Peluh pacul menghujam pada setiap jengkal guremnya
Tak peduli mata liar wereng intai setiap harapannya
Marhaen terpaku dalam hampar senja dan gulana
Bukan sekedar berpikir langseng hitam harus tetap menyala
Peduli musim tak berarti bahagia
Bahkan urusan bangsa yang tak sampai telinganya
Tiap jengkal tanah sekedar urusannya
Walau ia tahu harga sekilo gabah yang tak seberapa
Marhaen bertanya kepada setiap butir padi layaknya sila
Sila-sila yang berkata tentang kebersahajaan setiap manusia
Tentang keadilan yang semata ada diantara angan dan lamunnya
Bukan sekedar berpikir kuali berkarat sudah makin tak berguna
Aku! Seorang yang pernah dipuja oleh pendiri bangsa
Aku! Wujud ideologis dari bangsa yang merdeka
Aku! Adalah simbol dari para jelata
Namun aku! Tak sanggup berbuat apa-apa
Hamparan hijau hiasi semesta di depan mata
Sejuta harapan terisi dalam setiap butir-butir pedoman kita
Karena senja tak lagi tampak sebagai pengantar reda
Marhaen mingkar mingkuring angkara!