Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Biaya Sampah Bukan dari APBN/D dan Retribusi, Tapi dari EPR dan CSR

20 Juni 2022   11:03 Diperbarui: 20 Juni 2022   11:09 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat sampah mubadzir, akibat Pasal 12,13 dan 45 UUPS tidak dijalankan oleh pemda. Sumber: Dokpri

"Harus jujur bicara apa adanya tentang tanggung jawab produsen melalui mekanisme EPR tersebut yang seharusnya sudah berlaku tahun 2022, setelah di tunda oleh Meneg LH Prof. Kambuaya selama 10 tahun sejak 2012." Asrul Hoesein, Founder PKPS Indonesia.

Dimana Pasal 16 UUPS tersebut, mengisyaratkan (mandatory) UUPS kepada pemerintah (DPR dan Presiden) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Extanded Produsen Responsibility (PP-EPR). PP EPR untuk mengaplikasi Pasal 13,14 dan 15 UUPS. 

Sementara Pemerintah sampai saat ini belum menerbitkan PP-EPR, malah terjadi keganjilan dimana Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK No. P.75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Dimana Permen LHK P.75 tersebut dimaksudkan untuk jadi pedoman pelaksanaan EPR. Sangat jelas Permen LHK ini keliru besar dan melabrak UU diatasnya, yaitu Pasal 16 UUPS, sehingga harus dibatalkan demi hukum.

Baca Juga: Pegiat Lingkungan Minta Informasi Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik Dibuka ke Publik

Permen LHK P.75 tersebut sama saja Peta Buta, karena pelaksanaan EPR bukan langsung meminta peta jalan rencana produsen dalam pengurangan sampahnya. Tapi harus dibuatkan sistem pelaksanaan terlebih dahulu, sebelumnya memberi nilai ekonomi atas produk kemasan tersebut (sesuai amanat Pasal 14 UUPS) dengan pedoman pelaksanaanya pada Pasal 16 UUPS. 

Nilai ekonomi dari ex produk kemasan yang menjadi sampah mutlak ditentukan kategori teknis (LDU/BDU) dan nilai EPRnya masing-masing untuk dijadikan pedoman penarikan dana EPR.

Juga sebelumnya harus ada sistem pengelolaan EPR di perusahaan dan masyarakat yang tegas (sesuai amanat Pasal 13 UUPS) dan semuanya ini melibatkan lintas menteri dan stakeholder lainnya dalam menentukan Pasal 14 UUPS, untuk mengarur siapa yang berbuat apa dan siapa dapat apa. 

Hal tersebut perlu ada lembaga khusus yang mengatur mekanisme EPR, atau bisa jadi melalui pembentukan sebuah direktorat pada Kementerian Keuangan atau Kementerian Dalam Negeri.

Begitu juga para narsum kurang atau tidak menyoroti dengan tegas substansi Pasal 12, 13 dan 45 UUPS, atas kewajiban pemerintah sebagai fasilitator dalam mengaplikasi pasal-pasal tersebut untuk pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang bisa mendapatkan pembiayaan dari program Corporate Sosial Responsibility (CSR), semuanya hanya fokus pada dana yang bersumber dari APBN/D. Ahirnya diskusi solusi tidak menarik, ujungnya Baleg DPR RI dan tenaga ahli para anggota DPR RI bisa stres menemukan solusinya.

Baca Juga: SNI Satgas Nawacita Indonesia: Perubahan Paradigma Kelola Sampah Melalui EPR

Juga tidak tersorot khususnya pelaksanaan Pasal 45 UUPS dimana pada pasal tersebut dinyatakan bahwa pemilik atau pengelola kawasan wajib melakukan pengelolaan sampah di kawasannya, artinya Pemerintah dan Pemda tidak perlu keluarkan biaya untuk pengelolaan sampah kawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun