Konsultasi dengan notaris atau pengacara properti bisa menjadi investasi kecil yang menyelamatkan dari kerugian besar.
Pemerintah dan Swasta: Dorongan Dua Arah
Pemerintah melalui berbagai kementerian sebenarnya cukup aktif mendorong sektor properti. Selain PPN DTP dan penurunan suku bunga, ada juga program FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dan Tapera. Sayangnya, program ini masih lebih banyak menyasar MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).
Di sisi lain, bank-bank swasta maupun BUMN juga bersaing ketat menawarkan KPR dengan gimmick menarik: bunga super rendah, DP nol persen, bahkan cashback. Namun perlu diingat, tak semua promo cocok untuk semua orang. Perhatikan syarat dan ketentuannya---sering kali cicilan rendah hanya berlaku di awal, lalu melonjak setelahnya.
Peran konsultan properti, perencana keuangan, dan peer discussion di media sosial bisa membantu memetakan pilihan yang paling masuk akal sesuai kondisi pribadi.
Menabung vs Membeli Sekarang: Mana Lebih Baik?
Banyak orang berpikir, "Saya tabung dulu, nanti beli rumah cash." Ide ini mulia, tetapi sering kali tidak realistis.
Katakanlah harga rumah yang diincar Rp500 juta, dan Anda menabung Rp5 juta per bulan. Dalam 100 bulan (8 tahun lebih), uang terkumpul Rp500 juta. Tapi selama waktu itu, harga rumah bisa naik 50%, bahkan dua kali lipat. Artinya, Anda seperti berlari mengejar bus yang terus melaju. Saat Anda sampai di halte, bus-nya sudah pindah ke terminal.
KPR membuat kita bisa "menunggangi bus sekarang", meski belum memiliki seluruh ongkos. Yang penting, tahu arah dan mampu membayar tiket per bulannya.
Refleksi: Milenial dan Impian Memiliki Rumah
Memiliki rumah bukan hanya soal punya bangunan untuk berteduh. Itu simbol kemandirian, stabilitas, dan pencapaian pribadi. Dalam budaya Indonesia, rumah bahkan kerap dianggap prasyarat untuk menikah, atau bekal masa tua yang damai.