Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memperkuat Rantai Kebaikan

31 Juli 2021   18:45 Diperbarui: 31 Juli 2021   18:52 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com/geralt

Ya, sudahlah, tak bisa bisa dipaksakan juga kalau itu yang terjadi. Kalau tak mampu masih bisa belajar dan dibantu. Namun kalau sudah tak mau, terus bagaimana caranya supaya bisa bergerak? Ini bukan hal yang mudah mengatasinya.

Alasan lain muncul juga jadi problem klasik. Tak mudah untuk bercerita di muka umum, apalagi cerita yang bersifat personal atau dianggap secret (rahasia pribadi). Padahal sebanarnya yang dibutuhkan adalah cerita versi umumnya. Bukan soal identitas diri siapa yang terlibat di sana. Itu juga tak bisa diungkap ke publik. Rambu-rambunya memang seperti itu.

Justru dengan kisah-kisah 'heroik' yang ada, bisa ditulis, akan mampu memantik reaksi. "Oh, ternyata ceritanya mirip denganku, dengan temanku, dengan saudaraku. Solusinya ternyata seperi begitu, bukan begini. Dan seterusnya..."

Juli ini, hampir saban hari ada saja berita duka, mohon doa untuk kesembuhan, butuh informasi pendonor, info obat, tabung oksigen, tempat perawatan, dan semacamnya. Mengalir terus berdatangan. Rasanya menyesakkan juga, apalagi jika nama yang disebutkan sudah dikenal baik atau dalam lingkaran terdekat.


Memperkuat Rantai Kebaikan

Saya merasakan, sebenarnya 'rantai kebaikan' itu masih ada dalam genggaman tangan yang sama. Ia tidak terputus atau terlepas sama sekali. Tidak berubah dan masih ada pada manusia yang dianggap sebagai makhluk sosial.

Cepat sekali berita atau info mohon pertolongan itu sampai ke mana-mana. Seperti sebuah pepatah, "Sepanjang-panjangnya jalan, lebih panjang mulut manusia."

Atau dalam konteks sekarang, ya lebih panjang "klik jemari tangan". Kenal tidak kenal, butuh tidak butuh, informasi berharga kerap dibagikan di kanal media sosial.

Orang-orang yang punya inisiatif membagikan makanan kepada warga isoman (isolasi mandiri), tetangga yang mau merawat anak yang ditinggalkan orang tua karena harus berjuang di RS, memberikan donasi kepada yang terpapar virus atau yang berduka, dan beragam bentuk kebajikan lain adalah bukti nyata bahwa kebaikan hati itu tidaklah luntur dan pupus.

Jiwa belas kasih, gotong-royong, empati. solidaritas terhadap sesama yang membutuhkan, adalah wujud dari karakter asli bangsa ini. Bukan berapa besaran nominal yang bisa diberikan. Itu hanya nomor kesekian. Justru yang lebih penting adalah munculnya jiwa-jiwa penolong yang lebih banyak tak terekspos media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun