Cerita-cerita lansia soal kesehatannya yang mulai menurun, memang bukanlah hal yang aneh. Faktor usia memang dapat mempengaruhi kekuatan fisik seseorang.
Secara kasat mata, ada lansia yang usia 70-80 tahun masih nampak mampu secara "normal" berjalan-jalan biasa. Tapi ada pula dalam kisaran 60-70 tahun sudah terlihat kesusahan sekadar untuk berjalan agak cepat.
Bergerak, melatih kekuatan otot tubuh, sebenarnya sesuatu yang simpel untuk dikerjakan. Namun tanpa disadari, terkadang ada anak yang merasa begitu sayang pada orang tuanya, melarang atau menghendaki agar lansia itu untuk duduk manis saja. Tidak perlu melakukan apa-apa.
Nah, hal seperti ini sebetulnya adalah salah kaprah. Maksud hati baik, ingin menyenangkan orang tua. Namun imbasnya jangka panjang, justru akan memperlemah daya fisik si lansia itu sendiri.
Lebih tepatnya mungkin adalah dengan membiarkan lansia tetap bergerak, namun dengan "pengawasan". Memberikan batas-batas apa saja yang masih boleh dilakukan, dan mana yang perlu dihindari.
Panjang umur buat lansia bisa jadi dambaan bagi sebagian orang. Namun ada pula yang berpikir sebaliknya. "Umur panjang ya mau, tapi tak sampai usia yang teramat panjang dengan kondisi fisik yang lemah, tak bisa apa-apa. Itu akan terasa menyakitkan buat saya dan orang (pendamping) yang merawat. Biar saya 'pulang' saat kondisi fisik saya masih kuat saja."
Artinya, lansia dalam rentang waktu kategori apapun, juga perlu untuk tetap mempertahankan kebugaran fisiknya. Sebab fisik yang baik (sehat) juga menjadi faktor penentu kebahagiaan yang dirasakan.
Membahagiakan Hidup Lansia
Ada kalanya seorang lansia merasa hari-harinya sepi. Apalagi jika sudah hidup sendiri (ditinggal mati oleh pasangan hidup). Sudah seperti tak lagi dihargai. Terlebih jika sia anak sudah sibuk bekerja seharian.
Nah, bagaimana cara membuat lansia tetap merasa berbahagia di waktu senja?