Sebab, MU melangkah menuju final dengan predikat unbeatable. Tidak terkalahkan. Selangkah lagi, MU bisa menjadi juara kompetisi Eropa dengan predikat super keren itu.
Sejak kick off, MU yang dilatih Ruben Amorim memang tampil menekan. Sejumlah peluang tercipta tetapi tidak ada yang menjadi gol.Â
Hingga menjelang berakhirnya babak pertama, Tottenham yang justru mencetak gol lewat sontekan Brennan Johnson.
Di babak kedua, MU yang harus menyamakan skor untuk menghidupkan harapan juara, bermain ofensif.Â
Tapi, Spurs yang bermain lebih defensif, tampil solid. Termasuk clearance berkelas dari Micky van der Ven.Â
Pemain Belanda ini menghalau bola sundulan pemain MU yang sepertinya 99,9 persen akan menjadi gol karena gawang sudah ditinggal penjaganya.
Hingga masa added time menunjuk menit ke-90+7, Â MU terus menekan yang membuat fans Tottenham harap-harap cemas. Bahkan ada fans Spurs yang menangis karena saking cemasnya bila MU bisa menyamakan skor.
Ketika wasit Felix Zwayer dari Jerman meniup peluit tanda berakhirnya laga final itu, seluruh pemain dan jajaran pelatih Spurs langsung berpelukan, seraya meneriakkan pekik kemenangan
MU memang mendominasi permainan, tetapi Tottenham yang akhirnya juara.
Data statistik memang tidak berbohong, Bruno Fernandes dan kawan-kawannya unggul di banyak aspek. MU unggul dalam penguasaan bola sebesar  74 persen. Lalu melakukan shots 16 dengan 6 di antaranya on target.
Sementara Tottenham hanya melakukan 3 kali shots dan hanya 1 yang on goal alias tepat sasaran. Tapi, bila semesta sudah berkehendak, tidak ada yang menghalangi Tottenham juara.