Mohon tunggu...
Havan Yusuf
Havan Yusuf Mohon Tunggu... Dosen

One Health Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Keamanan Pangan Asal Hewan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Pencegahan dan Pengendalian Salmonella pada Daging Ayam

2 Juli 2025   10:28 Diperbarui: 2 Juli 2025   10:40 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daging ayam (Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah prioritas pemerintah untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia, untuk memastikan setiap anak, terutama dari keluarga kurang mampu, mendapatkan asupan gizi cukup demi tumbuh kembang optimal. Dengan menyediakan makanan bergizi gratis di sekolah atau fasilitas pendidikan, program ini bertujuan meningkatkan fokus belajar siswa, mengurangi angka putus sekolah, dan menciptakan generasi lebih sehat, cerdas, serta produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemilihan bahan pangan yang tepat menjadi kunci, berlandaskan prinsip gizi seimbang dan pemanfaatan potensi lokal. Menu MBG dirancang mengikuti pedoman "Isi Piringku" dari Kementerian Kesehatan, mencakup kombinasi karbohidrat, protein, serat, vitamin, dan mineral sesuai angka kecukupan gizi (AKG). Bahan pangan asal hewan seperti susu, telur, ikan, daging sapi dan ayam berperan penting sebagai sumber protein berkualitas tinggi yang esensial bagi pertumbuhan dan kekebalan tubuh anak.

Daging ayam memegang peranan vital sebagai sumber protein hewani utama dalam komponen Bahan Pangan Utama Program MBG. Protein dalam daging ayam mudah dicerna dan mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perbaikan jaringan tubuh, serta pembentukan enzim dan hormon. Selain itu, daging ayam juga mengandung zat gizi penting lainnya seperti zat besi, zinc, dan vitamin B kompleks, yang berperan dalam mendukung fungsi imun dan perkembangan otak anak. Daging ayam juga mudah diolah menjadi berbagai menu masakan yang sesuai dengan selera anak. Keunggulan lainnya adalah ketersediaan dan harga daging ayam relatif terjangkau yang dihasilkan dari swasembada industri perunggasan di Indonesia.

Industri perunggasan di Indonesia merupakan salah satu sektor peternakan yang paling maju dan strategis, dengan kontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan nasional. Data dari Kementerian Pertenian menunjukkan populasi ayam ras pedaging di Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekitar 3,17 miliar ekor, menunjukkan perkembangan pesat industri perunggasan domestic. Sektor ini didukung oleh integrasi vertikal yang kuat, mulai dari pembibitan, pakan, pembesaran, hingga pemrosesan hasil ternak. Potensi ini tidak hanya mencakup kuantitas, tetapi juga kemampuan untuk menyediakan daging ayam yang aman, higienis, dan berkualitas, dengan standar keamanan pangan dan kesehatan hewan yang dijaga dan diawasi ketat. Hal ini menunjukkan kemampuan dan potensi industri perunggasan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani dalam negeri, termasuk untuk mendukung program prioritas seperti MBG.

Namun, implementasi Program MBG juga menyimpan tantangan serius di aspek keamanan pangan. Salah satu permasalahan kesehatan yang muncul adalah insiden keracunan makanan yang dialami oleh sejumlah siswa akibat konsumsi bahan pangan yang terkontaminasi. Kontaminasi ini bisa terjadi akibat penanganan, penyimpanan, atau pengolahan bahan pangan yang tidak higienis, khususnya produk seperti daging ayam, telur, dan susu. Mikroorganisme patogen seperti Salmonella, Eschericia coli, dan Listeria dapat berkembang jika bahan makanan tidak dimasak dengan benar atau disimpan pada suhu yang tidak sesuai. Selain berdampak pada kesehatan anak, kejadian ini juga menimbulkan keresahan di masyarakat serta menurunkan kepercayaan terhadap pelaksanaan program MBG. Oleh karena itu, pengawasan ketat terhadap rantai pasok pangan, pelatihan bagi penyedia makanan, serta penerapan standar higiene dan sanitasi yang ketat menjadi krusial untuk menjamin keamanan pangan dan keberhasilan jangka panjang dari program MBG.

Salah satu mikroorganisme yang bisa mengkontaminasi bahan pangan asal hewan adalah Salmonella, bakteri zoonotik yang dapat menginfeksi unggas dan manusia, menyebabkan penyakit pada hewan serta gangguan pencernaan serius pada manusia melalui konsumsi produk hewan yang terkontaminasi. Salmonella pada unggas dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama yaitu serotipe yang spesifik untuk unggas (seperti Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum, penyebab Pullorum Disease dan Fowl Typhoid) dan serotipe paratifoid (misalnya Salmonella enteritidis dan Salmonella typhimurium) yang memiliki spektrum inang luas, termasuk manusia. Pada unggas muda, terutama anak ayam, infeksi Salmonella dapat menyebabkan gejala klinis yang parah, seperti lesu, bulu kusam, diare (terkadang berkapur atau berdarah), anoreksia, dehidrasi, hingga kematian. Sementara itu, pada unggas dewasa, terutama ayam petelur atau pedaging, infeksi seringkali subklinis atau tanpa gejala yang jelas. Namun, unggas yang terinfeksi ini dapat menjadi pembawa bakteri dan mengkontaminasi lingkungan, pakan, air, dan produk unggas seperti telur dan daging. Penularan Salmonellosis terjadi secara vertikal (dari induk ke telur) dan horizontal (antar unggas, melalui pakan, air, atau lingkungan yang terkontaminasi). Tantangan utama Salmonellosis terletak pada keragaman serotipe Salmonella dan kemampuannya untuk bertahan hidup di lingkungan, serta potensinya sebagai zoonosis yang dapat menyebabkan keracunan makanan pada manusia melalui konsumsi produk unggas yang terkontaminasi.

Bakteri Salmonella dapat mengkontaminasi daging ayam melalui berbagai jalur, mulai dari peternakan hingga meja makan. Sumber utama kontaminasi seringkali berasal dari saluran pencernaan unggas itu sendiri. Ayam yang terinfeksi, meskipun seringkali tanpa gejala klinis, dapat menjadi pembawa Salmonella dan mengeluarkan bakteri melalui fesesnya. Selama proses pemotongan di rumah potong hewan, feses yang mengandung Salmonella dapat menempel pada bulu dan kulit ayam. Ketika proses pencabutan bulu (defeathering) atau pengeluaran jeroan (evisceration) dilakukan, bakteri ini berpotensi menyebar dan mencemari karkas daging. Kontaminasi silang juga sangat mungkin terjadi melalui peralatan yang tidak bersih, air pencuci yang terkontaminasi, atau tangan pekerja. Bahkan, telur yang belum berkulit pun bisa terinfeksi secara internal jika induknya membawa Salmonella. Setelah proses pemotongan, kontaminasi masih bisa terjadi saat penanganan, penyimpanan, dan distribusi daging. Jika suhu tidak terjaga dengan baik, atau jika daging mentah bersentuhan dengan permukaan atau makanan lain (kontaminasi silang), Salmonella dapat berkembang biak dan menyebar. Penting untuk diingat bahwa bakteri ini dapat bertahan hidup di lingkungan dan sangat berpotensi mencemari daging ayam pada setiap tahapan, menjadikannya risiko signifikan bagi keamanan pangan.

Infeksi Salmonella pada manusia dapat menyebabkan berbagai gejala klinis, terutama pada anak-anak yang memiliki sistem imun lebih rentan. Gejala umumnya muncul dalam 6–72 jam (masa inkubasi) setelah terpapar makanan atau air yang terkontaminasi bakteri Salmonella. Anak-anak yang terinfeksi biasanya mengalami diare yang dapat bersifat ringan hingga berat, disertai demam, nyeri perut, kram otot perut, mual, dan muntah. Feses bisa tampak cair dan kadang bercampur lendir atau darah. Pada beberapa kasus, anak dapat mengalami dehidrasi akibat kehilangan cairan yang berlebihan, yang ditandai dengan mulut kering, menangis tanpa air mata, mata cekung, dan penurunan frekuensi buang air kecil. Bila infeksi menyebar ke aliran darah (bakteremia), gejala bisa lebih berat seperti demam tinggi berkepanjangan, kejang, atau gangguan kesadaran. Komplikasi lain seperti infeksi sendi, tulang, atau meningitis bisa terjadi, terutama pada bayi atau anak dengan gangguan kekebalan tubuh.

Upaya pencegahan dan pengendalian Salmonella pada daging ayam memerlukan pendekatan komprehensif untuk memutus rantai penularan dan meminimalkan risiko kontaminasi. Strategi pencegahan dimulai pada saat ayam berada di peternakan dan diawali dengan biosekuriti ketat sebagai pondasi pertama. Tindakan biosekuriti mencakup pembatasan akses orang dan kendaraan ke area peternakan, desinfeksi rutin peralatan, serta pengelolaan limbah yang efektif. Sanitasi kandang dan peralatan harus dilakukan secara menyeluruh antara siklus produksi untuk menghilangkan sisa-sisa organik yang bisa menjadi tempat Salmonella bertahan hidup. Kedua, manajemen pakan dan air minum yang aman sangat krusial. Pakan harus bebas Salmonella, idealnya melalui perlakuan panas atau penggunaan asam organik. Sumber air minum harus bersih dan bebas kontaminan. Ketiga, program vaksinasi dapat diterapkan untuk mengurangi tingkat infeksi dan ekskresi Salmonella pada unggas, terutama pada breeding stock (indukan). Keempat, pengujian dan culling (pemusnahan) unggas pembawa Salmonella secara teratur, terutama pada breeder farm, dapat membantu memutus transmisi vertikal. Terakhir, pengawasan kesehatan dan penanganan stres pada unggas juga penting, karena stres dapat melemahkan kekebalan dan membuat unggas lebih rentan terhadap infeksi.

Pada proses pemotongan ayam, penerapan hygiene pangan yang baik adalah kunci untuk mencegah kontaminasi Salmonella pada daging ayam. Pemotongan sebaiknya dilakukan di rumah potong unggas (RPU) bersertifikat yang memiliki fasilitas memadai dan memenuhi standar kebersihan. Sebelum dipotong, Ayam hidup diperiksa kesehatannya sebelum dipotong untuk memastikan bebas penyakit. Penyembelihan ayam dilakukan secara halal dengan memperhatikan prinsip animal welfare. Setelah penyembelihan, darah harus dibiarkan mengalir sempurna dan dikeringkan sepenuhnya agar tidak menjadi media pertumbuhan bakteri. Proses pencabutan bulu dilakukan dengan air panas bersih dengan suhu 50-54°C, lalu ayam dibersihkan dari organ dalam menggunakan alat bersih dan steril. Seluruh permukaan karkas dicuci dengan air bersih yang mengalir. Pendinginan dilakukan segera pada suhu 0–4°C untuk menghambat pertumbuhan Salmonella. Selama proses, pekerja harus menjaga higiene pribadi seperti mencuci tangan, memakai pakaian pelindung, dan tidak merokok atau makan di area kerja. Peralatan dan permukaan kerja disanitasi secara berkala. Limbah hasil pemotongan harus dikelola dengan benar agar tidak mencemari lingkungan. Penerapan prinsip higiene dan sanitasi di setiap tahapan pemotongan untuk memastikan daging ayam yang dihasilkan Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) sangat penting. Hal tersebut dapat menekan risiko kontaminasi silang dan penyebaran Salmonella secara signifikan dan menjamin keamanan daging ayam yang dikonsumsi masyarakat.

Penanganan dan pengolahan daging ayam yang baik sangat penting untuk mencegah kontaminasi Salmonella. Saat berbelanja, tempatkan daging ayam mentah dalam kantong terpisah untuk menghindari tetesan cairan mengenai bahan makanan lain. Segera dinginkan atau bekukan setelah dibeli. Di dapur, hindari mencuci daging ayam mentah karena dapat menyebarkan bakteri melalui percikan air. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setidaknya 20 detik sebelum dan sesudah menangani daging mentah. Gunakan talenan dan peralatan terpisah untuk daging mentah dan makanan siap santap. Kebersihan adalah kunci, bersihkan semua permukaan, talenan, dan peralatan dengan air sabun panas setelah bersentuhan dengan daging ayam mentah.

Saat memasak, pastikan daging ayam dimasak hingga matang sempurna dengan suhu internal minimal 74°C, yang dapat diukur dengan termometer makanan. Jangan pernah meletakkan ayam yang sudah dimasak pada piring yang sebelumnya digunakan untuk daging mentah. Penyajian makanan berbahan pangan asal hewan yang aman dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sangat krusial untuk mencegah kontaminasi Salmonella dan melindungi kesehatan anak sekolah. Kunci utamanya adalah menjaga rantai dingin dan pemasakan sempurna. Makanan yang sudah dimasak, terutama yang berbahan dasar daging ayam atau telur, harus segera didinginkan hingga suhu di bawah 4°C jika tidak langsung disajikan, kemudian dipanaskan kembali hingga mencapai suhu internal aman (minimal 74°C) sesaat sebelum penyajian. Hindari membiarkan makanan matang berada pada suhu kamar terlalu lama (zona bahaya 5-60°C). Gunakan wadah bersih dan tertutup untuk transportasi dan penyajian.  Petugas penyaji wajib menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menyentuh makanan, menggunakan sarung tangan, celemek, dan penutup kepala. Pastikan area dan tempat penyajian bersih, serta alat makan yang digunakan higienis dan tidak tercemar dari bahan mentah. Dengan penerapan standar kebersihan ini, risiko infeksi Salmonella pada siswa dapat diminimalkan secara signifikan untuk memastikan anak-anak menerima hidangan bergizi yang aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun