Mohon tunggu...
hamamahcorner
hamamahcorner Mohon Tunggu... guru

hobi saya membaca dan topik yang saya suka membaca sejarah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perpisahan Yang Tak Terfikirkan

3 Februari 2025   08:00 Diperbarui: 1 Februari 2025   17:40 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

oleh : Ahmad Dzaaki Bi'ilmillah 

(Cerita Anak Rantau)

Aku membuka mata ketika cahaya matahari dengan lembut merasuk kamar kecilku. Kulihat jam menunjukkan pukul 06.30, yang berarti ini saatnya para pekerja kantoran bersiap menuju tempat kerjanya.

“Nampaknya aku akan terlambat”.

Sebelum pak bos semakin murka, aku bergegas mencuci muka, mengambil pakaian kemarin yang belum kupakai, lalu dengan kecepatan pemuda berumur 25 tahun, motor vespa seketika membawaku pergi jauh. Aku hanyalah pemuda lulusan SMA biasa, datang ke kota Jakarta dengan  niat nekat, berharap menemukan keberuntungan di sana. Kumiliki hanyalah ijazah beserta uang pembekalan dari orang tuaku. Mereka hidup dalam keheningan desa yang terletak jauh dari kota Jakarta.

Sudah 5 tahun aku berhasil hidup di sini. Sebenarnya, sebelum aku menjadi pekerja kantoran, terjadi cekcok antara bapak denganku. Bapak ingin aku setelah lulus melanjutkan pendidikan ke universitas, menjadi insinyur pertanian.

“Aku gak mau ke universitas!!, bapak kan sudah tahu,” timpalku jengkel.

“Aku pengen punya penghasilan langsung, biar bapak dan ibu tak perlu bekerja di desa sunyi ini lagi,”

Tujuanku ingin membantu orang tua yang kian lama semakin tua dan lelah dengan pertanian dan perjahitan. Aku masih ingat ketika ada kalanya bapakku kehilangan sawah karena kebakaran, dan ibuku yang tidak mendapat pesanan jahitan sama sekali. Kami harus berjuang hidup dengan makanan seadanya selama beberapa minggu. Kehidupan seperti itu aku jalani dengan rasa ketidak pastian. Aku menginginkan kebebasan, hidup tanpa keheningan sejati seperti ini.

“Bapak ibu ingin Teksa mendapat pendidikan terbaik, tidak seperti bapak ini, hanya lulusan sd,” Sahut Bapak.

Sejak saat itu, hubunganku dengan bapak dan ibu semakin renggang. Aku tahu mereka menghawatirkanku, karena akulah anak sulung dalam keluarga. Kedua adikku, Gita dan Rama belum sanggup memikirkan betapa krisisnya ekonomi kita ini. Mereka masihlah anak kecil. Aku harus berjuang sendiri, tak peduli perbedaan gagasan. Maka dari itu, kuputuskan setelah lulus SMA, akan kucari lowonngan pekerjaan di kota kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun