Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menyaksikan Mo'hangu, Tradisi Unik Memanen Ikan Khas Lembah Bada di Sulawesi Tengah

5 Desember 2021   22:10 Diperbarui: 6 Desember 2021   02:22 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Taman Nasional Lore Lindu sendiri merupakan salah satu kawasan konservasi terluas di Pulau Sulawesi, menjadi bagian zona inti dari Cagar Biosfer Lore Lindu yang ditetapkan sejak 1977 oleh UNESCO. 

Cagar biosfer merupakan kawasan yang dikelola dengan tujuan mengharmonikan antara kebutuhan konservasi keanekaragaman hayati, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan.

Tak sampai setengah jam, kami tiba di pusat Desa Tuare. Aroma asam menyengat hidung kami, dari hamparan biji coklat yang mulai dijemur di tepi-tepi jalan. Sementara itu, puluhan sepeda motor terus saja melaju dari arah timur menuju barat desa.

Beberapa masyarakat Bada yang melintasi Desa Tuare, bersiap menuju kolam ikan tempat mo'hangu diselenggarakan, membawa seperangkat hangu dan pehao. (@Hanom Bashari)
Beberapa masyarakat Bada yang melintasi Desa Tuare, bersiap menuju kolam ikan tempat mo'hangu diselenggarakan, membawa seperangkat hangu dan pehao. (@Hanom Bashari)

Hari ini, kami akan mengunjungi panen perdana dari sebuah kolam tradisional di Desa Tuare. Masyarakat Bada menyebut tradisi ini sebagai mo'hangu, yaitu sebuah tradisi khas Lembah Bada dalam memanen ikan dengan menggunakan peralatan tradisional.

Itulah kenapa, motor-motor yang melintas tadi, hampir semuanya mengikat atau menenteng semacam kurungan dari bambu, yang sesungguhnya alat untuk menangkap ikan.

"Pak, mari kita kumpul dulu di balai desa. Ada sedikit sambutan singkat untuk bapak-bapak," tiba-tiba Ithong, kawan kami yang asli Bada membisiki saya. Kami pun tentu menurut saja.

Di balai desa, ternyata telah menunggu beberapa orang dengan menggunakan pakaian adat. Tak berapa lama setelah kami dipersilakan duduk, kami berlima yang bukan asli Bada ini, diminta untuk berdiri di depan. Majulah lima tetua adat saling berhadapan dengan kami satu-satu.

Di tangan kanan para tetua adat, terpegang erat sekeranjang kecil beras yang di atasnya tertahta lima buah telur bebek. Sementara di tangan kiri mereka mendekap masing-masing satu ekor ayam kampung.

Dengan menggunakan bahasa lokal yang sesungguhnya tidak kami mengerti, salah seorang dari mereka berucap sesuatu. 

Setelahnya, kami diminta untuk memegang keranjang dan ayam tadi, kemudian memakan sejumput beras yang ada di hadapan kami tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun