Kisah Cinta Ayah dan Anak yang Diuji Waktu dan Takdir
Di tanah Kanaan yang sunyi dan damai, tinggallah seorang nabi pilihan Allah, Ya'kub bin Ishaq bin Ibrahim. Ia adalah seorang ayah yang penuh cinta dan kasih kepada kedua belas putranya. Namun, di antara mereka, ada satu yang sangat istimewa di hatinya: Yusuf, anak dari istri yang paling dicintainya, Rahil.
Yusuf kecil adalah anak yang penuh cahaya. Wajahnya rupawan, akhlaknya lembut, tutur katanya menenangkan. Ia tidak hanya menawan di mata manusia, tetapi juga dalam pandangan langit.
Suatu malam, Yusuf kecil mendatangi ayahnya dengan mimpi yang menggetarkan takdir:
"Wahai ayahku, sesungguhnya aku telah melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."
(QS. Yusuf: 4)
Mendengar mimpi itu, hati Ya'kub bergetar. Ia tahu, mimpi itu bukan mimpi biasa. Itu adalah isyarat kenabian, tanda kemuliaan di masa depan. Tapi ia juga tahu, ini adalah awal dari ujian besar.
"(Ya'kub) berkata: Wahai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, maka mereka akan membuat makar terhadapmu. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi manusia."
(QS. Yusuf: 5)
Namun, kecemburuan telah tumbuh dalam hati saudara-saudara Yusuf. Mereka merasa Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh ayah mereka. Maka, mereka membuat rencana gelap.
"Bunuhlah Yusuf, atau buanglah dia ke suatu tempat, agar perhatian ayah hanya tertuju kepada kalian."
(QS. Yusuf: 9)
Akhirnya mereka membuang Yusuf ke dasar sumur, dan kembali kepada Ya'kub membawa baju Yusuf yang telah dilumuri darah palsu.
"Wahai ayah, ini baju Yusuf... dia telah dimakan serigala!"
"Sebenarnya hawa nafsu kalianlah yang mempengaruhi kalian untuk melakukan sesuatu (kejahatan). Maka kesabaran yang baik (adalah sikapku). Dan Allah sajalah yang dimohonkan pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan."
(QS. Yusuf: 18)
Hati Ya'kub hancur. Setiap hari ia menatap ke jalan seolah menanti sang anak kembali. Air matanya mengalir hingga penglihatannya memudar.
"Dan kedua matanya menjadi putih (buta) karena sedih, dan dia sangat menahan amarah dalam hatinya."
(QS. Yusuf: 84)
Tapi Ya'kub tidak menyerah kepada kesedihan. Ia tetap menyebut-nyebut nama Yusuf. Ia tetap yakin, anaknya masih hidup.
Takdir Menyatukan Kembali
Bertahun-tahun berlalu. Yusuf tumbuh menjadi pria dewasa, penuh hikmah. Di Mesir, ia melalui cobaan berat --- dijual sebagai budak, difitnah, dipenjara --- namun Allah memuliakannya hingga menjadi penguasa perbendaharaan negeri.
Ketika paceklik menimpa, saudara-saudaranya datang ke Mesir meminta bantuan. Mereka tidak mengenali Yusuf yang kini telah berubah begitu rupa, tapi Yusuf mengenali mereka.
Dan akhirnya tibalah saat yang paling syahdu dalam kisah ini: Yusuf mengungkapkan dirinya kepada saudara-saudaranya.
"Aku adalah Yusuf, dan ini saudaraku. Sungguh, Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami."
(QS. Yusuf: 90)
Lalu Yusuf mengirimkan bajunya kepada ayahnya. Dan ketika baju itu diletakkan di wajah Ya'kub...
"Seketika itu juga ia dapat melihat kembali."
(QS. Yusuf: 96)
Dan saat yang paling agung tiba. Di istana Mesir yang megah, Ya'kub, yang telah tua dan renta, berjalan tertatih masuk ke dalam pelukan Yusuf. Anak yang dahulu ia peluk terakhir kali sebagai bocah di bibir sumur, kini berdiri sebagai pejabat tinggi kerajaan.
"Dan ia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) sujud kepada Yusuf."
(QS. Yusuf: 100)
Yusuf berkata dengan penuh haru:
"Wahai Ayahku, inilah takwil mimpiku yang dahulu. Sungguh Tuhanku telah menjadikannya kenyataan."
(QS. Yusuf: 100)
Penutup: Cinta yang Tak Pernah Padam
Kisah Ya'kub dan Yusuf adalah kisah cinta ayah dan anak yang diuji waktu, kecemburuan, perpisahan, dan kesabaran. Tapi cinta yang tulus dan keyakinan pada janji Allah-lah yang membuat kisah ini menjadi kisah paling indah sebagaimana Al-Qur'an menyebutnya:
"Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling indah dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu."
(QS. Yusuf: 3)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI