Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sisi Positif Presidential Threshold 20 Persen

5 Juli 2022   18:53 Diperbarui: 7 Juli 2022   18:00 2202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemilu presiden. (sumber: KOMPAS.ID)

"Kita tarik sisi positifnya, bahwa tidak perlu risau dengan adanya syarat ambang batas atau Presidential Threshold 20 persen suara partai politik untuk mengajukan jagoannya di pemilihan presiden, bukan merupakan kerugian bagi rakyat. Justru menjadi peluang bagi calon pemimpin dari kalangan non parpol, agar bisa persiapkan diri -berkarir- lebih dini untuk dilirik oleh parpol." H. Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta.

Karena partai politik (parpol) dinilai kurang persiapan dalam kaderisasi, maka sebuah peluang yang harus ditangkap oleh masyarakat untuk menemukan atau membangun pemimpin bangsa masa depan, menurut pendapat umum dan partai-partai kecil adanya batasan Presidential Threshold (PT) 20 persen. 

Seakan pintu pencapresan sudah dikunci oleh king maker atau partai besar atau dianggap akan dikuasai oleh pengusung pemerintah yang sementara berkuasa.

Sekadar menenangkan para pihak yang masih banyak protes atas syarat ambang batas pengajuan pasangan calon presiden dari parpol atau Presidential Threshold 20 persen meminta untuk dihapuskan. Santai sajalah, karena untungnya lebih besar. 

Karena terjadi peluang atau opportunity bagi rakyat yang tidak berpartai untuk persiapkan dirinya menjadi pemimpin masa depan.


Banyak kalangan menilai dengan adanya batasan Presidential Threshold 20 persen. Maka yang bisa maju itu bukan ditentukan oleh rakyat, tapi ditentukan oleh sang pemegang tiket (partai politik) dan syarat Presidential Threshold ini juga dianggap ongkos politiknya mahal. 

Padahal terjadi sebaliknya, bila tanpa batas maka akan berbiaya mahal dan seenaknya saja parpol mengajukan calon dan pula bukan juga ditentukan rakyat.

Baca Juga: Indonesia Minim Calon Presiden, Kenapa?

Pendapat penulis bahwa kalau tidak dibatasi dengan Presidential Threshold, pemilihan presiden (pilpres) akan berbiaya mahal. Akan bertambah banyak partai kacangan yang munculkan calon, tanpa pikir qualitas partai dan kemampuan kandidat.

Walau ada batas Presidential Threshold, maka parpol besar juga tidak seenaknya ajukan jagoannya. Beresiko, karena tetap semua kembali kepada pilihan rakyat. 

Pasti parpol hati-hati memilih jagoannya di Pilpres. Bisa membaca bagaimana stresnya Megawati saat ini yang ingin mengajukan Puan Maharani, tapi ada kader lain yang lebih baik, Ganjar Pranowo.

Kita saksikan selama ini kalau ada batas presidential threshold (PT) 20 persen, parpol dipaksa bersilaturahmi dan juga gabungan parpol dipaksa menjagokan calon presiden dan wakil presiden yang sekiranya diterima oleh rakyat.

Geliat para politikus dalam menemukan bakal calon presiden dan wakil presidennya tidak semudah yang dipikirkan bagi publik dan juga bagi politikus itu sendiri menuju kandidasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Baca Juga: Prabowo-Puan Pasangan Paling Berpeluang di Pilpres 2024

PDI Perjuangan saja walau lolos Presidential Threshold (PT) 20 persen, pasti tidak berani maju sendiri, apalagi kalau inginkan Puan Maharani maju di Pilpres 2024. 

Karena begitu pentingnya koalisi untuk memasangkan kandidat terbaik demi meraih hati rakyat untuk menang Pilpres 2024, tanpa gabungan parpol juga akan stres. 

Maka parpol kecil jangan panik, tingkatkan terus qualitas parpol dan proses kaderisasi yang baik dan benar.

Sejak berlakunya UU Pemilu dan dijalankannya pemilu serentak, aturan menggunakan perolehan jumlah kursi atau Parliamentary Threshold DPR dan suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya dan Presidential Threshold dalam UU Pemilu ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. 

Ilustrasi: Pemilu dan Pilpres di Indonesia. Sumber Foto: aa.com.tr
Ilustrasi: Pemilu dan Pilpres di Indonesia. Sumber Foto: aa.com.tr

Aturan ini masih berlaku untuk Pemilu 2024.

Presidential Threshold adalah ambang batas pencalonan presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) oleh partai politik. 

Presidential Threshold pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta diterapkan dalam Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.

Baca Juga: Apa yang Terjadi jika Presidential Threshold 20 Persen Dihapus

Kepentingan Oligarki

Banyak politisi dan tokoh dari berbagai kalangan yang menginginkan penurunan ambang batas Presidential Threshold dari 20 persen hingga ke angka 0 persen. Karena diduga ada kepentingan oligarki dengan cara mempertahankan kekuasaan dibalik ambang batas tersebut. 

Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar dan tidak mudah dilakukan oleh parpol berbasis oligarki, apalagi sekarang rakyat sudah cerdas.

Coba berpikir paradoks, justru dengan adanya Presidential Threshold yang memang kelihatan partai-partai kecil tidak bisa mengajukan jagoannya. 

Tapi justru akan memotivasi semua parpol untuk menguatkan partainya agar berqualitas, bila perlu kurangi parpol demi efisiensi pembiayaan pemilu dan pilpres serta kembali melakukan kaderisasi yang baik, cukup tiga parpol saja.

Bisa jadi oligarki berpikirnya ingin menguasai pemerintahan dengan proses syarat ambang batas Presidential Threshold, tapi bisa terjadi sebaliknya akan menguntungkan calon pemimpin tanpa harus di kader atau tanpa harus melalui parpol sebelumnya.

Baca Juga: Menakar 3 Bacapres Partai NasDem, Siapa Korban?

Menemukan Pemimpin

Sejak diberlakukannya syarat Presidential Threshold 20 persen di Pilpres 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Syarat ambang batas parpol ini sekaligus akan menjaring dan menemukan calon pemimpin non kader partai yang mumpuni. 

Juga sekaligus memotivasi parpol untuk maju berkembang bersama konstituennya.

Kelihatan sejak Pilpres 2004, Indonesia kekurangan pemimpin yang ada dalam parpol sendiri, muncul politikus dan parpol baru yaitu terpilih Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI ke-6 (Partai Demokrat) dan selanjutnya muncul Jokowi sebagai Presiden ke-7 (PDI Perjuangan), karena sangat jelas Ketum PDI Perjuangan Megawati tidak punya kader unggulan saat itu. 

Maka Jokowi menjadi pilihan alternatif bagi Megawati sambil mengkader Puan Maharani.

Baca Juga: Parpol Sombong? Perebutan Putri Mahkota Puan Maharani

Semua jagoan parpol yang ada, nampak figur-figur (calon pemimpin tidak ada dari kader sendiri). Parpol susah menemukan kadernya sendiri. 

Karena beberapa kader parpol yang muncul, ruangnya tertutup misalnya di PDI Perjuangan, Partai NasDem, Partai Gerindra, Partai Demokrat, semua partai tersebut dikuasai "kehendak atau keinginan" oleh founder utama partai. 

Ahirnya kader yang mumpuni terpasung sendiri oleh partainya. Kekurangan parpol saat ini karena ada penguasaan ekstra oleh foundernya.

Parpol besar lainnya seperti Partai Golkar, PPP, PAN, PKB, PKS sama saja tidak ada kaderisasi partai secara profesional dan lebih parah terjadi gonjang ganjing internal untuk kepentingan pribadi lebih besar, sementara kepentingan yahg lebih besar terabaikan. 

Ahirnya rakyat kurang percaya lagi pada parpol, kecil dan besar sama saja.

Baca Juga: Aturan Presidential Threshold Dinilai Batasi Jumlah Calon Presiden

Bisa jadi pasangan bacapres/bacawapres sudah cocok tapi partai pengusungnya belum sepakat, sementara kondisi politik di Indonesia memang lebih cenderung pragmatis daripada memikirkan nasib rakyat dan bangsa.

Makanya itu nampak terjadi hiruk-pikuk parpol untuk membangun koalisi atau kerjasama dalam memenuhi syarat ambang batas menuju kandidasi Pilpres 2024.

Memang berat karena parpol kurang persiapan dalam kaderisasi untuk menemukan atau mengkader pemimpin bangsa masa depan, tambah cilaka adanya batasan presidential threshold (PT) 20 persen yang disalahtafsirkan dalam prosesnya. 

Seakan pintu pencapresan sudah dikunci oleh king maker atau partai pengusung pemerintah yang sementara berkuasa.

Baca Juga: Puan Maharani Capres, PDIP Potensi Kalah Pilpres 2024

Walau banyak politisi, akademisi, lembaga atau komunitas dan parpol menolak ambang batas Presidential Threshold 20 persen karena tidak bebas mendorong jagoannya masing-masing menuju Pilpres. 

Tetap saja menguntungkan bagi rakyat, karena bisa menekan banyaknya parpol untuk majukan jagoannya.

Di lain sisi adanya ambang batas Presidential Threshold tersebut, bisa memicu individu-individu untuk mempersiapkan dirinya sebagai calon pemimpin masa depan. 

Karena parpol bisa menarik yang bersangkutan bila punya talenta dan rekam jejak karir dan kepemimpinan yang baik di masyarakat, walau bukan kader partai.

Jadi kalau hendak dipertimbangkan dengan berdasar untung rugi bagi rakyat. 

Maka syarat ambang batas Presidential Threshold 20 persen tidak perlu dirisaukan, malah lebih menguntungkan masyarakat untuk bersiap lebih dini menjadi calon pemimpin tanpa harus ikut sebuah parpol, ruang dan potensi terpilihnya di berbagai parpol lebih besar.

Surabaya, 5 Juli 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun