Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjemput Ibu

23 Desember 2022   02:58 Diperbarui: 23 Desember 2022   03:04 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tetapi pandemi tiga tahun lalu membuat pikiran ibu sedikit terganggu. Ia suka merenung di dalam kamarnya sendirian hal yang sebenarnya pantang ibu lakukan sejak dulu. Mbak Asri pegawai pertama yang telah lama membantunya berjualan mengatakan kalau sekarang ibu lebih banyak diam.

Bahkan ketika rumah makannya buka kembali setelah tutup beberapa lama karena pandemi mbak Asri lah yang di serahkan memegang tugas mengelola urusan segalanya. Aku sangat paham apa tengah menimpa hatinya yang keras itu. 

Boleh jadi ia bisa menerima kepergian suaminya dengan hati terbuka namun bila anak kesayangannya yang pergi selamanya boleh jadi hati seorang ibu akan hancur lebur.

Selain mbak Asri adik bungsuku lah yang ikut membesarkan warung makan ibu. Adikku menjadi salah satu konseptor dari rumah makan milik ibu yang akhirnya terkenal seantero Jogyakarta. Mereka satu tipe. Melihat ibu ya persis melihat adikku yang bungsu. 

Ibu hanya mempunyai dua anak dan semuanya perempuan. Yang satu senang memasak. Yang satu senang menggambar. Yang satu tak mau jadi karyawan. Yang satu ingin bekerja di kantoran. 

Di tahun kedua wabah pandemi aku memaksa pulang ke Jogya lantaran ibu dan adikku terpapar covid dan mesti isoman di rumah. Tak banyak yang aku lakukan saat menjenguk mereka di sana. Semuanya terbatas. Aku pun hanya mempunyai waktu tiga hari untuk berjumpa video call meski kami satu rumah.

Ibu di isolasi di kamar bawah sedang adikku dan suaminya ada terpisah di kamar atas. Keponakkanku yang berusia lima tahun di ungsikan ke keluarga besar suami adikku di Surakarta. Selama isoman mereka di bantu para tetangga dan juga mbak Asri serta teman-teman ibu di Gereja.

Namun nasib malang menimpa adikku. Varian delta merenggut nyawanya. Tadinya aku pikir ibu yang tak akan sanggup bertahan di karenakan ibu sempat menggunakan alat bantu oksigen selama lima hari.

Dan akhirnya jiwanya yang ceria dan pantang menyerah itu hancur  juga. Wanita yang hobinya mendaki itu tak juga kuat menahan badai dan kabut kesedihan setelah tahu anaknya harus mendahului di panggil Tuhan.

Aku shock berat. Ibu lama tak mau bicara. Hingga pertengahan tahun ini aku menyempatkan diri menjenguk ibu di Jogya selama dua hari. Sebenarnya aku pernah menawarkan ibu pindah ke Jakarta dan urusan rumah makannya biar mbak Asri yang mengurusnya. Namun ibu menolaknya dengan alasan tak bisa jauh dari cucu. 

"Bagaimana bisa ibu tinggalkan Jogyakarta sedang cucuku dekat dari sini. Ia sekaligus pengobat rindu bila ibu kangen adikmu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun