"Ini lebih pendek caranya daripada yang itu, Pak."
Tia berkomentar tentang cara menghitung luas lingkaran yang saya ajarkan lebih panjang dan lebih sukar (menurut dia) daripada cara gurunya di sekolah.
Namun waktu saya menanyakan, "Mana catatan gurumu tentang mencari luas lingkaran? Bapak mau lihat," Tia tidak bisa memberikan.
"TIdak saya catat, Pak."
"Lain kali kamu catat. Jangan cuma diingat-ingat."
Saya geleng-geleng kepala. Ini adalah gambaran yang sangat fatal dari kebanyakan anak-anak sekarang. Lebih terbiasa mengetik di papan keyboard virtual hp daripada menulis dengan pulpen atau pensil di atas kertas.
Sebagai guru, tentu saja saya merasa miris, prihatin dengan kondisi anak-anak didik saya. Apalagi waktu mengetahui kalau kebanyakan dari para ibu dari anak-anak tersebut berprofesi sebagai ibu rumah tangga, namun sayangnya anak-anak mereka tidak memperlihatkan prestasi akademik di sekolah dan berperilaku kurang sopan pada guru-guru.
Memang saya mengenal beberapa orangtua murid yang sangat peduli dengan pendidikan anak-anak mereka.
Menemani buah hati mereka waktu belajar adalah momen yang sangat penting dan berarti bagi anak. Saya sampai sekarang, masih mengingat bagaimana ayah saya mengajari saya Matematika waktu saya masih siswa esde. Padahal bisa dibayangkan betapa capeknya beliau bekerja dari pagi sampai sore untuk menghidupi istri dan tujuh orang anak, tapi masih punya energi untuk mengajari anaknya.
Ibu saya pun juga masih punya waktu untuk mengajari saya, meskipun sudah sangat sibuk mengurus rumah tangga.
Tiga Hal Ini akan Mengubah Anak Anda