Oleh: Harmoko
"Anak zaman sekarang susah lepas dari HP!" teriak sekelompok orang dewasa yang, ironisnya, sedang update status di Facebook sambil nyuapin anak mereka dengan video TikTok menyala. Lalu kita heran kenapa si kecil lebih akrab dengan jingle snack daripada suara bapaknya.
Baru-baru ini, sebuah acara bernama "Sehari Happy, Tanpa HP" diadakan oleh Bakul Budaya FIB UI dalam rangka Hari Anak Nasional. Sekitar 200-an  anak ikut serta, dan yang mengejutkan bukan jumlah pesertanya, melainkan fakta bahwa mereka berhasil bertahan hidup lima jam tanpa gadget. Lima jam, saudara-saudara! Itu lebih lama dari waktu tahan baterai HP-HP jadul.
Acara ini menyuguhkan dongeng interaktif, tari budaya, dan permainan tradisional. Anak-anak tertawa, bergerak, dan---dengar baik-baik---tidak menonton YouTube Kids sambil ngemil biskuit tanpa gizi.
Seorang psikolog, Luh Surini Yulia Savitri (akrab disapa Vivi), menyampaikan fakta mencengangkan: Anak-anak bisa kok lepas dari HP, asalkan... orangtua hadir dan aktif menemani bermain.
Hah?
Ternyata solusinya bukan aplikasi parental control, bukan router Wi-Fi yang dikunci pakai sandi 23 digit, dan bukan juga ancaman mistis seperti "kalau pegang HP terus, nanti matanya keluar". Solusinya: kehadiran orangtua.
Masalahnya? Ya itu tadi.
Gadget, Sang Penyelamat Darurat Orangtua Sibuk (atau Malas)
Mari jujur. Banyak dari kita, para orangtua, memperlakukan gadget seperti baby sitter digital. Anaknya nangis? Kasih HP. Anaknya bosen? Kasih tablet. Anaknya lapar? Kasih video mukbang sambil disuapin. Setelah itu, kita bilang anak kecanduan gadget.
Padahal siapa yang pertama kali ngenalin gadget ke mereka? Malaikat? Enggak. Kita. Orangtua.