Kutipan pembuka:
"PDKT itu seperti baca buku tanpa sinopsis. Menarik di awal, bikin penasaran, tapi kadang akhirnya cuma plot twist: dia cuma anggap kamu teman."
- HarmokoÂ
PDKT, alias pendekatan, seringkali jadi ladang ekspektasi, trial and error, bahkan drama berdarah dingin dalam urusan hati. Di zaman algoritma menentukan siapa yang muncul di beranda, cinta pun ikut terkurasi oleh filter-filter dan story berdurasi 15 detik. Namun, apa benar cinta selalu berawal dari gombalan dan gimmick manis? Atau... mungkinkah yang tulus dari awal justru punya peluang lebih besar jadi kisah antigagal?
1. PDKT Ala Serial Netflix: Lama, Rumit, dan Tiba-tiba Batal
Kalau kamu pernah suka seseorang dan bilang ke sahabat, "Kita udah chat tiga bulan tapi belum ada kepastian," selamat! Kamu tidak sendirian. Banyak PDKT yang awalnya intens kayak investigasi jurnalis, berakhir seperti berita hoaks: tidak diverifikasi dan ditinggal begitu saja.
PDKT yang gagal seringkali lahir dari niat yang tak jelas. Antara pengin punya teman ngobrol saja atau benar-benar mau menjalin hubungan. Tapi tidak sedikit yang justru 'antigagal' karena berani jujur sejak awal, tanpa banyak drama dan tebak-tebakan yang melelahkan.
"Berani jujur sejak awal bukan berarti kamu gila status. Itu tanda bahwa kamu menghargai dirimu sendiri."
- Harmoko
2. Strategi yang Tidak Antigagal: Terlalu Banyak Akting, Kurang Autentik
Salah satu teman saya, sebut saja Andre, pernah menghabiskan waktu dan pulsa selama dua bulan hanya untuk memastikan dia dianggap "seru" oleh gebetannya. Dia ikut nonton K-drama padahal hatinya masih di Dragon Ball, belajar matcha latte biar bisa foto aesthetic, sampai pura-pura suka lari pagi. Akhirnya? Dia ditinggal karena dianggap "kurang jujur."