Ketika Hari Raya dan beberapa hari setelahnya, tempat wisata dan rekreasi akan sangat ramai dikunjungi masyarakat. Tempat wisata di daerah biasanya adalah wisata alam, laut dengan pantainya, sungai, air terjun, danau, Bendungan atau DAM, gunung dan hutan.
Sayangnya banyaknya jumlah pengunjung juga membawa dampak negatif bagi tempat wisata alam, dampak yang harus diantisipasi oleh pengelola tempat wisata alam tersebut, untuk menghindari kerusakan tempat wisata dan kerusakan lingkungan alam pada umumnya.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2015 di Barito Utara pengelola tempat wisata adalah Pemerintah Daerah atau pihak lain yang ditunjuk. Terutama pengelolaan tempat wisata : Bumi Perkemahan Panglima Batur, Air Terjun Kilo Meter 18 Jantur Doyam dan DAM Trinsing dan DAM Trahean.
Setiap pengelola dan pengunjung diwajibkan menjaga kebersihan, memelihara ketertiban dan kelestarian lingkungan objek wisata (Pasal 6 Perda No 10 tahun 2015). Sayangnya masalah sampah tampaknya akan selalu menjadi isu utama, beberapa waktu lalu Pihak Dinas Pariwisata pernah melakukan pembersihan DAM Trahean dan menemukan banyak sekali sampah plastik di danau.
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya sangatlah memprihatinkan. Masih banyak pengunjung yang meninggalkan bekas minuman kemasan, bungkus dan plastik makanan dan kotoran lainnya.
Sampah yang berhamburan, tidak hanya merusak pemandangan tapi tentunya merusak lingkungan objek wisata tersebut, padahal sudah termaktub di dalam Perda pembuang sampah dapat dikenai sanksi pidana.
Setiap pengunjung pun diharapkan menjaga ketertiban dalam menikmati objek wisata, tidak melakukan aktivitas yang mengganggu kenyamanan pengunjung lain, misalnya menyalakan musik keras keras atau berjoget joget layaknya di club malam atau tertawa tawa tanpa sebab yang jelas namun mengganggu pengunjung lainnya.
Kegiatan "bakar bakaran" ikan atau ayam pun sedapat mungkin jauh dari tempat pengunjung lain menikmati keindahan lokasi wisata. Jangan malah perang asap dan bau masakan, bahkan tanpa saling menawarkan untuk mencicipi.
"Bakar-bakaran" ini pun menjadi masalah bagi pengelola, penanganan sampah plastik bekas minuman atau tempat makanan tidak dengan cara dibakar, dan untuk memahami masalah ini cukup dengan common sense tanpa perlu pakar lingkungan bahwa plastik tidak terurai dengan dibakar. Kedepan perlu dipikirkan menjadikan obyek wisata sebagai zona tanpa plastik baik plastik bungkusan atau minuman.