Ini pertanyaan yang pantas kita renungkan:
Apakah "cocok budaya" berarti kandidat harus berubah demi perusahaan?
Kalau semua kandidat harus sama, lalu bagaimana perusahaan berkembang?
Budaya kerja memang penting, tapi ia bukan benda mati. Budaya juga harus adaptif. Kalau semua orang dalam perusahaan seragam pikirannya, perusahaan akan jalan di tempat.
Jadi, bukan hanya kandidat yang harus cocok, tapi juga perusahaan yang siap menerima perbedaan.
Solusi Ringan Tapi Serius
Mungkin perusahaan perlu membuat dokumen terbuka: semacam "Pedoman Budaya Kerja" yang bisa dibaca calon pelamar sejak awal.
Bukan cuma jargon seperti "kerja sama tim" dan "inovatif," tapi contoh nyata:
- Apakah pegawai boleh pakai headphone saat kerja?
- Apakah meeting selalu dimulai tepat waktu?
- Apakah diskusi terbuka benar-benar dihargai?
Dengan begitu, pelamar bisa menilai: apakah mereka benar-benar cocok, atau sebaiknya cari tempat lain yang lebih selaras.
Dan kalau HRD menolak karena alasan budaya, setidaknya beri umpan balik. Jangan hanya mengirim email satu baris lalu ghosting. Karena kadang, penjelasan yang jujur bisa membuat pelamar berkembang---dan tetap menghargai perusahaan yang menolak mereka.
Penutup