Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tumpangsari Insidensial

31 Oktober 2020   20:11 Diperbarui: 31 Oktober 2020   20:19 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kemarin dari Eropa kita dituduh merusak lingkungan. Lalu diboikot. Sekarang diserang lagi soal pemanfaatan tenaga anak, katanya melanggar HAM," terangnya dengan muka kecut.

"Padahal kalau di luar Jawa ya memang petani penggarap rata-rata tinggal di tengah kebun sawit. Wajar kalau dia mengajari anak-anaknya ikut bertani dengan kegiatan ringan, semisal menyiram atau memupuk. Tapi jelas bukan perusahaan yang mempekerjakan mereka."

"Lah iya Pak, orangtua saya juga petani sawit. Sekali-sekali waktu kecil saya diajak ikut ke kebun, ya lucu-lucuan saja, bukan diberi pekerjaan berat," kata Saya, menyetujui pendapatnya.

"Nah, yang seperti itu tolonglah dijelaskan. Bagaimanapun minyak sawit kita butuhkan untuk kebutuhan sehari-hari. Menggoreng atau menumis apapun pasti pakai minyak sawit. Mandi, mencuci pakai sabun, itu juga dari minyk sawit," katanya.

Saya mengangguk-angguk setuju. Tapi bagaimanapun saya masih penasaran apakah ada kebun sawit milik rakyat, soalnya sejak dari Subang hingga ke Bogor, yang saya temui baru kebun besar milik perusahaan. Tentu tak sulit bagi perusahaan yang bermodal besar untuk menerapkan praktik yang sustainable agar disukai oleh konsumennya.

"Kalau di sekitaran sini pasti milik PTPN. Tapi coba ke arah Banten. Di Malingping saya pernah dengar ada," jawabnya.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Maka saya pun bergegas menyiapkan sepeda motor dan peralatan, saat malam menjelang.

"Ini serius kamu momotoran sendirian malam-malam? Ga takut?" Tanya Pak Alit sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Oh iya tentu, Pak. Saya justru merasa lebih aman berkendara malam, soalnya lebih lengang. Yang penting tidak mengantuk saja. Tidur siang yang cukup sebelum jalan," jawab saya percaya diri.

"Ya sudah, hati-hati di jalan," ia melepas dengan tatapan khawatir.

Tentu saja jalur dari Bogor ke Banten tak semudah yang awalnya saya kira. Infrastruktur di Banten tidak sebaik Bogor. Banyak jalan rusak dan penerangan minim. Seringkali saya harus melahap jalanan dalam keadaan gelap gulita, namun resiko ini saya ambil untuk bisa mendengarkan bagaimana sebenarnya petani kecil di Pulau Jawa mengelola kebun sawit mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun