Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Mimpi Menjadi yang Terbaik dalam Semalam

2 Oktober 2018   14:12 Diperbarui: 5 Oktober 2018   16:24 3181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : www.demo.uniqbanget.com

"Ingin sukses tanpa proses? Mimpi kali yee."

Saya cuma geleng-geleng kepala kalau ada orang yang berpikiran mau sukses, tapi hanya melakukan proses yang sedikit, bahkan instan dan terlalu mepet dengan deadline. Tentu saja tidak menjadi pilihan bijak.

Belajar SKS alias Sistem Kebut Semalam.

Menyelesaikan tugas akhir yang harus dikumpulkan esok hari.

Bergegas-gegas menuntaskan sebuah proyek selama tiga hari berturut-turut.

Tiga contoh ini adalah beberapa dari seabrek peristiwa yang mencerminkan proses instan tapi mengharapkan hasil yang wow. Mimpi kali yee.

Tidak ada hasil gemilang yang diraih dengan proses singkat. Semua orang sukses, sebelum mencapai kesuksesan, mereka menjalani proses panjang nan melelahkan. Berjerih lelah, menghabiskan hari demi hari, minggu ke minggu, bulan lewat bulan, bahkan sampai bertahun-tahun untuk mencapai impian mereka.

Sebut saja Bill Gates, Mark Zuckerberg, Larry Page, Sergey Brin bahkan sampai Jack Ma, beberapa dari segelintir orang sukses yang dulunya hidup susah, namun sekarang kaya berkelimpahan.

Orang kebanyakan tahunya hanya 'Oh, mereka super kaya. Enak ya, jadi mereka, bisa pergi kemana saja dan kapan saja, tak kenal waktu'. Orang-orang ini tidak membaca kisah-kisah hidup orang-orang sukses tadi. Di awal merintis, mereka mendapat cibiran, cemoohan, dan memulai dengan modal minim dan dari garasi atau rumah sewaan sempit nan sumpek.

Mungkin seandainya impian mereka dan konsistensi mereka tidak cukup kuat, mungkin mereka akan berhenti berusaha. Tapi impian mereka teguh. Mereka melakukan dengan sepenuh hati ke arah impian di masa depan, seakan sudah dekat, meskipun sebenarnya belum terlihat.

Saya melihat generasi milenial saat ini yang cenderung mau gampangnya saja, mau cepat ada hasilnya, tapi prosesnya asal-asalan atau seadanya.

"Ini lebih pendek caranya daripada yang itu, Pak."

Tia berkomentar tentang cara menghitung luas lingkaran yang saya ajarkan lebih panjang dan lebih sukar (menurut dia) daripada cara gurunya di sekolah.

Namun waktu saya menanyakan, "Mana catatan gurumu tentang mencari luas lingkaran? Bapak mau lihat," Tia tidak bisa memberikan.

"TIdak saya catat, Pak."

"Lain kali kamu catat. Jangan cuma diingat-ingat."

Saya geleng-geleng kepala. Ini adalah gambaran yang sangat fatal dari kebanyakan anak-anak sekarang. Lebih terbiasa mengetik di papan keyboard virtual hp daripada menulis dengan pulpen atau pensil di atas kertas.

Sebagai guru, tentu saja saya merasa miris, prihatin dengan kondisi anak-anak didik saya. Apalagi waktu mengetahui kalau kebanyakan dari para ibu dari anak-anak tersebut berprofesi sebagai ibu rumah tangga, namun sayangnya anak-anak mereka tidak memperlihatkan prestasi akademik di sekolah dan berperilaku kurang sopan pada guru-guru.

Memang saya mengenal beberapa orangtua murid yang sangat peduli dengan pendidikan anak-anak mereka.

Menemani buah hati mereka waktu belajar adalah momen yang sangat penting dan berarti bagi anak. Saya sampai sekarang, masih mengingat bagaimana ayah saya mengajari saya Matematika waktu saya masih siswa esde. Padahal bisa dibayangkan betapa capeknya beliau bekerja dari pagi sampai sore untuk menghidupi istri dan tujuh orang anak, tapi masih punya energi untuk mengajari anaknya.

Ibu saya pun juga masih punya waktu untuk mengajari saya, meskipun sudah sangat sibuk mengurus rumah tangga.

Tiga Hal Ini akan Mengubah Anak Anda

Belum terlambat untuk membentuk anak Anda, selama anak Anda masih di 'dasar', di PAUD atau Sekolah Dasar. Ibarat kertas, mereka seperti kertas putih yang belum ternoda, belum ada tulisan sama sekali.

Kalau sudah memasuki jenjang Menengah seperti SMP atau SMA, sudah lebih sukar membentuk anak, apalagi kalau sudah di perguruan tinggi.

Jadi manfaatkan waktu berkualitas bersama putra-putri Anda. Kalau tidak, menyesal di hari kemudian.

Sedikitnya ada tiga hal yang bisa Anda lakukan supaya anak Anda berubah dan berupaya untuk belajar demi masa depan (Mungkin Anda punya pendapat berbeda soal cara supaya anak Anda rajin belajar, namun tiga cara ini sudah berhasil diterapkan oleh beberapa orangtua pada anak-anak mereka ^_^).

Pertama - Batasi Jam Menonton TV

TV bukan merupakan barang mewah sekarang ini. Sekarang di setiap rumah bisa dipastikan ada tv. Namun, ini bagaikan pisau yang menusuk diri sendiri dimana budaya menonton tv sudah menggeser budaya membaca buku. Akibat yang terasa sangatlah mencolok.

Kebanyakan generasi milenial tidak suka membaca buku-buku bermutu. Alih-alih, mereka lebih suka menonton tv, stalking melihat status media sosial orang lain dan membaca hoax-hoax yang tak berguna, daripada membaca buku, novel atau surat kabar.

Banyak acara-acara televisi yang tidak mendidik, dan sudah seharusnya para orangtua tidak membiarkan anak-anak mereka menyaring sendiri apa yang mereka mesti tonton.

Sudah seharusnya para orangtua membatasi waktu menonton tv bagi anak, dan juga para orangtua perlu ikut mendisiplin diri mereka sendiri untuk tidak menonton tv di sore dan malam hari, dan lebih baik menemani anak belajar.

"Saya pulang kerja sudah capek. Harus masak, dan melakukan pekerjaan rumah."

Seorang ibu, wanita karir, yang menyedihkan.

Saya tidak menyalahkan sang ibu, namun memang paradigma berpikir 'demi anak' perlu ada, meskipun badan lelah, namun usia emas antara 0 sampai 12 tahun adalah dasar tumbuh kembang anak.

Apa pun perlu diusahakan demi suksesnya anak di kemudian hari.

Daripada menonton acara-acara 'sampah' di televisi (ada yang bagus, namun hanya sedikit), lebih baik menemani anak-anak Anda belajar. Momen seperti ini jangan disia-siakan untuk memahami kesulitan anak dalam belajar.

Kedua - Batasi Jam Memakai Gadget

Selain tv, musuh kedua dari orangtua adalah gadget, seperti laptop dan smartphone, khususnya smartphone. Smartphone, merupakan benda yang pasti mudah ditemui di berbagai keluarga. Seperti halnya tv, smartphone atau ponsel bukan barang mewah lagi. Dengan uang senilai 700 - 800 ribu, kita pun dapat memiliki ponsel pintar.

Begitu juga dengan harga paket data internet yang semakin lama semakin murah sehingga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah bisa membeli beragam paket data yang murah sehingga bisa berselancar di dunia maya.

Kemudahan untuk memperoleh informasi serta hiburan menyebabkan banyak orang terbuai, terbius untuk memelototi layar hape tanpa sedikit pun berkedip. Lupa makan, minum, tidur, bekerja, bahkan yang paling parah, malas bersosialisasi dan bercengkrama dengan keluarga.

Saya mempunyai kenalan yang menceritakan kalau sepupunya menggugat cerai sang suami, karena sang suami tidak memperhatikan istri dan anak di rumah.

"Maksudnya, si suami selingkuh?" Saya tidak mengerti.

"Bukan, Pak. Si suami, setelah pulang kerja, dia hanya main game online. Bisa sampai tengah malam, bahkan bisa sampai dinihari.

"Akibatnya, keluarga tidak diperhatikan. Mereka tinggal serumah, tapi tidak ada komunikasi sama sekali. Dia sibuk dengan game online-nya. Mereka  ditelantarkan begitu saja."

Saya mendengar itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Perceraian disebabkan karena suatu benda  bernama smartphone. Sesederhana itu.

Saya pun juga merasa aneh melihat salah seorang guru di sekolah saya, sebut saja Dania, yang kerjaannya doyan nonton drama Korea lewat hape sewaktu istirahat, rehat setelah mengajar.

"Mumpung ada wifi gratis."

Saya pikir wifi sekolah sebaiknya digunakan untuk mencari hal-hal yang berguna, yang dapat dipakai sebagai bahan mengajar di kelas, bukan untuk kesenangan pribadi sesaat.

Atau lebih baik mengasah kemampuan menulis, daripada menghibur diri, lupa waktu dengan menonton film atau drama korea! Apakah salah menonton drama korea? Tidak, tapi menontonlah di tempat dan waktu yang tepat yaitu di rumah, bukan di tempat kerja.

Anaknya, sebut saja Putri, sepertinya meniru dan merupakan jiplakan langsung plek dari sang ibu. Lupa waktu dan lupa akan kehadiran orang di sekitarnya kalau berhadapan dengan layar hape.

Sudah kurus, kuper dan tidak ikut kegiatan fisik apa-apa, kecuali pelajaran olahraga di sekolah karena memang sudah keharusan. Baru ditegur sedikit, langsung menangis. Kenapa saya tegur? Karena tidak membuat pr dengan alasan aneh, yaitu "Sibuk. Tidak sempat. Di rumah banyak kerjaan".

Lha, soal 12 nomor, waktu 14 hari, kok ya tidak sempat karena alasan sibuk, banyak kerjaan! Kan bisa satu hari kerjakan satu nomor. Emangnya bantu ibunya ngajar di rumah, ngasih les privat atau bantu jual kue di pasar?

Saya sih tidak percaya alasan 'banyak kerjaan' tadi. Lebih percaya kalau dia banyak ngulik hape, entah nonton video youtube, seperti kebiasaan di sekolah atau main game online atau nonton drama korea seperti ibunya.

Ibunya pun menanyakan kepada saya perihal tangis sesenggukan anaknya yang amat sangat, setelah saya tegur. Hasil? Ah, sudahlah. Saya tak ingin membahasnya di sini. Bisa panjang cerita, seperti cerpen sepuluh halaman nantinya ^_^.

Intinya, sang ibu saja tidak bisa menggunakan hape secara bijak, apalagi anaknya. Saya bisa menyebutkan beberapa anak didik saya yang orangtuanya sangat sederhana, cuma lulusan SMA, namun bijak dalam menggunakan hape.

Salah satunya, sebut saja Sari, salah seorang murid saya di kelas lima (tingkatnya sama dengan Putri, tapi beda belas). Ibunya, sebut saja Bu Lina, membuat dan menjual kue via online. Hape tentu saja menjadi senjata promosi yang tak pernah lepas dari genggaman. Pada awalnya saya berpikir, "Pasti si ibu membebaskan anak menggunakan hape."

Tapi ternyata saya keliru.

"Ibu saya melarang saya menggunakan hape dari Senin sampai Jumat. Ibu cuma membolehkan saya memakai hp di akhir pekan, Sabtu dan Minggu. Itu pun ibu inginnya kami sekeluarga keluar, jalan-jalan, rekreasi di luar rumah. Jadi memakai hp lebih untuk foto-foto dan lihat video klip lagu atau video lucu di internet."

"Dan," Sari menambahkan, "Saya diikutkan karate sejak kecil. Ibu saya menyuruh saya ikut. Waktu saya mau berhenti karena alasan capek, ibu saya berkata, "Sudah bayar mahal buat beli baju dan bayar pelatih. Rugi kalau berhenti.

"Saya pun terus. Eh, sekarang sih enak-enak aja, Pak. Pernah ikut kejuaraan dan menang. Rasanya senang sekali."

Saya suka dengan sikap dan karakter anak ini. Bu Lina, meskipun cuma lulusan SMA, ibu rumah tangga sederhana yang nyambi jualan online, lebih mengerti pendidikan dan bahaya penggunaan hape tanpa batas daripada Bu Dania tadi yang Sarjana (dan guru pula :)), namun tidak bisa membatasi penggunaan hape pada anak dan; mendidik anak supaya mempunyai sikap dan karakter yang tangguh dalam menghadapi setiap masalah kehidupan.

Asal Bu Lina tetap konsisten mendidik seperti itu, Sari akan sukses saat dewasa.

Ketiga - Buat Disiplin Membaca

Satu buku dalam sebulan? Bisa saja kalau ada niat. Menanamkan disiplin membaca buku sangatlah sukar, namun bukan berarti tidak mungkin. Buatlah target yang sangat mudah untuk anak Anda. Satu buku - satu bulan, merupakan target yang realistis. Buku cerita yang tipis terlebih dahulu sebagai permulaan bisa dilakukan.

Apakah cukup hanya membaca buku? Arahkan untuk menulis laporan buku setelah selesai membaca buku, karena dengan begitu, selain tidak mudah melupakan yang sudah dibaca, juga melatih ketrampilan menulis.

* * *

Kembali ke judul "Jangan Mimpi Menjadi Yang Terbaik Dalam Semalam", tidak ada kesuksesan tanpa adanya perencanaan dan tindakan nyata. Saya sudah berketetapan untuk tidak ambil bagian dalam acara apa pun kalau perencanaannya kepepet atau amburadul atau malah tidak ada rencana tertulis sama sekali.

Asian Games yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari dan menuai banyak pujian saja masih ada kekurangan, apalagi yang dadakan. Belajar pun butuh perencanaan. Belajar dengan tergesa-gesa tidak akan membawa hasil maksimal. Jadi, masih mau proses instan untuk meraih hasil maksimal? Jangan mimpi.

"Jalani proses panjang, Sabar, dan Berserah pada Tuhan. Pasti Tuhan akan membuat apa pun pekerjaan, usaha, atau studi kita berhasil."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun