Mohon tunggu...
Harfi Admiral
Harfi Admiral Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Sepertinya, menulis sudah menjadi kewajiban

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Musim Gugur untuk Piotr

28 April 2022   02:28 Diperbarui: 28 April 2022   22:01 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musim gugur (Sumber Gambar : Pixabay.com)

Piotr, gdzie jesteś?” Suara Nyonya Marek terdengar nyaring.

“Aku di sini, Mama.” Piotr menjawab. Tubuh kecilnya muncul dari balik lemari. Tempat persembunyian favoritnya. Pipinya yang bulat terlihat memerah.

Nyonya Marek tersenyum melihat anak semata wayangnya muncul dengan polos. Wanita berumur empat puluh tahunan itu langsung bersimpuh dan mengelus lembut kepala anaknya yang ditumbuhi oleh rambut berwarna keemasan. “Pakai jaket ini. Besok sudah musim gugur. Cuaca akan dingin di luar sana.”

“Tapi, aku tidak merasa dingin, Mama. Aku ini kuat. Paman Karol berkata begitu.” Piotr menjawab polos sambil menggoyang tubuhnya pelan.

“Kau memang kuat, sayang. Tapi udara dingin di luar lebih kuat lagi. Kalau kau kena flu, kau tidak bisa bermain di luar sana.” Nyonya Marek menjelaskan dengan sabar.

“Iya, Mama. Aku ingin bermain dulu.” Piotr sudah berlari meninggalkan rumah. Rambutnya yang berwarna emas bergerak-gerak tertiup oleh embusan angin utara yang sudah mulai kencang.

“Jangan pulang terlalu malam, Piotr!” Nyonya Marek berseru mengingatkan. Piotr hanya menjawab dengan anggukan dan setelahnya bocah itu hilang di persimpangan jalan.

***

Piotr menyusuri jalanan Warsawa yang selalu ramai setiap harinya. Asap-asap dari restoran yang ada di sepanjang jalan mengepul di udara. Burung-burung gagak bertengger di atas pohon yang daunnya mulai rontok satu persatu. 

Dia juga melihat orang-orang yang sudah mulai memakai pakaian tebal dan berjalan dengan terburu-buru. Piotr tersenyum ceria melihat aktivitas kota Warsawa yang seperti biasanya.

“Mau ke mana, Piotr?” tanya Tuan Ludwik, si pemilik toko kue yang terkenal lezat. Favorit Piotr.

“Tidak ada, Tuan Ludwik. Aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar. Besok sudah musim gugur.” Piotr menjawab ceria. Dia selalu gembira jika Tuan Ludwik menyapanya.

Tuan Ludwik mengangguk paham. “Ini, Sernik yang masih hangat. Enak sekali jika dimakan di tengah cuaca dingin begini, Piotr.” Tuan Ludwik menyerahkan kue Sernik yang lezat. Asapnya masih menari-nari di atasnya.

Wajah Piotr berubah gembira. “Sungguh, Tuan Ludwik? Aku akan menerimanya dengan senang hati.” Piotr menerima kue Sernik itu dan langsung berlari kegirangan.

Tuan Ludwik tersenyum melihat tingkah Piotr yang menggemaskan itu. Semoga dia selalu sehat, gumam Tuan Ludwik.

Tanpa Piotr dan seluruh penduduk Warsawa sadari, dunia sedang bergerak dengan sangat cepat. Sebuah kekuatan yang lama tertidur mulai bangkit dan memberi ancaman yang sangat berbahaya ke seluruh tanah Eropa. Kekuatan itu, Reich Ketiga, sedang bersiap melakukan langkahnya yang mematikan. Pemimpinnya yang terkenal karena ideologi fasisnya yang radikal, telah siap bergerak untuk menaklukan Eropa dan dunia.

Piotr terus menyusuri jalanan utama kota Warsawa. Dia terkadang berhenti sejenak untuk memakan kue Serniknya yang lezat. Rasanya yang manis langsung terasa melumer di mulut bocah itu. 

Tiba-tiba, Piotr tersenyum ketika melihat rimbunan dedaunan yang mulai gugur. Warnanya oranye. Tergeletak di mana-mana. Aku bisa membuatkan Mama mahkota menggunakan ini, pikir Piotr bersemangat.

Dengan perasaan yang menggebu-gebu, Piotr kecil mulai memungut daun-daun yang berjatuhan itu. Dia memilih dengan teliti daun mana yang bagus dan indah untuk dijadikan mahkota untuk Mamanya kelak. Piotr lagi-lagi tersenyum sendiri membayangkan Mamanya yang cantik menggunakan mahkota yang dia buat.

Tanpa terasa, matahari sudah mulai menghilang di arah barat. Karena musim semi akan datang, waktu malam datang lebih cepat dari biasanya. Piotr hampir lupa waktu. Dia langsung bergegas mengemasi daun-daunnya dan mulai berlari pulang menuju rumah.

Di rumahnya, Nyonya Marek terlihat sangat khawatir. Dia tidak tahu ke mana perginya anak semata wayangnya itu. Biasanya Nyonya Marek tidak akan sekhawatir ini. 

Namun, barusan dia mendengar berita bahwa pasukan Jerman dikabarkan datang mendekat. Memang hanya kabar burung, tapi itu sudah bisa membuat Nyonya Marek bergidik ketakutan. 

Dia tahu bahwa situasi politik di negaranya sedang memanas akhir-akhir ini. Pemimpin Jerman, Adolf Hitler, memaksa pemimpin Polandia, Edward Rydz-Śmigły, untuk menyerahkan wilayah yang seharusnya menjadi milik Jerman.

“Mama! Aku pulang.” Piotr berseru. Tubuh kecilnya muncul dari balik pagar kayu.

“Ya ampun, Piotrku Sayang. Kau hampir membuat Mama khawatir.” Nyonya Marek langsung memeluk tubuh kecil Piotr. “Dari mana saja kau, Nak?”

“Ini. Mahkota untuk Mama.” Piotr menunjukkan mahkota buatannya. Bocah itu langsung mengenakannya ke kepala Mamanya. “Cantik.” Piotr manggut-manggut seperti orang dewasa.

Nyonya Marek tertawa melihat tingkah anaknya yang polos dan lucu itu. “Kau yang membuat ini sendiri? Hebat sekali, Nak. Baiklah, kau pasti lapar, bukan? Mama membuatkanmu Flaki yang masih panas. Ayo kita makan.” Nyonya Marek menggandeng tangan anaknya dan masuk ke dalam rumah. Makan malam mereka yang damai akan segera dimulai.

Di meja makan, Piotr bercerita berbagai macam hal. Bocah itu menceritakan dengan semangat tentang Tuan Ludwik yang memberinya kue Sernik yang lezat. Dia juga bercerita bagaimana burung-burung gagak bertengger ramai-ramai di atas pohon yang daunnya mulai layu. Nyonya Marek tersenyum dan sesekali tertawa mendengar cerita anaknya yang lucu itu.

“Sudah waktunya tidur, Sayang. Sebentar lagi akhir pekan. Kita sepertinya bisa berjalan-jalan ke taman Lazienki. Bagaimana menurutmu?” Nyonya Marek berkata setelah mengantarkan anaknya menuju kasur.

“Aku ingin melihat taman Lazienki, Mama.” Piotr menjawab pelan. Matanya sudah terasa berat.

“Iya, mari kita lihat taman itu bersama-sama. Sekarang tidurlah.” Nyonya Marek mencium kening anaknya. Lantas beranjak pergi dari kamarnya. Meninggalkan Piotr yang sudah tertidur dengan nyenyak.

Malam itu, semua penduduk Warsawa sudah tertidur pulas. Mereka menikmati mimpi-mimpi mereka. Musim gugur akan datang. Suhu dingin yang menyejukkan akan sangat menyenangkan. Harusnya seperti itu. Namun, di sisi lain, pasukan Reich Ketiga Jerman sudah bergerak mendekat. Ratusan ribu jumlah mereka. Kapal-kapal perang juga sudah mulai berlayar. Target pertama mereka adalah garnisun Polandia di Benteng Westerplatte, Danzig.

Pukul empat kurang lima belas menit, kapal perang Jerman, Schleswig-Holstein, memulai serangan pertamanya ke Benteng Westerplatte. Serangan itu sangat mematikan. Pihak Polandia tidak mampu memberikan perlawanan yang berarti. Setelah Benteng Westerplatte berhasil ditaklukkan, tentara Jerman mulai bergerak masuk dan mencaplok hampir seluruh daerah yang dilewatinya.

Nyonya Marek terbangun dari tidurnya ketika mendengar bunyi sirene yang menggaung di kota Warsawa. Bunyinya sangat keras dan memekakkan telinga. Firasat buruk langsung menghampiri Nyonya Marek. Dia langsung berlari menuju kamar Piotr yang berada di lantai dua. Sirene itu terus saja berbunyi. Membuat pikiran Nyonya Marek semakin kalut. Dia sempat melihat ke arah jam. Waktu menunjukkan pukul enam pagi.

Nyonya Marek membuka pintu kamar Piotr dengan paksa. Dia bisa melihat anaknya yang terlihat pucat karena bunyi sirene. Nyonya Marek langsung memeluk putranya.

“Ada apa, Mama? Kenapa berisik sekali?” Piotr bertanya. Suaranya lirih.

“Kita harus cepat pergi dari sini, Sayang. Ingat rumah Bibi Emili? Kita harus ke sana secepat mungkin.” Nyonya Marek sudah menggendong anaknya. Dia mengambil tas dan memasukkan sembarang baju ke dalamnya. Dia juga mengambil beberapa perhiasannya.

“Bukannya kita sekarang pergi ke taman Lazienki, Mama? Rumah Bibi Emili tidak bagus.” Piotr menolak ajakan Mamanya.

Nyonya Marek mencoba tersenyum. “Setelah dari rumah Bibi Emili kita akan langsung pergi ke taman Lazienki, Piotr. Sekarang cepat bersiap! Waktu kita tidak banyak.”

Nyonya Marek menggendong Piotr keluar dari rumahnya. Dia bisa melihat warga di seluruh kota Warsawa juga melakukan hal yang sama. Suasana terlihat sangat kacau. Warga berseru-seru ketakutan. Mimpi buruk telah mendatangi kota Warsawa. Jalanan menjadi ramai. Warga berbondong-bondong pergi menuju ruang perlindungan bawah tanah.

Tidak jauh dari sana, di langit Warsawa yang belum terang seutuhnya, puluhan pesawat tempur Jerman, Luffwaffe, bergerombol terbang di angkasa. Pesawat itu mendapat perintah yang sangat mudah untuk dipahami. Bombardir kota Warsawa. Perintah yang mudah dilakukan namun sangat mematikan.

Bunyi pesawat tempur Jerman menderu di angkasa. Langit yang belum terang berubah menjadi gelap. Dalam hitungan detik, puluhan bom sudah di jatuhkan dari atas kota Warsawa. Ledakkannya meluluh lantakkan bangunan. Orang-orang yang malang harus menghadapi maut mereka. Tewas terkena ledakan atau tewas terhimpit bangunan. Tidak ada pilihan sama sekali.

Nyonya Marek mendekap Piotr erat. Pemandangan di depannya sangat mengerikan. Dia bisa melihat tetangga di dekat rumahnya terhimpit oleh tembok batu yang besar. Jeritan minta tolongnya terdengar sangat menyedihkan. Nyonya Marek menarik napas panjang dan mulai berlari. Keselamatan Piotr adalah yang utama. Namun malang baginya, sebuah bongkahan besi melayang di angkasa dan menghimpit badannya yang tengah berlari. Piotr terlepas dari dekapannya.

“Ma-mama!” Piotr menjerit ketakutan.

“Lari, Piotr! Ikuti orang-orang ini. Selamatkan dirimu!” Nyonya Marek memberi perintah. Dia sudah tidak dapat merasakan kakinya lagi. Di perutnya juga tertancap potongan kayu. Nyonya Marek tahu dia tidak akan bisa selamat lagi.

“Ta-tapi, Mama.” Piotr menangis melihat Mamanya yang tidak berdaya.

“Piotrku sayang. Aku mohon, larilah dan selamatkan dirimu. Penuhi permintaan Mamamu....kali ini saja.” Nyonya Marek sudah hampir kehabisan napas. Dia mengelus lembut kepala anaknya untuk terakhir kali. Nyonya Marek menahan air matanya untuk tidak tumpah di depan Piotr kecil.

“Ma-“

“Lari!” Nyonya Marek berteriak sekuat tenaga. Teriakkannya membuat Piotr tersadar dan mulai berlari. Piotr menoleh ke belakang dan melihat Mamanya tersenyum kepadanya. Piotr berlari semakin kencang. 

Air matanya bercucuran tidak karuan. Anak itu tidak pernah menyangka bahwa mahkota yang dibuat adalah hadiah terakhirnya untuk Mamanya. Piotr menjerit sekuat tenaga. Hingga akhirnya ledakan selanjutnya membuat Piotr tidak sadarkan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun