Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menteri Pertanian Prof. SYL Lengah Antisipasi Impor Bahan Pangan

12 April 2022   02:15 Diperbarui: 12 April 2022   02:33 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pertanian (Mentan) Prof. Dr. Syahrul Yasin Limpo (SYL), Sumber: Kompas

"Hanya Indonesia bila menghadapi hari raya maka harga kebutuhan pokok meningkat, akibat pembiaran impor bahan pangan. Sementara negara-negara lain justru menurunkan harga bila menghadapi hari raya." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.

Menyoal penjelasan Menteri Pertanian (Mentan) Prof. Dr. Syahrul Yasin Limpo (SYL), pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, di Senayan, Jakarta, Senin (11/4). Baca beritanya di DPR ke Mentan: Gila Negara Ini, Kalau Surplus Pangan dari Impor.

Alasan klize Mentan Prof. SYL, mengatakan "kurang anggaran" sehingga produksi pangan dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri, ahirnya impor meningkat. Tanpa orang sekolahpun bisa menjawabnya, harusnya mengajukan program kreatif untuk memampukan petani untuk membangun pertanian organik.

Sungguh sangat tidak cerdas dan kreatif Sang Komandan, panggilan akrab Mentan SYL, mantan Gubernur Sulawesi Selatan. Jelaslah butuh proses membangun ketahanan pangan Indonesia, harus didahului membangun pondasinya melalui pekerjaan yang berorientasi program. Tanpa pertanian organik, Indonesia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tanpa impor.

Selama ini, siapapun Menteri Pertanian, sama saja pola pikir dan pola tindaknya, dengan membiarkan impor bahan pangan. Karena hanya sibuk bagi-bagi alsintan tanpa perhitungkan azas manfaatnya. Bagaimana Indonesia bisa maju dan berdaulat pangan, kalau menterinya berpikir proyek saja, tidak ada yang berpikir untuk memulai pembangunan pertanian organik yang serius, karena banyak yang diuntungkan oknum pejabat dan pengusaha bila pembiaran impor.


Baca Juga: Dahsyat! Biaya Perjalanan Dinas Kementan Rp1,1 Triliun

Semua Menteri Pertanian dalam menghadapi sektor pangan, pasti dengan orientasi proyek, orientasi proyek jelas yang dipikiran adalah hanya semata kalkulasi anggaran yang ada sebagai biaya, bukan investasi. Maka mereka mengurus negara sama saja hitung dagang alias untung rugi semata yang dipikirkan, sepertinya akan berdagang dengan rakyatnya. Padahal pemerintah tidak boleh berdagang dengan rakyat.

Ngeri-ngeri sedap membaca penjelasan Mentan Prof. SYL, bahwa sebagai pemimpin ia ingin komoditas pangan tidak impor, namun hal itu sulit untuk dilakukan lantaran keterbatasan anggaran. 

Alasan ini tidak akan berahir bila Indonesia tidak segera meninggalkan pertanian konvensional yang mengandalkan pupuk kimia. Anggaran pasti bertambah, apalagi per 1 April 2022 pupuk subsidi diberlakukan PPn 11%.

Kutip kalimat Mentan SYL pada berita itu "Saya juga sama perasaannya. Kenapa harus impor kalo bisa disiapkan, cuma masalahnya di mana uangnya ini? Insyaallah, tapi ini enggak mudah dan butuh proses. Kita sudah terlanjur impor daging sapi 1,2 juta ekor per tahun dan kita tiba-tiba enggak impor, ya enggak bisa, kita butuh Rp. 30 triliun itu doang," katanya.

Baca Juga: Sampah Pintu Stratejik Bangun Ekonomi Hijau Indonesia

Kiamat Indonesia bila menteri-menteri pemerintahan Jokowi-Ma'ruf berpikir sesederhana itu. Tidak bisa bergerak tanpa ada uang besar di depan mata, tapi tetap dengan santainya keluarkan biaya perjalanan yang cukup besar dan fantastis.

Biaya Perjalanan Dinas Kementerian Pertanian (Kementan) menghabiskan sekitar Rp1,1 triliun untuk biaya perjalanan dinas sepanjang tahun 2021. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPR bersama Eselon I Kementan, Senin (4/4/2022),

"Desa organik bukan hanya tentang pertanian atau produk makanan semata, tapi lebih bermakna pada kehidupan yang berkelanjutan - sustainable development - gaya hidup sehat untuk diri sendiri dan juga terhadap lingkungan. Sepertinya Kementerian Pertanian kehilangan makna dan salah persepsi dalam menyikapi masalah program desa organik dalam persfektif nawacita" Asrul Hoesein (Direktur Green Indonesia Foundation) Jakarta.

Baca Juga: Pemerintah Gagal Bangun Desa Organik dan Subsidi Pupuk Organik

Solusi Tekan Anggaran

Sebenarnya DPR-RI khususnya Komisi IV yang membidangi pertanian dan lingkungan, juga tidak cakap mengelola kepentingan rakyat dan negara. Hanya tahunya soroti kementerian tanpa ada solusi, harusnya kreatif dengan menggunakan hak inisiatif yang ada melekat pada masing-masing anggota.

Semua bersifat menunggu, tidak ada yang berusaha menciptakan dan menangkap peluang itu, Ahirnya RDP hanya menjadi ajang perdebatan yang tidak punya solusi ke depan, ahirnya terjadi RDP monoton saja antara Komisi IV dan mitra-mitra kerjanya, seperti Kementan tersebut.

Seharusnya dengan terjadinya pengurangan produksi pupuk kimia akibat invasi Rusia ke Ukraina, maka ekspor bahan baku pupuk urea di stop oleh Rusia. Nah dengan mimentum tersebut, saatnya Indonesia mendorong produksi pupuk organik berbasis sampah. 

Dalam mewujudkan produksi pupuk organik tersebut, seharusnya Komisi IV DPR RI mempertemukan minimal 3 kementerian (Kementerian Pertanian, Kementerian LHK dan Kementerian BUMN), untuk menggarap sektor pangan, demi menurunkan angka impor pangan Indonesia dengan target membangun secara masif pertanian organik.

Baca Juga: 2000 Desa Organik, Janji Jokowi Belum Terpenuhi

Memang kalau Indonesia masih mengandalkan pertanian konvensional (pupuk kimia) maka jangan harap sektor pangan akan stabil produksi, pasti impor terus menerus menjejali Indonesia. Pada momentum impor inilah ruang mafia berjaya, rakyat jadi korban keserakahan dan kebodohan bangsa sendiri.

Parahnya terjadi pembiaran oleh pemerintah sendiri, harusnya di cegah. Jadi patut diduga yang bermain dalam ranah impor bahan pangan tersebut adalah oknum-oknum yang dekat dengan penguasa.

Baca Juga: Misteri dan Dilema Subsidi Pupuk Organik

Dalam mengantisipasi biaya produksi tinggi dalam sektor pangan yang dikeluhkan Mentan SYL itu, kuncinya hanya satu adalah segera bangun pertanian organik. Hanya cara ini yang bisa membangun sektor pangan tanpa impor, malah akan terjadi ekspor. Karena produksi pasti berlipat ganda.

Seharunya Komisi IV DPR RI melakukan harmonisasi program minimal 3 kementerian tersebut untuk mendukung pertanian organik dengan mengandalkan pupuk organik berbasis sampah organik yang berlimpah di Indonesia.

Kalau ketiga kementerian tersebut bersatu dengan cara integrasi program, maka setidaknya akan terjadi efisiensi biaya produksi dan hasil pangan bertambah, sampah terkelola dengan baik dan subsidi pupuk organik tercapai.

Baca Juga: Kementerian Pertanian Gagal Membangun 1000 Desa Organik

Konsep program tersebut yang harus dikembangkan lintas kementerian sektor pangan, agar apa yang dirisaukan oleh Mentan SYL dengan kurangnya anggaran, maka dapat teratasi untuk masa yang akan datang artinya impor akan berbalik menjadi ekspor pangan.

Jadi kalau Indonesia ini tidak dikelola dengan kreatifitas tingkat tinggi, maka lambat atau cepat Indonesia sama sekali tidak akan melakukan produksi, artinya terjadi pembiaran impor pangan untuk memperlancar kegiatan mafia pangan dalam menggerogoti bangsa sendiri.

Jakarta, 12 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun