Miskin ya? Iya, ditengah hiruk-piruk kota atau desa yang terus melakukan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, ada suatu masalah yang tidak pernah terselesaikan, yaitu kemiskinan. Kemiskinan adalah kondisi seseorang atau sekelompok orang yang tidak bisa memenuhi 3 kebutuhan standar hidup, yaitu sandang, pangan, dan papan. Kenapa seperti itu? Karena seseorang dengan kondisi miskin mereka memiliki sumber daya ekonomi yang terbatas dan sulitnya akses yang cukup untuk bisa keluar dari kondisi kemiskinan, salah satunya akibat dari ketimpangan distribusi pendapatan. Permasalahan kemiskinan ini selalu menjadi isu dan kondisi yang diperbincangkan di semua negara termasuk negara kita, Indonesia. Artikel yang penulis buat akan mengupas dan mengukur dampak dari kesenjangan distribusi pendapatan terhadap masyarakat yang paling rentan, yaitu masyarakat miskin golongan absolut.
Definisi dan Konsep Dasar: Kemiskinan dan Ketimpangan
Kemiskinan merupakan kondisi seseorang ketika tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar hidupnya untuk mendapatkan standar minimum kehidupan. Kemiskinan dibagi menjadi 2 yaitu, kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif adalah kondisi ketika pendapatan seseorang jauh dari rata2 atau median pendapatan masyarakat secara luas, namun mereka masih bisa memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan absolut adalah kondisi pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Golongan masyarakat miskin absolut mereka tidak memperdulikan kenyaman ataupun kemewahan, melainkan  untuk memenuhi kelangsungan hidup sehari-sehari, cukup memprihatinkan bukan?
Ketimpangan terjadi ketika adanya ketidakadilan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan nasional dan subsidi skala nasional terhadap masyarakatnya, ibarat seperti kue besar yang dipotong menjadi beberapa bagian, namun ada sekelompok masyarakat yang mendapatkan potongan kue yang besar, sementara kelompok lainnya mendapatkan bagian yang kecil bahkan ada yang mendapatkan rempah-rempahnya saja.
Bagaimana Cara Mengukur Kesenjangan?
Rasio Gini (Gini Ratio)
Rasio gini adalah indikator ketimpangan yang paling umum dan sering digunakan di seluruh dunia. Rasio gini memiliki skala sekitar 0 hingga 1
- Nilai 0 menandakan bahwa suatu wilayah memiliki kesetaraan yang sempurna, semua orang mememiliki pendapatan yang sama
- Nilai 1 menandakan bahwa suatu wilayah memiliki ketimpangan yang sempurna, ada beberapa orang yang memiliki seluruh pendapatan, sementara sisanya tidak memiliki apa-apa
Menurut data Badan Pusat Statistika (BPS), tingkat ketimpangan di Indonesia yang diukur dengan Rasio Gini pada tahun 2024 sebagai berikut:
Maret 2024 : 0,379
September 2024 : 0,381
Berdasarkan data tersebut, Negara Indonesia mengalami adanya sedikit peningkatan ketimpangan di bulan September 2024 daripada bulan Maret 2024 sebesar 0,002, angka ini berindikasi adanya distribusi pendapatan yang semakin tidak merata atau semakin melebar dalam pelaksanaannya. Namun, data dari BPS pada bulan Maret 2025 menunjukkan bahwa Ratio Gini Indonesia menyentuh diangka 0,375. Angka ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, oleh karena itu pemerataan distribusi pendapatan dan subsidi mulai terlihat dan dijalankan dengan baik, ditandai dengan menurunkan angka rasio gini.
Â
Dampak Kesenjangan pada Masyarakat Golongan Miskin Absolut
1. Jebakan Kemiskinan (Poverty Trap)
Ketimpangan yang selalu golongan miskin absolut rasakan adalah rantai kemiskinan. Di dalam rantai ini, pendapatan mereka hanya dihabiskan untuk memenuhi rasa lapar, sehingga mereka tidak bisa berinvestasi untuk masa depan seperti, pendidikan dan kesehatan. Rasanya mereka seperti dikekang untuk selamanya karena rantai kemiskinan ini akan terus berjalan secara turun-temurun dan membutuhkan intervensi dari luar untuk menyelesaikannya. Beberapa faktornya dapat berupa, keterbatasan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan, dan faktor geografis serta lingkungan.
2. Rentan Terhadap Perubahan
Masyarakat golongan miskin absolut tidak memiliki tabungan ataupun dana darurat yang bisa mereka gunakan ketika terjadi perubahan, baik skala kecil maupun besar. Contohnya ketika virus Covid-19 apakah mereka bisa akses kesehatan yang mudah dan cepat? pastinya tidak karena keterbatasan biaya, sehingga hanyalah ajal yang bisa mereka tunggu. Contoh lain adalah ketika terjadinya guncangan ekonomi seperti inflasi, dengan meningkatnya bahan-bahan pokok, bagi masyarakat yang bukan miskin absolut mereka bisa mengurangi anggaran ataupun pengeluaran lain, namun bagi masyarakat miskin absolut berarti mereka harus mengurangi porsi makan, berutang, atau tidak bisa membeli sama sekali.
3. Tempat tinggal dan Geografi yang Tidak Layak
Masyarakat miskin golongan absolut sudah memiliki stigma untuk tinggal di daerah yang kumuh atau pinggiran dengan kondisi daerah yang kumuh dan buruk. Akses untuk pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan mempersulit mereka karena semakin terbatas sehingga hal ini membuat mereka terisolasi dari sosial dan ekonomi, dan menciptakan sebuah "dunia" sendiri bagi mereka yaitu, bagaimana cara bertahan hidup, itu saja.
4. Diskriminasi Secara Sosial dan Politik
Kesenjangan akibat distribusi pendapat ini acapkali merambat hingga kehidupan sosial dan politik mereka, tidak hanya berputar di kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sosial mereka seringkali dipandang sebelah mata dan merasa dikucilkan dari lingkungan sosia secara luas. Karena secara psikologis, mereka merasa tidak mampu dan tidak cukup kompeten untuk bisa berada di lingkungan sosial tersebut, sehingga mereka sulit untuk mendapatkan informasi tentang lapangan pekerjaan atau hal lainnnya. Dalam kehidupan politik, masyarakat golongan miskin absolut ini tidak terlalu mempedulikan masalah politik karena kurangnya edukasi, terkadang ada "oknum" jahat yang menyuap mereka dengan uang dan beberapa bahan-bahan pokok, demi mendapatkan suara-suara orang miskin ini. Suara dan aspirasi mereka juga jarang sekali untuk didengar atau terwakili, sehingga program ataupun bantuan seringkali tidak diperuntukkan bagi orang miskin absolut.
Dapat diringkas, karena kesenjangan distribusi pendapatan ini secara langsung merampas kesempatan, mengambil hak dan kewajiban, memperparah kondisi hidup, dan membungkan suara hingga aspirasi mereka. Masyarakat miskin absolut terjebak dalam lingkaran setan yang membelenggu mereka dan membutuhkan bantuan dari pihak luar, agar bisa keluar dari lingkaran setan tersebut.
Kesimpulan: Tidak Hanya Sebuah Angka
Dampak dari kesenjangan tidak hanya menciptakan kehidupan si kaya dan si miskin seperti di sinetron tv dimana si miskin masih mendapatkan cinta dari si kaya, kehidupan yang sebenarnya jauh lebih pahit dan mengenaskan.
Mengurangi Rasio Gini tidak hanya untuk tujuan semata, melainkan memang sudah menjadi keharusan moral bagi sesama makhluk hidup. Perlu adanya kebijakan yang tepat dan merata, agar masyarakat miskin golongan absolut bisa setidaknya untuk melaksanakan hak dan kewajiban mereka sebagai makhluk sosial di kehidupan ini, jika program tersebut terlaksana akan berdampak baik bagi negara yaitu, meningkatkan konsumsi dan PDB, menambah sumber daya manusia, dan meningkatkan partisipasi lainnya dari masyarakat terhadap negara.
Referensi
Badan Pusat Statistika (2024-2025). Data Gini Ratio
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI