Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjemput Ibu

23 Desember 2022   02:58 Diperbarui: 23 Desember 2022   03:04 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ah, aku takut sesuatu terjadi dengan ibu. Aku berusaha tenang. Berusaha berpikir positif bahwasanya ia baik-baik saja. Ibu wanita yang kuat. Ibu sang pejuang. Ibu seorang pendaki. Ia tahu apa yang mesti di perbuat di kala terjepit oleh keadaan. Tak ada satu pun yang bisa menghalangi ibu. Meskipun hujan badai akan turun melanda Jakarta. Aku yakin ibu baik-baik saja. Aku pun berdoa.

Sampai seluruh penumpang kereta Taksaka turun melalui pintu keluar stasiun dan berpindah dengan taksi dan mobil pribadi tak juga terlihat ibu di sana. Hatiku semakin kalut. Jantungku berdebar kencang. Aku hampiri seorang petugas stasiun dan bertanya kepadanya perihal salah satu penumpang yang baru saja turun dari kereta.

"Semua penumpang sudah turun bu, keretanya juga sudah berjalan menuju stasiun Kota untuk langsir di sana". sahut sang petugas begitu yakin dan menyuruhku untuk mengecek kembali di pintu keluar stasiun. Aku bergegas ke sana. Aku berlari. Aku mencari sosok ibu. Aku kebingungan di tengah kerumunan orang banyak di stasiun. 

Sebuah mobil ambulance baru saja keluar dari pintu Utara. "Ah tak mungkin". Ibu tak punya riwayat penyakit apapun selain kemarin terpapar covid varian delta. Suara sirene ambulance lenyap sesampainya di jalan raya merangsek kemacetan entah ke arah mana.

Hujan deras pun turun. Air mataku pun tak terasa meluncur di wajahku yang terlihat bingung. Jakarta gelap. Seperti juga perasaanku. Aku menulis pesan di whatsap untuk ibu. Singkat saja. "Ibu dimana?". 

******

Menjelang subuh Ario datang bersama adik dan kedua sepupunya, mengendarai mobil dari Jogya. Aku tak bisa lagi berkata. Aku hanya bisa memeluknya di depan jenazah ibu di ruang pemulasaran rumah sakit Cipto. Air mataku sudah habis. Sudah habis terkuras bersama hujan yang tadi sore turun deras. Hanya sisa lembab di mataku yang sembab. Ibu pulang dengan sangat tenang di dalam kereta setengah jam sebelum sampai di Jakarta. Ibu terkena serangan jantung.

Barangkali ibu terlalu bersemangat bercerita kepada kenangan yang membawanya jauh mengembara. Kepada mimpi dan segala harapan yang tidak sia-sia hingga ibu membesarkan kami berdua setelah ayah tiada. Andai saja aku ada di sana ibu. Aku tak akan tertidur. Tak akan aku biarkan mata ini mengantuk sampai benar-benar ibu selesai bercerita. Sampai kereta berhenti di akhir stasiun di mana keabadian menunggu rindu dan cinta.

Terimakasih Ibu.

Handy Pranowo

23 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun