Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perceraian Massal di Bandung, akibat Pendemi Covid-19 ?

30 Agustus 2020   09:15 Diperbarui: 8 September 2020   19:46 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Nikah  (Foto: Bening Air Telaga)

Kebahagiaan yang dicari apakah temporer, yang hanya bertahan sementara ? Tidak sama sekali. Kebahagiaan yang dicari dalam membentuk keluarga untuk selama2nya, kebahagiaan yang kekal. Untuk apa memandulkan kemerdekaan demi kebahagiaan sesaat. Hanya binatang yang berhubungan untuk kesenangan sekejap. Manusia menginginkan lembaga perkawinan dapat menghadirkan kebahagiaan selama hayat dikandung badannya.

Apakah cukup segitu saja? Masih belum cukup. Keterikatan yang dibuat antara sesama manusia lemah. Kekuatannya kekurangan daya menemukan kebahagiaan yang langgeng. Manusia membutuhkan kekuatan lain selain kekuatan dirinya untuk mencapai kebahagiaan yang kekal. 

Manusia membutuhkan kekuatan yang dahsyat, kekuatan yang jauh melebihi kekuatan dirinya. Mau tak mau, tak ada pilihan lain. Kehadiran yang Maha Kuasa sangat dibutuhkan bantuannya. Manusia berharap menghadirkan Tuhan agar bisa mewujudkannya. Perjanjian yang awalnya lemah menjadi bertenaga dengan melibatkan Tuhan. Makanya perkawinan demi Tuhan yang Maha Esa. Bukan demi harta kekayaan yang berlimpah, atau demi kecantikan, ketampanan yang fana.

Semua prolog tersebut diatas, dirumuskan, dirangkum dalam kalimat yang singkat, padat oleh Pembuat Undang2 dalam Pasal 1 Undang2 No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang dikutip secara lengkap ;

"Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Saya yakin tidak banyak yang telah membaca rumusan perkawinan yang termaktub dalam pasal 1 Undang2 Perkawinan baik bagi mereka yang sudah menikah, maupun yang belum. Makanya sengaja saya kutip secara utuh untuk memberikan kesempatan untuk membacanya.
Pembuat Undang2 tidak mengutip kata2 Pasal 1 Undang2 Perkawinan dari langit. Mereka merumuskan pasal tersebut dari jalinan yang berkulindan dari berbagai aspek diantaranya aspek sosial, budaya, agama, adat, kepercayaan, politik dan ekonomi.

Pasal 1 Undang2 Perkawinan lahir dari nilai2 unik yang dianut dan dipercayai orang Indonesia. Sekaligus merupakan cerminan jernih pandangan masyarakat Indonesia tentang perkawinan. Walaupun semua masyarakat dunia mengenal lembaga perkawinan, tapi mereka akan mempunyai makna yang berbeda terhadap lembaga yang sama. 

Perkawinan bagi bangsa India pasti berbeda makna bila dibandingkan makna perkawinan bangsa Jerman. Makanya merumuskan ketentuan Undang2 yang sesuai dengan aspirasi bangsa bukanlah perkara mudah. Butuh waktu, penelitian, pengetahuan, pendalaman, keahlian, ketelitian agar Undang2 sempurna. Undang2 yang sempurna, penegakannya pada waktu diberlakukan terasa tidak dipaksakan. Aturan yang tertuang dalam pasal2 terasa merupakan bagian dari nilai bangsa tersebut. Terkonfirmasi alias klop sesuai dengan keinginan dan cita2 masyarakat dimana Undang2 tersebut berlaku.

Perceraian massal.

Minggu yang lalu, di jagad media sosial viral video antrean panjang orang2 yang bermaksud bercerai. Ada fenomena baru Ramai Kasus Perceraian. Berita ini kemudian menjadi headline di media2 mainstream baik tulis maupun media elektronik di Indoneaia. Biasanya kita mengenal nikah massal, kali ini pada tanggal 24 Aguatus 2020 dipertontonkan perceraian massal di Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung. Ada apa? Kok tiba2 Ramai Kasus Perceraian?

Halaman pengadilan penuh sesak oleh pihak2 yang akan dan yang sedang proses bercerai. Menurut Suharja, Humas Pengadilan Agama Soreang ada 246 perkara gugatan dan permohonan cerai hari itu. Gilak. Ini bisa jadi angka rekor perceraian dunia. Ada apa? Apakah mereka pada lupa bahwa perkawinan untuk hidup bersama, kekal selama2nya?. Atau pada waktu menikah dulu mereka memang tidak berniat untuk selamanya? Kenapa Ramai Kasus Perceraian ? 

Beberapa pakar perkawinan memberikan analisa dengan mengatakan banyak perkawinan yang dilakukan dalam usia sangat muda di Indonesia. Ketidak dewasaan membuat pasangan tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memahami tujuan perkawinan. 

Pasal 6 (2) UU Perkawinan mengatur umur 21 tahun untuk menikah. Nampaknya usia 21 tahun masih belum dewasa untuk melangsungkan pernikahan. Mungkin usia biologis sudah dewasa, tapi secara mental belum cukup dewasa. Ada kesenjangan kualitas kedewasaan antara usia biologis dengan mental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun