Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Tulisan Tegak Bersambung, Riwayatmu Kini

29 Juni 2019   21:42 Diperbarui: 30 Juni 2019   15:37 3577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulisan Tegak Bersambung Buatanku| Dokumentasi pribadi

Waktu Saya Masih Siswa SD

Memang sangat melelahkan di saat usia dini, guru mengharuskan siswa-siswinya untuk menulis tegak bersambung. Perlu kesabaran dan ketekunan untuk menyelesaikan baris per baris.

Capek? Ya, yang capek selain badan adalah jari-jari tangan yang terutama. Jari-jari tangan kanan (atau kiri bagi yang kidal atau left-handed) yang berada pada posisi memegang pensil dalam waktu yang lama, menulis huruf per huruf, menyambung, menjadi satu kata, lalu jeda selama beberapa detik, lalu mulai menulis kata yang baru dengan menulis huruf pertama, tebal waktu turun, tipis waktu naik, tanpa putus, dengan perlahan, satu huruf demi satu huruf, sambung menyambung menjadi satu kata baru, dan seterusnya.

Saya tidak suka menulis tegak bersambung waktu di awal, tapi lama kelamaan saya menikmati. Apalagi waktu guru kelas memuji tulisan saya yang rapi. Tapi ada saat dimana saya tidak suka menulis tegak bersambung, yaitu saat saya mendapat hukuman menulis tegak bersambung sebanyak 50 atau 100 kali, karena tidak membuat pekerjaan rumah.

Kenangan yang takkan pernah terlupakan menyangkut menulis tegak bersambung ini adalah waktu saya siswa kelas lima SD. Saat itu ada berbagai perlombaan yang diadakan oleh Depdikbud Balikpapan (kalau tidak salah). Ada lomba baca puisi, bulutangkis, tenis meja, dan lain sebagainya. Salah satu lomba yang unik dan lain dari yang lain adalah lomba menulis indah.

Lomba-lomba ini dilaksanakan untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei (tanggal, bulan, dan tahun persisnya saya rahasiakan. Nanti ketahuan umur saya).

Saya sendiri kaget, waktu Bu Lusi (nama samaran), guru kelas saya, menunjuk saya, mewakili sekolah untuk mengikuti lomba menulis indah.

"Jadi, kamu, Ton, perwakilan dari murid laki-laki. Dari murid perempuan, Nadya (nama samaran)," kata Bu Lusi.

Kebetulan Nadya sekelas dengan saya.

Sebetulnya saya heran. Apakah tulisan saya lebih "indah" daripada tulisan teman-teman yang lain? Atau karena saya sering mendapat hukuman menulis tegak bersambung, makanya saya yang dipilih?

Sampai sekarang masih menjadi misteri.

Karena pemalu, saya tidak berani menanyakan alasan mengapa bu guru memilih saya.

Tidak ada persiapan khusus karena dulu tidak ada Technical Meeting sebelum lomba (mungkin ada, diwakilkan oleh guru karena mengira cuma menulis indah. Tidak susah. Mungkin begitu pemikiran guru waktu itu).

Hari penentuan pun tiba. Lomba diadakan di sekolah lain. Bu guru berpesan pada saya dan Nadya untuk langsung saja ke esde tersebut.

"Langsung saja ke SD itu besok pagi. Pakai seragam putih merah. Jam delapan sudah harus di sana. Jangan terlambat. Jangan bikin malu sekolah kita. Oya, satu lagi. Jangan lupa sarapan," Bu Lusi sedikit memberi pengarahan.

"Baik, Bu," Nadya dan saya menjawab berbarengan.

Besok paginya, saya sudah berada di SD tempat lomba menulis indah akan berlangsung. Jam 07.30 pagi. Ayah mengantar dan menemani saya selama beberapa saat. "Ayah temani sampai gurumu datang," kata Ayah tersenyum.

Waktu Bu Lusi datang sekitar sepuluh menit kemudian, Ayah pun meninggalkan saya. Tak lama, Nadya pun datang juga.

"Perhatian. Untuk para peserta lomba menulis indah, harap menuju kelas 5A," begitulah kira-kira pengumuman yang kami dengar pada waktu itu.

Saya dan Nadya bergegas ke ruang kelas yang dimaksud. Sudah ada peserta di dalam kelas 5A. Hampir penuh.

"Silakan, Dik," kata salah seorang ibu yang berada di depan kelas. Mungkin salah satu panitia yang bertugas mengarahkan peserta.

Saya dan Nadya terpaksa menduduki kursi-kursi terdepan karena kursi-kursi di deret dua ke belakang sudah terisi.

"Adik-adik, kalian akan menulis tiga teks pada lomba ini. Teks pertama adalah teks Pancasila. Teks kedua adalah Lagu Indonesia Raya. Teks ketiga adalah Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 ...," kira-kira begitu yang diucapkan panitia. Saya lupa berapa lama waktu yang diberikan. Mungkin 30 menit sampai satu jam.

Kami pun mengeluarkan pensil 2B dan penghapus, Kami menulis di lembar kertas folio bergaris yang disediakan panitia.

Teks Pancasila bisa saya selesaikan dengan mudah. Lagu Indonesia Raya mulai agak sulit. Pembukaan UUD 1945 lebih menguras waktu dan tenaga.

Ternyata "Kesaktian" Saya Belum Punah| Dokumentasi pribadi
Ternyata "Kesaktian" Saya Belum Punah| Dokumentasi pribadi
Sampai waktu habis, hanya sedikit peserta yang bisa menyelesaikan.

"Ya, waktu habis. Silakan dikumpul kertas-kertasnya," kata ibu panitia.

Saya terpaksa mengumpulkan dengan lesu. Nadya kelihatan lesu juga.

"Bakal kalah deh," pikir saya. Sebenarnya tinggal 3-4 kalimat lagi dari Pembukaan UUD 1945. Tapi karena waktu habis, yah apa boleh buat.

Saya sudah pasrah.

Tapi keajaiban terjadi.

Seminggu kemudian, hasil keluar. Kami menang. Juara Satu. Meskipun sampai saat ini saya tidak tahu apa kriteria yang menyebabkan saya dan Nadya bisa menang, tapi tidak menjadi masalah. Yang penting, sekolah kami menang.

Sayangnya, kami tidak mendapat hadiah apa-apa. Namun saya sempat melihat piagam juara menulis indah kami waktu kepala sekolah meminta tolong kami untuk membersihkan ruangannya yang sebenarnya sudah bersih.

Melihat piagam juara itu tentu saja membuat diri saya bangga.

"Paling tidak ada kenang-kenangan dariku," pikir saya.

19 Tahun yang Lalu

Sembilan belas tahun yang lalu, waktu saya mengajar di salah satu kursus bahasa Inggris di Samarinda, sebut saja Kursus YES, hal yang menarik minat saya adalah murid-murid di kursus harus menulis kata-kata bahasa Inggris di buku tulisan rait (istilah untuk buku menulis indah) dengan empat kolom. Misalnya:

4 Kolom dalam Buku Rait | Dokumentasi pribadi
4 Kolom dalam Buku Rait | Dokumentasi pribadi
Tentu saja, saya mendapati hal yang serupa di kelas satu dan dua SD di tahun 2000, tapi saya tidak pernah melihat praktIk menulis tegak bersambung di kursus.

"Menulis indah itu perlu buat anak-anak. Selain untuk melatih motorik dan kognitif, juga untuk melatih ketekunan dan kesabaran," kata Bu Rosa (nama samaran), Direktur Kursus.

Sampai tahun 2008, saya melihat kebiasaan menulis tegak bersambung ini tetap diterapkan untuk siswa-siswi kelas 1 sampai 3 sd di kursus tersebut. Saya melihat ada perbedaan antara anak-anak yang suka menulis tegak bersambung dan yang tidak.

Anak-anak yang suka menulis tegak bersambung, selain tulisan mereka menjadi rapi dan mudah dibaca, mereka juga tekun, sabar, sopan, dan berprestasi.

Saya resign di tahun 2008, oleh karena itu, saya tidak tahu lagi apakah pihak kursus masih menerapkan disiplin menulis tegak bersambung atau tidak. Mudah-mudahan mereka masih menerapkan.

Bagaimana dengan Sekarang?

Dari 2008 sampai 2019 ini, perubahan gaya hidup sangat berpengaruh dengan pola pikir, yang sekarang "inginnya instan, inginnya cepat".

Dengan semakin canggihnya teknologi dan gawai, banyak orang berpandangan bahwa penerapan menulis tegak bersambung tidak efektif, tidak efisien, lamban, dan lain sebagainya.

Padahal selain manfaat yang didapat sama dengan menulis dengan tangan, ada tiga manfaat tambahan lain, jika suka menulis tegak bersambung.

Baca : Apakah Menulis dengan Tangan Akan Punah di Masa Depan?

Tiga manfaat tambahan lain itu adalah:

1. Melatih Kesabaran dan Ketekunan
Seperti yang pernah disinggung oleh Bu Rosa, direktur kursus saya, menulis indah atau menulis tegak bersambung melatih peserta didik untuk sabar dan tekun dalam menjalani proses.

Kebanyakan generasi milenial sekarang sangatlah tidak sabaran dalam belajar. Maunya instan, seperti memasukkan kata "kelapa" ke Mbah Google, misalnya, langsung keluar penjelasan tentang "kelapa" dalam hitungan detik. Makanya, kebanyakan anak-anak zaman now kurang mendalami materi pelajaran, seperti contohnya pengalaman saya waktu mengajar les matermatika pada murid esde.

Baca : Soal Cerita dalam Ulangan Matematika, Momok Bagi Anak Usia Dini

Dengan membiasakan menulis tegak bersambung, anak-anak (dan juga remaja, serta orang dewasa) bisa lebih sabar dan tekun dalam melakukan apa pun, baik dalam belajar, beraktivitas, atau bekerja.

2. Melatih Kepekaan Anak atau Seseorang dalam Hal Bersosialisasi
Selain kesabaran dan ketekunan, anak atau seseorang bisa menjadi lebih peka dalam bersosialisasi, jika rutin menulis tegak bersambung. Mereka akan bisa memahami dan mengerti perbedaan antara satu sama lain.

3. Mengasah Kreativitas
Di dalam kursus menggambar, salah satu latihan di kala tidak menggambar adalah menulis tegak bersambung. Tujuannya supaya tangan tetap luwes pada saat menggambar.

Kebetulan saya mempunyai peserta didik yang punya minat menggambar. Dina (nama samaran) ikut les menggambar, dan gurunya meminta supaya Dina rutin menulis tegak bersambung. Terlihat kreativitasnya, bukan hanya di gambar, namun di dalam pelajaran pun, dia menunjukkan prestasi cemerlang.

Harapan ke Depan untuk Tulisan Tegak Bersambung

Saya hanya berharap, ada kesadaran dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan orangtua, akan pentingnya menulis tegak bersambung. Saya punya tiga saran untuk menumbuhkan kebiasaan menulis tegak bersambung.

1. Menggalakkan Kembali Menulis Tegak Bersambung di Sekolah
Saya melihat, ada buku tulisan rait di sekolah dasar, tapi kebanyakan dari para siswa menulis dalam huruf cetak. Kenapa? Karena kebanyakan guru juga memberikan contoh di papan tulis dalam huruf cetak.

"Nanti materi (pelajaran)nya gak tuntas, Pak," begitu alasan Tantri (nama samaran), salah satu rekan guru SD, "Anak-anak kelas satu kan lama menulisnya."

Saya cuma geleng-geleng kepala.

Kalau tidak dilatih sejak kecil, lalu kapan melatihnya? Keburu besar, ya terlambat. Susah melatihnya kalau sudah besar.

Mulai dari yang sederhana, minta anak menulis satu atau dua kolom per hari untuk kelas satu.

Misalnya:

Sebelum| Dokumentasi pribadi
Sebelum| Dokumentasi pribadi
Sesudah| Dokumentasi pribadi
Sesudah| Dokumentasi pribadi
Dengan begini, tidak terlalu memberatkan peserta didik. Nanti kalau sudah terbiasa, ditambah kuantitas tugasnya.

2. Mengadakan Lomba Menulis Indah Antar Kelas untuk Meningkatkan Kegemaran Menulis Tegak Bersambung
Ibarat kata, ini seperti suatu seni yang mempunyai mekanisme tertentu, cara tertentu, dan tidak membutuhkan peralatan yang mahal. Cukup dengan pensil atau pulpen, penghapus, dan kertas; semua orang bisa melakukan.

3. Mengajari Putra-Putri Tercinta untuk Menulis Tegak Bersambung di Buku Harian
Saya suka menulis di buku harian dan sangat membantu dalam mengatasi masalah atau persoalan kehidupan. Ini pun sesuai dengan manfaat menulis dengan tangan yang tautannya ada saya masukkan di penjelasan sebelumnya. Tidak perlu kaku dalam menumbuhkan kecintaan anak dalam menulis tegak bersambung.

Sang anak menulis satu kalimat atau bahkan satu kata saja, sudah bagus. Menceritakan apa yang dia alami hari itu. Kalau bisa, satu kalimat per hari. Jadi ada target yang mudah dicapai. Nanti kalau sudah terbiasa, bisa ditingkatkan menjadi dua, tiga, empat kalimat, atau lebih.

* * *
Dengan adanya kesadaran akan pentingnya menulis tegak bersambung, riwayatnya akan tetap langgeng dan harapan akan generasi emas bisa dipastikan terwujud di masa depan.

| Dokumentasi pribadi
| Dokumentasi pribadi
Rujukan:
Bobo
Kekenaima
Detik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun