pesan Daru dengan hati-hati. 

     "Paham, Abang. Tolong jangan terlalu lama, aku takut Abang pergi seperti ibunda."Jawaban adiknya berhasil membuat Daru terhenyak, berpikir berulangkali.

      "Abang ga akan lama. Hanya 2 menit. Kamu boleh menghitungnya,"putus Daru dengan ragu.

      Daru pergi setelah memeluk adiknya, Nala, dengan hangat. Disertai setiap doa yang ia ucapkan sepanjang jalan, berharap agar Tuhan tidak memisahkan mereka hari ini.

      Sesuai janji Sang Abang, Nala menghitung durasi waktu yang abangnya habiskan untuk membeli sebotol air minum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun