Toilet di Masjidil Haram tak hanya sekadar tempat membuang hajat. Bangunan toilet juga menjadi titik temu jemaah yang terpisah dari rombongan. Di tengah padatnya manusia dari berbagai penjuru dunia, toilet justru menjadi penyelamat dari kepanikan jemaah yang tersesat.
Kompasiana.com - Di tengah lautan manusia yang tumpah ruah di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, ada satu fenomena unik namun sarat makna kemanusiaan yang patut dicatat: toilet menjadi titik temu jemaah yang tersasar.Â
Tidak lagi sekadar tempat membuang hajat, bangunan toilet---terutama yang memiliki penanda seperti "WC 3"---berperan penting dalam memulihkan ketenangan jiwa mereka yang sempat panik karena terpisah dari rombongan.
Fenomena ini bukanlah sekadar anekdot ringan di sela-sela pelaksanaan ibadah haji, tetapi merupakan gambaran nyata tentang pentingnya orientasi spasial, komunikasi efektif, dan kesiapsiagaan petugas dalam melayani jutaan jemaah dari berbagai penjuru dunia yang berkumpul dalam satu ruang suci.
Kepadatan dan Risiko Terpisah
Masjidil Haram adalah salah satu tempat tersibuk di dunia. Selama musim haji, kepadatan jemaah mencapai titik ekstrem.Â
Lautan manusia tidak hanya mengisi pelataran masjid, tetapi juga memadati lorong-lorong, jalan menuju terminal, serta fasilitas umum lainnya.Â
Dalam kondisi seperti ini, kemungkinan seseorang tersesat atau terpisah dari rombongan menjadi sangat tinggi.
Kisah Yuminah, seorang jemaah haji asal Probolinggo, Jawa Timur, memberikan ilustrasi nyata akan hal tersebut.Â
Seusai menunaikan shalat Maghrib berjemaah, Yuminah berniat menuju Terminal Bus Jabal Kabah.Â
Namun, padatnya arus manusia membuat ia kehilangan arah dan terpisah dari rombongannya.Â
Keadaan ini membuatnya panik, bahkan hingga menangis terisak karena tidak tahu harus berbuat apa.
Situasi menjadi semakin mencekam karena Yuminah tidak memiliki pengalaman bepergian ke luar negeri sebelumnya.Â
Masjidil Haram yang megah dan padat manusia menjadi labirin asing yang sulit dikenali.Â
Dalam kondisi seperti itu, tidak ada tempat yang lebih menyamankan selain bertemu orang yang dapat dipercaya---dan di sinilah peran petugas haji sangat vital.
Intervensi Sigap dari Petugas
Beruntung, Yuminah ditemukan oleh petugas dari Media Center Haji (MCH) yang tengah berpatroli.Â
Petugas tersebut, Shofatus Shodiqoh, anggota Tim MCH PPIH Arab Saudi asal Rembang, Jawa Tengah, dengan cepat menenangkan Yuminah dan membawanya ke area WC 3. Bukan tanpa alasan tempat ini dipilih.Â
WC 3 merupakan salah satu titik paling mudah dikenali dan kerap dijadikan lokasi pertemuan jemaah yang terpisah dari rombongannya.
Langkah selanjutnya adalah melakukan komunikasi.Â
Shofatus menghubungi anggota rombongan Yuminah dan menyepakati pertemuan di WC 3.Â
Tak lama kemudian, Yuminah dijemput oleh rekannya dan kembali ke hotel dengan rasa lega. Krisis pun berakhir berkat kejelian petugas memilih titik temu yang strategis.
Kisah Serupa: Suami-Istri Terpisah
Kisah serupa juga dialami seorang jemaah perempuan asal Poso, Sulawesi Tengah. Ia terpisah dari suaminya ketika berjalan di sekitar area WC 3.Â
Sekat pembatas yang dipasang petugas keamanan untuk memisahkan jalur keluar dan area shalat menyebabkan mereka kehilangan satu sama lain.Â
Awalnya, pasangan ini bahkan mengambil arah yang salah: alih-alih menuju Terminal Jabal Kabah, mereka justru menuju Terminal Ajyad.
Kepanikan melanda saat sang istri menyadari bahwa ia sendirian di tengah kerumunan. Upaya menghubungi suami lewat telepon tidak berhasil.Â
Petugas kemudian mengantarnya ke Terminal Jabal Kabah, dengan harapan bisa menemukan pasangannya di sana.Â
Di tengah jalan, mereka beruntung bertemu rombongan sang suami yang juga tengah mencarinya.Â
Pertemuan itu menjadi penutup haru dari kepanikan yang sempat terjadi.
Toilet Sebagai Titik Kumpul
Fenomena WC sebagai titik temu bukanlah sesuatu yang dirancang secara formal, tetapi lahir dari kebutuhan dan pengalaman lapangan.Â
Di sekeliling Masjidil Haram terdapat sejumlah bangunan WC yang sangat mencolok.Â
Biasanya, bangunan ini dilengkapi plang bertuliskan "WC" diikuti angka tertentu---seperti WC 1, WC 2, dan WC 3.Â
Tulisan berwarna putih dengan latar hijau ini mudah terlihat bahkan dari kejauhan, termasuk pada malam hari karena adanya pencahayaan yang memadai.
WC 3 menjadi salah satu titik paling populer. Lokasinya sangat strategis: berada di bawah Menara Zamzam dan dekat Pintu King Fahd, salah satu akses utama ke dalam masjid.Â
Selain itu, letaknya yang dekat dengan jalur menuju Terminal Ajyad menambah nilai strategis bangunan ini.Â
Tak mengherankan, jemaah yang tersasar maupun petugas haji menjadikan WC 3 sebagai titik orientasi dan pertemuan yang efektif.
Penanda Arah dan Orientasi
Selain menjadi titik temu, bangunan WC juga berfungsi sebagai penanda arah.Â
Jemaah yang bingung menentukan rute kembali ke hotel atau ke terminal bus Shalawat sering kali menggunakan posisi WC sebagai referensi navigasi.Â
Meskipun Terminal Ajyad secara teknis lebih dekat ke WC 3, keberadaan bangunan ini kerap menjadi patokan menuju terminal-terminal lain seperti Syib Amir dan Jabal Kabah.
Dalam konteks pelaksanaan ibadah haji yang melibatkan jutaan orang, orientasi spasial sangat krusial.Â
Tidak semua jemaah memiliki kemampuan mengenali arah berdasarkan papan petunjuk berbahasa Arab atau Inggris.Â
Namun, mengenali WC dengan angka tertentu adalah keterampilan sederhana namun sangat bermanfaat.Â
Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa bangunan WC berperan dalam menjaga keselamatan jemaah.
Dimensi Kemanusiaan dan Kesigapan Petugas
Fenomena ini mengandung pelajaran penting bagi semua pihak, terutama dalam penyelenggaraan ibadah haji.Â
Pertama, kesiapsiagaan petugas lapangan menjadi kunci dalam menjaga keamanan dan kenyamanan jemaah.Â
Ketika seseorang kehilangan arah, kehadiran petugas yang sigap, sabar, dan empatik sangat menentukan keberhasilan penanganan.
Kedua, pentingnya titik temu yang disepakati bersama.Â
Dalam banyak rombongan, petugas haji sering menganjurkan para jemaah untuk menghafal satu atau dua titik referensi, misalnya WC 3 atau pintu tertentu.Â
Dengan begitu, jika terjadi situasi darurat, mereka dapat dengan cepat kembali berkumpul atau dijemput tanpa harus berputar-putar.
Ketiga, narasi-narasi seperti ini perlu diangkat sebagai bagian dari dokumentasi sosial ibadah haji.Â
Di balik ritual suci dan megahnya Masjidil Haram, terdapat kisah-kisah humanis yang memperlihatkan nilai solidaritas, kepedulian, dan kerja sama lintas bangsa.Â
Petugas Indonesia yang membantu jemaah tersesat, misalnya, menjadi duta kemanusiaan yang menjaga marwah penyelenggaraan haji Indonesia.
Implikasi untuk Masa Depan
Kisah-kisah di atas menyiratkan pentingnya pendekatan pragmatis dalam merancang sistem navigasi jemaah haji.Â
Pemerintah dan penyelenggara haji dapat mempertimbangkan membuat peta orientasi visual yang memanfaatkan elemen-elemen yang mudah dikenali seperti bangunan WC, menara, dan terminal bus.
Selain itu, pemanfaatan teknologi seperti aplikasi penunjuk arah berbasis GPS yang diprogram secara spesifik untuk kawasan Masjidil Haram dapat menjadi solusi modern.Â
Namun, pendekatan teknologi ini tidak serta merta menggantikan peran petugas lapangan yang sigap dan tanggap. Kedua elemen ini harus berjalan beriringan.
Pendidikan pra-keberangkatan haji juga harus lebih menekankan pentingnya mengenali titik-titik referensi fisik.Â
Bukan hanya lokasi ibadah dan manasik, tetapi juga bagaimana bertindak saat kehilangan arah, termasuk ke mana harus menuju dan kepada siapa meminta pertolongan.
Penutup: Di Balik Kesederhanaan, Ada Keselamatan
Siapa sangka bangunan sederhana seperti toilet dapat menyelamatkan banyak orang dari kepanikan di tengah kerumunan jutaan manusia?Â
WC 3 dan bangunan serupa di Masjidil Haram telah menjadi "mercusuar" kemanusiaan yang memandu jemaah yang tersesat kembali ke rombongannya.
Kisah Yuminah dan jemaah perempuan asal Poso membuka mata kita bahwa keberhasilan ibadah haji tidak hanya bergantung pada kesiapan spiritual, tetapi juga pada sistem pendukung fisik dan manusiawi yang menjamin keselamatan jemaah.Â
Maka, marilah kita melihat toilet di Masjidil Haram bukan hanya sebagai fasilitas sanitasi, melainkan juga sebagai simbol koordinasi, komunikasi, dan kepedulian.
Di balik keramaian Masjidil Haram, toilet bisa jadi titik temu yang menyelamatkan. Sebuah pelajaran dari kesederhanaan yang mengandung makna mendalam.
Sumber: KOMPAS, JUM'AT, 23 MEI 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI