“Piotr, gdzie jesteś?” Suara Nyonya Marek terdengar nyaring.
“Aku di sini, Mama.” Piotr menjawab. Tubuh kecilnya muncul dari balik lemari. Tempat persembunyian favoritnya. Pipinya yang bulat terlihat memerah.
Nyonya Marek tersenyum melihat anak semata wayangnya muncul dengan polos. Wanita berumur empat puluh tahunan itu langsung bersimpuh dan mengelus lembut kepala anaknya yang ditumbuhi oleh rambut berwarna keemasan. “Pakai jaket ini. Besok sudah musim gugur. Cuaca akan dingin di luar sana.”
“Tapi, aku tidak merasa dingin, Mama. Aku ini kuat. Paman Karol berkata begitu.” Piotr menjawab polos sambil menggoyang tubuhnya pelan.
“Kau memang kuat, sayang. Tapi udara dingin di luar lebih kuat lagi. Kalau kau kena flu, kau tidak bisa bermain di luar sana.” Nyonya Marek menjelaskan dengan sabar.
“Iya, Mama. Aku ingin bermain dulu.” Piotr sudah berlari meninggalkan rumah. Rambutnya yang berwarna emas bergerak-gerak tertiup oleh embusan angin utara yang sudah mulai kencang.
“Jangan pulang terlalu malam, Piotr!” Nyonya Marek berseru mengingatkan. Piotr hanya menjawab dengan anggukan dan setelahnya bocah itu hilang di persimpangan jalan.
***
Piotr menyusuri jalanan Warsawa yang selalu ramai setiap harinya. Asap-asap dari restoran yang ada di sepanjang jalan mengepul di udara. Burung-burung gagak bertengger di atas pohon yang daunnya mulai rontok satu persatu.
Dia juga melihat orang-orang yang sudah mulai memakai pakaian tebal dan berjalan dengan terburu-buru. Piotr tersenyum ceria melihat aktivitas kota Warsawa yang seperti biasanya.
“Mau ke mana, Piotr?” tanya Tuan Ludwik, si pemilik toko kue yang terkenal lezat. Favorit Piotr.