Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

November

25 November 2021   05:22 Diperbarui: 25 November 2021   05:36 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

25 November ini kamu merayakan ulang tahun namun entah berapa umurmu yang jelas aku tak lagi menghitungnya.

Kamu telah pergi berlayar ke sebuah pulau yang jauh dengan berbekal tangismu dan kecewa yang teramat dalam setelah pasrah cinta kita meregang.

Kamu memilih menghilang, aku memilih menjauh kepada bulan kamu titipkan kata-kata perpisahan dan aku membacanya waktu engkau menginjakan kakimu di tanah tak bertuan itu. 

Air mataku berguguran saat membaca pesanmu yang panjang dan kata maaf sebagai penutup akhir pesan. Wangi rambutmu rontok di hidungku, aroma tubuhmu menguap hingga sesak ke dalam jiwaku.

Aku teringat sebuah masa yang dulu saat cinta kita tengah asyik-asyiknya membara.

Aku ingat kita pernah bertamasya ke kebun Raya Bogor, waktu itu bulan hujan sedang turun lebat-lebatnya dan kita berdua sangat menyukainya.

Dalam mendung kita saling berpelukan lewati jalan setapak kebun raya yang lebar. Dan ketika hujan turun kita berteduh di bawah atap pohon rindang.

Di situ ku nikmati bibirmu bersama percik air yang turun. Kamu melenguh dan ku singkap bagian atas bajumu lalu kita telanjang bermandikan air hujan.

Rambutmu basah tubuhku penuh kecupan, merah dan biru. Tidak lama berselang hujan berhenti dan ku lihat bibirmu habis yang tersisa hanya bekas merah lipstikmu saja di batang pohon serta di daun-daun hijau yang jatuh.

Kemudian pelangi turun pelan-pelan lewat celah-celah akar yang merambat ke tanah. Kita sudah bersiap-siap hendak melewati jembatan merah.

Aku gendong kamu di belakang melintasi jembatan itu, badanmu sedang berat-beratnya dan aku suka menepuk bokongmu yang sekal.

Kita tak pernah percaya tentang mitos perpisahan, kita lebih percaya kepada dukun kandungan.

Kita banyak berdosa, begitu banyak berdosa hingga kamu tak tahan dengan itu semua.

Kamu ajak aku lari ke altar namun aku menolak, kamu yang seharusnya ikut aku ke mimbar. Sebab aku imam, pemimpin kapal berlayar.

Perdebatan  tak pernah selesai sedangkan halilintar tak selamanya menggelegar adakalanya hening menjelma angin dan menghilang. 

Akhirnya cinta tak menemukan pelabuhan, perahu terombang-ambing di tepian pantai, terdampar, terabaikan.

Setelah itu kamu pergi menghilang. Lenyap tak kembali segalanya telah kamu relakan. Perpisahan adalah sebaik-baiknya jalan.

Setelah lepas waktu menjauh dari masa itu dan antara kita telah menemukan teman hidup yang sejati sekeyakinan.

Namun apabila November datang aku selalu ingat dirimu, ingat dosa dosaku kepadamu.

Pada akhirnya aku pun menyadari bahwa bercinta adalah hal yang sakral bukan sebuah permainan murahan jaman sekarang.

Kini di mana pun dirimu berada aku hanya bisa mengucapkan kalimat sederhana "Selamat ulang tahun semoga panjang umur".

Handy Pranowo

25112021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun