Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar US$160 juta. Meskipun tetap berada di wilayah positif, angka ini menjadi yang terendah dalam lima tahun terakhir, sejak 2019. Data ini mengejutkan banyak pihak, terutama karena selama beberapa tahun terakhir Indonesia berhasil mempertahankan surplus yang relatif stabil, bahkan cenderung meningkat di tengah pemulihan global pasca pandemi.
Penurunan tajam ini menandakan potensi ketidakseimbangan struktural dalam kinerja ekspor-impor Indonesia dan memberi sinyal awal bagi pembuat kebijakan untuk lebih cermat dalam menjaga stabilitas ekonomi makro.
Dinamika Neraca Perdagangan: Angka yang Mengkhawatirkan
Surplus dagang Indonesia sebesar US$160 juta pada April 2025 bukan hanya lebih rendah dibanding bulan sebelumnya, tetapi juga mencatatkan posisi terendah sejak April 2019, di mana saat itu Indonesia juga tengah menghadapi tekanan global yang cukup berat.
Bila dibandingkan dengan Maret 2025 yang mencatatkan surplus lebih dari US$3 miliar, anjloknya surplus pada bulan April mencerminkan adanya pergeseran mendadak dalam dinamika perdagangan luar negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada April 2025:
Nilai ekspor Indonesia mencapai US$20,74 miliar, naik 5,76% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Namun, nilai impor melonjak jauh lebih tinggi, mencapai US$20,59 miliar, meningkat 21,84% yoy.
Dengan selisih yang sangat tipis antara ekspor dan impor, surplus yang biasanya menjadi penyangga stabilitas eksternal kini menjadi rapuh.
Pendorong Utama: Lonjakan Impor Nonmigas