Sementara di Indonesia, pustakawan sering kali dianggap "pekerjaan sambilan." Bahkan tidak jarang, posisi ini diisi oleh guru atau pegawai lain yang ditugaskan tanpa latar belakang ilmu perpustakaan. Akibatnya, profesi pustakawan kehilangan marwahnya sebagai profesi yang benar-benar spesialis.
Harapan yang Tersisa
Apakah kondisi ini akan dibiarkan berlarut-larut? Jawabannya tentu tidak boleh. Ada beberapa langkah yang bisa menjadi jalan keluar:
1. Kebijakan Upah Layak
Pemerintah perlu menetapkan standar gaji minimum khusus pustakawan, terutama di sekolah. Jika guru sudah memiliki tunjangan profesi, mengapa pustakawan tidak?
2. Jenjang Karier yang Jelas
Profesi pustakawan harus memiliki jalur kepangkatan seperti guru dan dosen. Dengan begitu, ada motivasi untuk terus meningkatkan kompetensi.
3. Pengakuan Profesional
Masyarakat perlu mengubah pandangan. Pustakawan bukan sekadar penjaga buku, melainkan bagian integral dari ekosistem pendidikan dan literasi nasional.
4. Pelatihan dan Teknologi
Era digital menuntut pustakawan melek teknologi. Investasi pada pelatihan dan infrastruktur digital perpustakaan adalah kunci agar profesi ini tidak tertinggal.
Refleksi Penutup
Ada ironi yang begitu terasa: bangsa yang ingin mencetak generasi cerdas justru melupakan mereka yang setiap hari bekerja menjaga kecerdasan itu. Pustakawan adalah profesi sunyi yang sering tak terlihat, tetapi tanpanya, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa akan pincang.